OJK Lampung minta masyarakat cermati legalitas pinjaman online

id Lampung,Bandarlampung,OJK,Pemkot Bandarlampung,Pinjol

OJK Lampung minta masyarakat cermati legalitas pinjaman online

Kepala OJK Lampung Bambang Hermanto, bersama Area Manager BSI Lampung Dede Irawan Hamzah (kanan) di Bandarlampung, Selasa, (29/8/2023). (ANTARA/Dian Hadiyatna)

Bandarlampung (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung meminta masyarakat setempat mencermati legalitas dan kelayakan suatu usaha sebelum melakukan peminjaman secara online.

"Kami terus mengedukasi masyarakat terkait maraknya peminjaman online, terutama cara mengidentifikasi pinjol yang diawasi oleh OJK dengan mengecek faktor legalitas dan kelogisan," kata Kepala OJK Lampung Bambang Hermanto, di Bandarlampung, Selasa.

Ia mengatakan pinjol ilegal bisa diidentifikasi dengan ada kasus penalti dan denda yang tinggi, tidak menyediakan layanan pengaduan, serta melakukan penagihan secara kasar.

"Hal tersebut tak dibolehkan ada pada usaha pinjol yang diawasi oleh OJK," katanya. 

"Kemudian, masyarakat pun harus menyadari bahwa tidak boleh mengakses atau mengunggah aplikasi suatu pinjol yang memperbolehkan di luar tiga hal ini, yakni akses kamera, microphone dan lokasi," kata dia.

Ia menegaskan bahwa apabila ada aplikasi yang meminta akses kontak dan galeri foto maka dapat dipastikan usaha pinjol tersebut adalah ilegal.

"Untuk mengatasi ini, kami juga sudah bekerja sama dengan pihak kepolisian. Jadi kalau ada penagih pinjol berkata kasar, bisa lapor ke OJK atau pihak kepolisian untuk bersama-sama memberantasnya," kata dia.

Pada sisi lain, ia pun meminta masyarakat untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan perencanaan keuangan yang menjadi salah satu kunci keberhasilan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.

"Dalam perencanaan keuangan, jangan berperilaku konsumtif dengan bisa membedakan keinginan dan kebutuhan," kata dia.

Menurut dia, perlu dilakukan pemilahan terhadap penerimaan yang didapat dengan membagi ke beberapa kebutuhan, seperti menabung 20 persen, kegiatan sosial 10 persen, membayar utang 30 persen, dan sisanya untuk konsumsi sehari-hari.

"Kalau bisa memilah penggunaan dari pendapatan, diharapkan rumah tangga bisa lebih sejahtera, pendidikan anak terjamin, begitu pula kesehatannya. Yang paling penting adalah ketika semua masyarakat sudah paham perencanaan keuangan, literasi dan inklusi keuangan pun akan meningkat," kata dia.