Jakarta (ANTARA) - Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengingatkan jajaran Polri bahwa ada 33 persen publik yang tidak puas atas kinerja kepolisian dalam mengusut kasus dugaan pemerasan yang melibatkan mantan Ketua KPK Firli Bahuri, meskipun sebanyak 60 persen publik menyatakan puas.
“Sejauh ini yang mengatakan puas atau tidak puas terhadap kinerja kepolisian dalam mengusut kasus Firli, yang puas sekitar 60 persen, yang tidak puas signifikan sekitar 33 persen. Artinya ini bukan jumlah yang kecil,” kata Burhanuddin dalam acara rilis temuan survei nasional secara daring di Jakarta, Selasa.
Menurut Burhanuddin, publik meragukan kinerja Polri dalam menangani kasus Firli, sehingga perlu keterbukaan jajaran kepolisian terkait apa yang sudah mereka dapatkan dan mereka lakukan.
“Polri perlu lebih menjelaskan apa yang sudah dilakukan, seberapa terang benderang bukti yang mereka kumpulkan supaya keraguan publik bisa ditepis,” ujarnya.
Dalam survei ini, kata Burhanuddin, pihaknya mengecek pengetahuan responden terkait kasus yang sedang ditangani Polri, salah satunya kasus pemerasan oleh mantan Ketua KPK Filri Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Survei serupa juga pernah ditanyakan pada periode 27 Oktober-1 November 2023 sebanyak 25,1 persen responden tahu, 74,9 persen tidak tahu. Sedangkan survei 23 November sampai 1 Desember 2023, sebanyak 28,5 persen tahu, dan 71,5 persen tidak tahu.
Survei juga menanyakan apakah responden percaya adanya pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri, yakni sebanyak 70,6 persen percaya dan 17,3 persen tidak percaya.
Dari jumlah responden yang percaya kasus tersebut, kata Burhanuddin, ditanyakan juga seberapa puas publik terhadap kinerja kepolisian dalam mengusut kasus Firli Bahuri. Sebanyak 60 persen puas, 33 persen tidak puas.
Menanggapi hasil survei tersebut, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Sudirman Prof. Hibnu Nugroho mengingatkan terkait kepercayaan publik terhadap Polri yang agak turun.
Menurut dia, kinerja Polri dalam menangani kasus-kasus monumental seperti kasus Firli Bahuri akan menjadi perhatian dan catatan publik untuk meningkatkan kepercayaan kepada institusi penegak hukum tersebut.
Kini kepolisian kembali digugat oleh Firli lewat permohonan praperadilan. Menurut dia, jika kasus ini tidak segera ditingkatkan ke tahap pembuktian di kejaksaan maka akan menjadi momok bagi Polri.
“Sekarang mau praperadilan lagi. Artinya percepatan penanganan kasus yang monumental kasus Ketua KPK ini tidak segera naik ke lembaga hukum kejaksaan, tapi balik lagi yang kemarin Firli malah mengajukan praperadilan kembali, artinya kalau sampai di praperadilan kalah, ini menjadi momok besar Polri,” ujarnya.
Hibnu berharap Polri segera menyelesaikan kasus Firli Bahuri agar kinerja penegak hukum menjadi lebih baik di mata publik.
Survei temuan nasional menggunakan metode multistage random sampling, melibatkan sampel basis sebanyak 1.200 orang yang berasal seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional, kemudian dilakukan oversample di 13 provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Sehingga total sampel sebanyak 4.560 responden.
Dengan asumsi metode stratified random sampling, ukuran sampel basis 4.560 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.