BKKBN sebut penggunaan kontrasepsi tanpa kontrol dapat sebabkan pendarahan
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina mengatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi spiral atau intra uterine device (IUD) dapat menyebabkan pendarahan apabila terdapat infeksi yang menimbulkan perlukaan pada rahim.
Eni saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu, menjelaskan pendarahan akibat infeksi tersebut diperparah karena pasien tidak pernah melakukan kontrol rutin hingga memakai IUD lebih dari waktu yang sudah ditentukan oleh dokter.
"Saya pernah ketemu 12 tahun, orang pasang IUD nggak pernah dikontrol 12 tahun. Begitu mau diangkat (IUD-nya), ya, otomatis kan nempel banget. Biasanya memang pendarahan nggak akan sampai terus, membuat membahayakan gitu, nggak," kata Eni.
Dia menekankan pentingnya pasien untuk selalu melakukan kontrol rutin guna memastikan kondisi IUD yang terpasang di dalam rahim, apakah posisinya masih tepat atau apakah terdapat tenda-tanda adanya infeksi. Dengan begitu, langkah pencegahan dan pengobatan di awal bisa dilakukan.
"Benang (IUD) kan keluar lewat portio, mulut rahim. Itu kan kelihatan benangnya. Kalau dia misalnya ada infeksi, itu benangnya kayak ada nanah, mungkin juga di mulut rahim ada merah-merah," ujar Eni.
Apabila infeksi tidak tertangani sejak awal, Eni mengatakan kondisi IUD bisa terlalu menempel di dalam rahim yang mengalami perlukaan sehingga terjadi pendarahan seperti sedang menstruasi.
Biasanya pendarahan berlangsung selama seminggu dan tenaga medis akan mengobati untuk daerah yang terkena infeksi tersebut seperti pemberian antibiotik.
Eni mengingatkan agar pengguna IUD tidak mengabaikan gejala-gejala yang tampak sepele seperti nyeri pinggang. Menurut Eni, biasanya pengguna IUD kerap lupa bahwa di dalam tubuhnya terdapat benda asing setelah bertahun-tahun kemudian sehingga mengabaikan kontrol rutin.
Jadwal memeriksakan kondisi IUD semestinya tidak boleh dilewatkan, terlepas pasien mengalami keluhan atau gejala infeksi maupun tidak. Kontrol juga harus dilakukan walaupun penggunaan IUD bersifat jangka panjang maksimal hingga bertahun-tahun. Biasanya kontrol awal dilakukan seminggu setelah IUD terpasang pertama kali, diikuti setiap tiga bulan sekali.
"Diharapkan sebetulnya tiga bulan sekali kontrol. Tapi orang kadang kan pasang (IUD) suka lupa," ujar Eni.
"Saya suka mengidentikkan orang pasang spiral itu kayak orang ditindik telinga. Awal-awal kan sakit, kadang-kadang dia masih ada korengannya. Nanti kalau sudah (lama), ini lupa. Apalagi kalau sudah merasa nyaman, dibiarkan saja," imbuh dia.
Eni juga mengingatkan agar pengguna IUD, termasuk pasangan seksualnya, sama-sama selalu menjaga kebersihan alat vital sebelum melakukan aktivitas seksual. Hal ini guna mencegah munculnya infeksi yang mungkin terjadi.
"Ini kan hal yang kecil (rutin membersihkan alat vital), tapi bentuk virus bakterinya masuk ini kan bikin infeksi rahimnya. Kalau rahim sudah infeksi, timbul perlukaan. Perlukaan (diperparah) di situ ada benda asing, ada spiral," kata Eni.
Eni saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu, menjelaskan pendarahan akibat infeksi tersebut diperparah karena pasien tidak pernah melakukan kontrol rutin hingga memakai IUD lebih dari waktu yang sudah ditentukan oleh dokter.
"Saya pernah ketemu 12 tahun, orang pasang IUD nggak pernah dikontrol 12 tahun. Begitu mau diangkat (IUD-nya), ya, otomatis kan nempel banget. Biasanya memang pendarahan nggak akan sampai terus, membuat membahayakan gitu, nggak," kata Eni.
Dia menekankan pentingnya pasien untuk selalu melakukan kontrol rutin guna memastikan kondisi IUD yang terpasang di dalam rahim, apakah posisinya masih tepat atau apakah terdapat tenda-tanda adanya infeksi. Dengan begitu, langkah pencegahan dan pengobatan di awal bisa dilakukan.
"Benang (IUD) kan keluar lewat portio, mulut rahim. Itu kan kelihatan benangnya. Kalau dia misalnya ada infeksi, itu benangnya kayak ada nanah, mungkin juga di mulut rahim ada merah-merah," ujar Eni.
Apabila infeksi tidak tertangani sejak awal, Eni mengatakan kondisi IUD bisa terlalu menempel di dalam rahim yang mengalami perlukaan sehingga terjadi pendarahan seperti sedang menstruasi.
Biasanya pendarahan berlangsung selama seminggu dan tenaga medis akan mengobati untuk daerah yang terkena infeksi tersebut seperti pemberian antibiotik.
Eni mengingatkan agar pengguna IUD tidak mengabaikan gejala-gejala yang tampak sepele seperti nyeri pinggang. Menurut Eni, biasanya pengguna IUD kerap lupa bahwa di dalam tubuhnya terdapat benda asing setelah bertahun-tahun kemudian sehingga mengabaikan kontrol rutin.
Jadwal memeriksakan kondisi IUD semestinya tidak boleh dilewatkan, terlepas pasien mengalami keluhan atau gejala infeksi maupun tidak. Kontrol juga harus dilakukan walaupun penggunaan IUD bersifat jangka panjang maksimal hingga bertahun-tahun. Biasanya kontrol awal dilakukan seminggu setelah IUD terpasang pertama kali, diikuti setiap tiga bulan sekali.
"Diharapkan sebetulnya tiga bulan sekali kontrol. Tapi orang kadang kan pasang (IUD) suka lupa," ujar Eni.
"Saya suka mengidentikkan orang pasang spiral itu kayak orang ditindik telinga. Awal-awal kan sakit, kadang-kadang dia masih ada korengannya. Nanti kalau sudah (lama), ini lupa. Apalagi kalau sudah merasa nyaman, dibiarkan saja," imbuh dia.
Eni juga mengingatkan agar pengguna IUD, termasuk pasangan seksualnya, sama-sama selalu menjaga kebersihan alat vital sebelum melakukan aktivitas seksual. Hal ini guna mencegah munculnya infeksi yang mungkin terjadi.
"Ini kan hal yang kecil (rutin membersihkan alat vital), tapi bentuk virus bakterinya masuk ini kan bikin infeksi rahimnya. Kalau rahim sudah infeksi, timbul perlukaan. Perlukaan (diperparah) di situ ada benda asing, ada spiral," kata Eni.