Puskapol UI dorong DPR RI penuhi keterwakilan perempuan di KPU-Bawaslu

id Keterwakilan Perempuan,KPU Bawaslu,Fit and proper test

Puskapol UI dorong DPR RI penuhi keterwakilan perempuan di KPU-Bawaslu

Tangkapan layar Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI Hurriyah dalam konferensi pers bertajuk “Memastikan Keterpilihan Perempuan Minimal 30 Persen dalam Penyelenggara Pemilu” yang disiarkan di kanal YouTube Perludem, dipantau dari Jakarta, Minggu (13/2/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri

Kami dari Koalisi Kampus mendorong DPR RI untuk berkomitmen di dalam memenuhi amanat konstitusi dan Undang-Undang Pemilu untuk memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, kata Hurriyah
Jakarta (ANTARA) - Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah mendorong Komisi II DPR memastikan terpenuhinya keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

“Kami dari Koalisi Kampus mendorong DPR RI untuk berkomitmen di dalam memenuhi amanat konstitusi dan Undang-Undang Pemilu untuk memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen,” kata Hurriyah.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers bertajuk “Memastikan Keterpilihan Perempuan Minimal 30 Persen dalam Penyelenggara Pemilu” yang disiarkan di kanal YouTube Perludem, dipantau dari Jakarta, Minggu.

Hurriyah juga mendorong Komisi II DPR RI untuk menunjukkan spirit inklusif dan perspektif gender di dalam proses uji kelayakan dan kepatutan.

Proses seleksi penyelenggara pemilu saat ini telah memasuki tahap akhir, yaitu uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI. Menurut Hurriyah, momen ini merupakan momen yang sangat krusial dan strategis untuk memastikan komposisi penyelenggara pemilu yang terpilih berdasarkan kepada prinsip inklusifitas yang mengedepankan kesetaraan gender.

“Prinsip ini menjadi penting karena demokrasi bergantung pada partisipasi dan representasi semua warga negara di dalam proses dan institusi demokrasi,” kata dia.

Inklusi politik merujuk pada gagasan bahwa setiap warga negara harus memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk terlibat dan berkontribusi pada institusi dan proses proses demokrasi.

Terkait konteks lembaga penyelenggara pemilu, Hurriyah menegaskan bahwa inklusi politik memiliki arti perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kesempatan yang sama, serta setara untuk berpartisipasi dalam lembaga penyelenggara pemilu.

“Meskipun peningkatan keterwakilan perempuan memang sejalan dengan spirit demokrasi inklusif, kita tidak bisa memungkiri masih ada banyak tantangan yang dihadapi,” tuturnya.

Hurriyah melanjutkan, kerja-kerja afirmasi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh lembaga kampus, organisasi masyarakat sipil, serta tim seleksi saja tidak akan cukup.

“Mengingat proses seleksi akhir ada di DPR RI, maka sangat penting untuk menghadirkan spirit, komitmen, dan political will yang kuat dari Komisi II DPR RI untuk memastikan keterpilihan lebih banyak perempuan di KPU dan Bawaslu,” kata Hurriyah.