Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan bahwa literasi dan edukasi terkait pasar modal penting untuk diberikan pada kelompok usia muda, demi terciptanya pergeseran (shifting) dari saving society menjadi investment society.
Literasi dan edukasi itu, menurut dia, bisa dimulai sejak sekolah dasar dan dilanjutkan hingga ke jenjang sekolah menengah.
"Sejak sangat muda, mereka (harus) paham dulu konsepnya. Sejak SD, SMP, SMA kelas-kelas awal, mereka paham tentang konsep investasi di pasar modal," kata Jeffrey di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis.
Ketika pelajar tingkat atas hingga mahasiswa telah memahami konsep pasar modal, imbuh Jeffrey, maka langkah selanjutnya dapat diikuti dengan mengikutsertakan mereka dalam program inklusi untuk dapat menjadi investor atau pelaku pasar modal.
"Itu (literasi dan edukasi pasar modal yang diusulkan Menteri Keuangan) kami sepakat. Dan sudah kami lakukan dan akan terus kami lakukan," kata dia.
Jeffrey mengingatkan, bahkan saat pasca-pandemi pada awal 2023, BEI mengundang siswa-siswa TK menjadi tamu pertama dalam pembukaan kembali Main Hall BEI setelah penghapusan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Di awal-awal setelah pandemi, pembukaan perdagangan pertama setelah pandemi, kami mengundang murid-murid TK. Pesan yang ingin kami sampaikan adalah, murid-murid TK inilah yang nanti akan menjadi investor pasar modal kita. Artinya, literasi terkait pasar modal memang harus dimulai sejak saat ini," kata dia.
Sejak dua tahun terakhir, menurut dia, BEI telah mengadakan program literasi dan edukasi pasar modal kepada generasi muda tidak hanya di perguruan tinggi melainkan juga pada tingkat SMA.
Pada tingkat perguruan tinggi, BEI memiliki Galeri Investasi berupa penyediaan semua publikasi dan bahan cetakan mengenai pasar modal yang diterbitkan oleh BEI. Sedangkan pada tingkat SMA, BEI mengadakan Galeri Edukasi yang hingga saat ini berjumlah hampir 100 galeri edukasi yang ada di SMA-SMA seluruh Indonesia.
"Konsep dari Galeri Ddukasi ini adalah kerja sama empat pihak, antara Bursa Efek Indonesia, anggota bursa, perguruan tinggi pemilik Galeri Investasi, dan SMA," jelas Jeffrey.
Ketika ditanya wartawan mengenai integrasi program literasi pasar modal ke dalam kurikulum, Jeffrey menyampaikan bahwa pihaknya harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan kementerian terkait.
"Tetapi, kalau dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sudah ada Learning Management System (LMS) yang ada di OJK yang kami gunakan juga, yang di situ juga sudah meng-cover sampai dengan tingkat yang sangat basic," kata Jeffrey.
Sebelumnya, dalam acara Peresmian Pembukaan Perdagangan BEI 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa edukasi dan literasi pasar modal kepada masyarakat luas perlu untuk terus ditingkatkan mengingat masyarakat yang berpartisipasi di pasar saham atau bursa efek masih relatif sedikit.
Ia bercerita dirinya sudah mulai mengenal pasar modal sejak usia muda.
Menurut dia, saat ini, pengetahuan mengenai pasar modal seharusnya sudah diberikan bukan pada tingkat perguruan tinggi lagi, melainkan pada tingkat sekolah dasar, sehingga orang muda semakin akrab dengan bursa efek.
"Dan, ini hanya bisa dilakukan kalau kita juga bersama-sama (saling bekerja sama). Nanti masuk ke kurikulum, bagaimana cara penyampaiannya dan bagaimana mereka merasa terbiasa dengan transaksi," kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, Bendahara Negara itu juga mendorong adanya instrumen-instrumen investasi yang jauh lebih terjangkau atau affordable untuk masyarakat kecil sehingga mereka bisa ikut berpartisipasi.
"Kami, di Surat Berharga Negara (SBN) sudah membuat pecahan yang sangat kecil. Sehingga sekarang di dalam basis investor SBN itu, kita banyak menemukan pelajar dan mahasiswa sudah memulai beli SBN. Itu positif untuk kita semuanya. Saya berharap demikian juga dengan saham," kata dia.
Ketika masyarakat sudah mulai mendiversifikasi tabungan dan menciptakan pendalaman pasar modal, Sri Mulyani pun mengingatkan agar pelaku pasar dan pemangku kepentingan lainnya juga harus mengawal dan memastikan saham-saham yang diperjualbelikan merupakan saham-saham yang sehat.
"Saham-saham yang berasal dari fundamental perusahaan-perusahaan yang dikelola dengan tata kelola yang baik, sehingga masyarakat tidak merasa bahwa mereka membeli sebuah surat berharga yang ternyata tidak berharga. Ini adalah tantangan kita semua," kata Sri Mulyani.