Harga biji kopi cenderung menurun di pasar internasional. Sehubungan itu, Indonesia yang iwakili oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama-sama dengan kepala negara dan pejabat tingkat tinggi negara penghasil kopi lainnya, mendiskusikan penyusunan strategi dan langkah yang perlu ditempuh guna mengatasi krisis harga kopi dunia saat ini, di Markas Besar PBB.
Diskusi bertajuk “Aksi Bersama Mengatasi Krisis Harga Kopi dan Mencapai Produksi Kopi Berkelanjutan" (Joint Actions to Face the Coffee Price Crisis and Achieve its Sustainable Production) itu berlangsung di sela-sela Sidang ke-74 Majelis Umum PBB di New York, Rabu (25/9).
Dalam keterangan tertulis yang diunggah di situs resmi Kementerian Luar Negeri RI, Kamis, disebutkan bahwa harga kopi dunia saat ini memang tengah mengalami penurunan.
Berdasarkan laporan Organisasi Kopi Internasional (ICO), komoditas kopi mengalami penurunan harga sejak 2011. Untuk jenis arabika, pada 2011 harganya tercatat di kisaran rata-rata 2,6 dolar AS/pon dan terus menurun hingga menyentuh harga rata-rata 1,27 dolar AS/pon pada 2018.
Begitu pula dengan jenis robusta dimana harga rata-rata pada 2011 tercatat sebesar 1,09 dolar AS/pon dan turun menjadi 0,84 dolar AS/pon pada 2018.
Indonesia, sebagai negara penghasil kopi terbesar keempat dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia, merasakan dampak langsung dari penurunan harga ini.
Berdasarkan data terakhir yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor kopi Indonesia pada 2018 menurun sebesar 23 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 2017, nilai ekspor kopi asal Indonesia tercatat sebesar 1,6 miliar dolar AS dan merosot pada 2018 menjadi sebesar 1,3 miliar dolar AS.
Krisis Harga Kopi Dunia, Wakil Presiden RI Suarakan Aksi Bersama Negara Produsen Kopi https://t.co/fzPf3IOYn9 #IniDiplomasi #SMUPBB74 #UNGA pic.twitter.com/7C4qGGl5gM
— MoFA Indonesia (@Kemlu_RI) September 25, 2019
Dalam pertemuan di New York tersebut, Wapres Kalla menegaskan bahwa penurunan harga jual kopi di pasar global berdampak langsung terhadap penghidupan 1,8 juta jiwa petani kopi di Indonesia maupun petani di seluruh dunia yang diperkirakan berjumlah 25 juta jiwa.
Baca juga: Arinal arahkan Festival Kopi 2019 dapat tingkatkan perekonomian masyarakat
Secara garis besar, Kalla menawarkan dua langkah utama untuk memperbaiki harga jual kopi di tingkat internasional.
Pertama, melalui pengendalian jumlah pasok kopi ke pasar global yang diharapkan akan mempengaruhi faktor fundamental harga kopi. Namun ditegaskan oleh Wapres bahwa langkah ini perlu dilakukan secara terstruktur melibatkan negara-negara penghasil kopi utama dunia.
Kedua, melalui penambahan nilai produk-produk kopi yang didapat melalui program pengembangan kapasitas petani maupun tambahan kucuran dana investasi untuk peningkatan produktivitas kopi oleh pemerintah.
Kedua usulan Indonesia ini memicu diskusi di antara para peserta pertemuan yang akhirnya sepakat untuk membicarakan usulan-usulan dimaksud maupun usulan lainnya secara lebih mendalam pada pertemuan lanjutan.
Pertemuan itu diselenggarakan sebagai bagian dari upaya bersama untuk mencapai target-target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Sektor pertanian dinilai berkaitan terhadap 14 dari 17 tujuan SDGs.
Menyadari keterkaitan yang erat antara pertanian dengan SDGs, pemerintah Indonesia telah banyak meluncurkan program-program di bidang pertanian, termasuk penanaman kembali, bantuan bibit kepada petani, pelatihan, maupun akses permodalan.
Baca juga: Gubernur Arinal menginginkan PTPN VII kembangkan komoditas kopi
Baca juga: Menggapai petani sejahtera, Gubernur Lampung targetkan produksi kopi petani 4 ton/ha