Rokok bisa berdampak pada kemiskinan hingga kekerdilan

id Konsumsi Rokok,Kemiskinan,Renny Nurhasanah,PKJS Universitas Indonesia,Stunting,Anak Tumbuh Kerdil,Bantuan Sosial

Rokok bisa berdampak pada kemiskinan hingga kekerdilan

Ilustrasi - Kawasan tanpa rokok. (ANTARA FOTO/Eric Ireng)

Rokok juga menjadi salah satu faktor risiko kesakitan, kematian, dan disabilitas. Kejadian anak 'stunting' 5,5 persen lebih tinggi pada anak dengan orang tua yang merokok, tuturnya
Jakarta (ANTARA) - Konsumsi rokok yang tidak terkendali dapat berdampak terhadap kemiskinan hingga kekerdilan pada anak, kata Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia Renny Nurhasanah.

"Akibat dari harga rokok yang masih terjangkau adalah peningkatan perokok anak, anak 'stunting' (kekerdilan), kemiskinan, hingga mengganggu program bantuan sosial pemerintah," katanya dalam diskusi yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta secara virtual di Jakarta, Senin.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok anak mencapai 9,1 persen, jauh dari sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019 yang dapat diturunkan menjadi 5,4 persen.

Baca juga: Kak Seto ingatkan Indonesia sudah darurat perokok anak

Prevalensi perokok anak, kata dia, terus meningkat.

Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi perokok anak 7,2 persen, sedangkan Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016 mencatat 8,8 persen.

"Rokok juga menjadi salah satu faktor risiko kesakitan, kematian, dan disabilitas. Kejadian anak 'stunting' 5,5 persen lebih tinggi pada anak dengan orang tua yang merokok," tuturnya.

Baca juga: Perokok berisiko terkena COVID-19 dua kali lebih besar

Ia menyebut rokok juga berdampak pada kemiskinan. Prevalensi perokok pada penduduk termiskin lebih tinggi daripada pada penduduk terkaya.

Survei Badan Pusat Statistik juga selalu menempatkan belanja rokok pada posisi kedua setelah beras, dan menjadi salah satu pengeluaran terbesar pada rumah tangga termiskin.

Program bantuan sosial dari pemerintah juga terancam dengan konsumsi rokok yang tinggi, meskipun pemerintah sudah mengimbau penerima bantuan sosial untuk tidak membelanjakan bantuan yang diterima untuk membeli rokok.

"Keluarga penerima bantuan sosial yang perokok memiliki konsumsi kalori, protein, lemak, dan karbohidrat yang jauh lebih rendah dibandingkan keluarga penerima bantuan sosial yang tidak merokok," katanya.