Bandarlampung (ANTARA) - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar menilai Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana korupsi Mardani Maming harus didukung minimal dua alat bukti baru, bukan sekedar eksaminasi.
Menurut dia, eksaminasi atau pernyataan dari sejumlah akademisi dan aktivis yang mendukung PK tersebut boleh saja dilakukan, tetapi perkara PK harus diputuskan dengan adanya bukti baru.
"Pernyataan (eksaminasi) harus didukung minimal dua alat bukti baru. Tidak bisa hanya asumsi atau pemikiran saja," kata Haryono dalam pernyataan di Bandarlampung, Rabu.
Haryono juga mengingatkan kepada seluruh pihak untuk menghormati keputusan hakim, baik di tingkat pengadilan pertama hingga kasasi, terkait perkara korupsi yang menyeret mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut.
Pakar Hukum Universitas Lampung (Unila) Hieronymus Soerjatisnanta juga mengatakan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana korupsi Mardani Maming bisa ditolak apabila novum tidak kuat.
Dalam hukum, novum merupakan bukti baru atau surat-surat bukti yang baru ditemukan setelah putusan pengadilan. Novum dapat dijadikan alasan untuk pengajuan PK terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
"Peninjauan kembali membutuhkan novum (bukti baru) yang terkait dengan judex iuris. Proses PK bukan hal yang sederhana, bila novum tidak kuat maka putusan akan ditolak," kata Tisnanta.
Sebelumnya, terpidana korupsi Mardani Maming kembali mendaftarkan PK bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2024 pada 6 Juni 2024 kepada MA dengan status saat ini dalam proses pemeriksaan majelis hakim.
Padahal, pengusaha asal Kalimantan Selatan tersebut terbukti menerima suap atas penerbitan SK Pengalihan IUP OP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) dan telah divonis 10 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin dengan denda Rp500 juta.
Kemudian, Mardani Maming mengajukan proses banding di tingkat pertama pada Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin serta kasasi ke MA, yang juga sudah ditolak sepenuhnya oleh majelis hakim.
Untuk proses pengajuan PK terbaru, Komisi Yudisial (KY) telah menyurati pimpinan MA untuk memantau persidangan guna mencegah terjadinya pelanggaran kode etik dari majelis hakim.