Akademisi ingatkan pentingnya edukasi untuk cegah perilaku boros pangan

id pengamat,akademisi,beras,pangan,perilaku ,boros pangan

Akademisi ingatkan pentingnya edukasi untuk cegah perilaku boros pangan

Ilustrasi makanan tradisional di Kota Cirebon, Jawa Barat. (ANTARA/Fathnur Rohman)

Bandarlampung (ANTARA) - Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Prof Akhmadi mengingatkan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk mencegah perilaku boros pangan.

"Solusinya masyarakat harus diberikan edukasi yang baik agar tidak berperilaku boros pangan," katanya dalam pernyataan di Bandarlampung, Selasa.

Ia mengharapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bisa memberikan edukasi terkait dampak negatif perilaku boros pangan serta sosialisasi tentang komoditas pangan alternatif kepada masyarakat.

Dengan demikian, menurut dia, kebutuhan pangan utama saat ini dapat tercukupi dari dalam negeri dan stok tidak perlu lagi terpenuhi melalui impor dari luar negeri.

"Harusnya secara masif lebih dikembangkan. Mindset ini harus dimulai dari para pengambil kebijakan di pemerintah baru masyarakat," katanya.

Akhmadi juga menilai saat ini masyarakat masih tergantung dengan beras sebagai makanan pokok, sehingga keterbatasan pasokan mau tidak mau harus terlaksana melalui impor.

"Menekan impor beras, masih terkendala untuk dilakukan, selama ketergantungan masyarakat terhadap beras sangat dominan atau pangan alternatif belum menjadi daya tarik," ujarnya.

Sebelumnya, Bapanas mengajak pemuda untuk menumbuhkan perilaku stop boros pangan dengan mendorong kebiasaan konsumsi yang lebih bijak demi ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Sosialisasi Gerakan Selamatkan Pangan (GSP) melalui kegiatan Stop Boros Pangan dilakukan Bapanas sebagai upaya pencegahan food waste (sisa pangan) serta perubahan perilaku masyarakat.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengajak seluruh masyarakat untuk tidak membuang-buang makanan, terutama pada nasi (beras) maupun produk hortikultura seperti sayur dan buah-buahan.

"Mari kita membiasakan untuk tidak membuang-buang makanan yang ada di meja makan, kosongkan piring dan habiskan makanan yang ada," kata Arief.

Di sisi lain, kebijakan ini juga bermanfaat untuk menjaga pasokan pangan dalam negeri tetap mencukupi, sehingga stok bahan makanan utama seperti beras tidak perlu lagi terpenuhi melalui impor.

Selain itu, pengadaan impor sedang menjadi sorotan setelah Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

Dugaan kerugian demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda tambahan di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.