Memanen cahaya matahari demi target rasio elektrifikasi
Jakarta (ANTARA) - Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikenal sebagai daerah yang kaya dengan cahaya matahari masih membutuhkan lebih banyak lagi solar panel untuk mengubahnya menjadi energi listrik, terutama di pulau-pulau yang selama ini belum pernah mendapat pasokan listrik.
Guna memasok kebutuhan energi sebagai upaya memenuhi target rasio elektrifikasi di NTT sampai dengan 100 persen pada 2020 pemerintah setempat telah menggandeng PLN untuk mewujudkan cita-cita menjadikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Saat ini, rasio elektrifikasi NTT sudah mencapai 73 persen lebih, meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang 62 persen. Mengingat iklim NTT yang lebih banyak cahaya matahari dibandingkan dengan daerah lain maka kontribusi PLTS untuk mendongkrak rasio elektrifikasi sangat dimungkinkan.
Bahkan, menurut GM PLN Unit Induk Wilayah NTT, Ignatius Rendoyoko, PLTS itu mampu mendongkrak rasio elektrifikasi sampai 100 persen atau berarti seluruh warga mendapatkan pelayanan listrik, termasuk yang tinggal di pelosok-pelosok desa.
Ia mengatakan NTT salah satu provinsi yang yang tertinggi dalam mengoptimalkan penggunaan PLTS. Pengerjaan projek PLTS di NTT dilakukan melalui penggunaan bidang lahan tanah yang tidak lagi produktif sehingga nilai ekonomisnya akan bisa terkonversi melalui aplikasi PLTS.
Sosialisasi pemanfaatan PLTS itu gencar dilaksanakan PLN bekerja sama dengan pemangku kepentingan di wilayah itu, termasuk dengan kalangan perguruan tinggi, meliputi Universitas Nusa Cendana, Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Universitas Muhammadiyah Kupang, dan Politeknik Negeri Kupang.
Industri 4.0
Menurut Direktur Human Capital Management PT PLN Muhamad Ali, dalam era disrupsi dan revolusi industri 4.0 kehadiran energi ramah lingkungan memang menjadi keharusan.
Hadirnya PLTS membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni mengingat teknologi yang diusungnya memang berbeda dengan pembangkit listrik berbahan bakar dari sumber fosil, sehingga kehadiran di NTT tentunya harus dipersiapkan lebih matang dan terencana.
Pembangunan infrastruktur PLTS membutuhkan SDM yang kompeten untuk memastikan bisnis ketenagalistrikan dapat berjalan dengan baik dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat.
Tidak hanya dari sisi "hardskill", namun "softskill" juga diperlukan agar memiliki kematangan emosional dan sosial dalam dunia kerja.
Rasio elektrifikasi di NTT saat ini telah mencapai 73 persen lebih. Proses ini dapat terjadi salah satunya karena adanya dukungan sumber energi terbarukan (EBT) yang melimpah di wilayah tersebut.
Saat ini, lebih dari Rp9 miliar investasi yang tertanam pada enam pembangunan sumber EBT, meliputi PLTP --panas bumi, PLTMH --mikro hidro, PLTS --tenaga surya, dan PLTB --tenaga bayu.
Muhamad Ali menyebutkan agar program Tim Percepatan Listrik Pedesaan terlaksana dengan baik maka dibutuhkan sinergi dengan pemerintah desa.
Peningkatan rasio elektrifikasi di "Bumi Flobamora" tersebut, salah satunya juga memerlukan dukungan dan pembangunan dari SDM berkompetensi, yang dihasilkan melalui pelaksanaan program vokasi dengan sejumlah SMKN di wilayah Kupang dan Maumere yang terlaksana sejak 2018.
Selain itu, PLN juga melaksanakan sejumlah program rekrutmen, baik untuk jenjang SMK, S1/D4 selama empat tahun berturut-turut, serta program kerja sama program D3 dengan Politeknik Negeri Kupang.
Sebagai BUMN, lembaga ini juga menyediakan tempat untuk melaksanakan program kerja lapangan (PKL) dan magang bagi berbagai SMK dan SMU, serta menjadi lokasi tempat riset bagi universitas di lingkungan PLN.
Adapun sejumlah pengembangan SDM di NTT dilakukan melalui program "leader create leader" pegawai UIW NTT dengan kader asli NTT, yang saat ini telah terealisasi 14 dari 18 angkatan yang rencananya berlangsung sampai dengan 31 Desember 2019.
Selain itu, dipersiapkan pengembangan sertifikat keahlian yang diterbitkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), program riset kerja sama dengan Universitas Nusa Cendana, program pengembangan kompetensi keahlian kabel laut dengan ITB untuk melistriki kepulauan di Labuan Bajo dengan sistem kabel laut, serta upaya mengoptimalkan pemberdayaan putra daerah NTT di PLN.
Target 2019
Sebagai upaya memenuhi target rasio elektrifikasi di NTT, pada 2019 PLN akan menambah lebih banyak PLST, setidaknya membutuhkan 11 unit lagi.
Dalam strategi PLN, di NTT 11 unit yang akan dibangun pada 2019 untuk memperkuat sumber pembangkit listrik, terutama untuk masyarakat di pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau dengan sistem jaringan PLN yang eksisting.
Pembangunan PLTS ini merupakan alokasi yang diperoleh PLN Wilayah NTT dari pemerintah pusat melalui program “PLTS Seribu Pulau” pada 2019.
PLTS sebagian tengah dalam tahap pembangunan itu tersebar di lima kabupaten, di antaranya Manggarai, Manggarai Barat, Sikka, Alor, dan Rote Ndao.
Total kapasitas dari PLTS yang akan dibangun tersebut mencapai 2.920 kWp dengan 3.308 calon pelanggan. Kapasitas terbesar ada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat mencapai 1.220 kWp.
Ignatius Rendroyoko menyatakan komitmennya untuk terus mengembangkan energi terbarukan sebagai sumber listrik sesuai potensi yang dimiliki wilayah provinsi berbasiskan kepulauan itu.
Dengan cahaya matahari yang melimpah, membuat butuh lebih banyak lagi PLTS, terutama untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau-pulau kecil. Dari skala ekonomi, kehadiran PLTS lebih efisien daripada PLTU, karena tidak perlu pasokan bahan bakar lagi.
Selain itu, energi surya juga untuk menjaga keberlanjutan lingkungan karena mampu mengurangi emisi, selain juga menghemat biaya penggunaan bahan bakar minyak.
Kemungkinan, proyek PLTS ini akan menjadi proyek percontohan bagi daerah lain yang selama ini terdiri atas kepulauan serta belum terjangkau energi listrik. Instalasi yang mudah menjadikan energi surya ini lebih favorit bagi masyarakat kepulauan.
Meskipun demikian teknologi yang diusungnya memang lebih rumit ketimbang energi fosil. Butuh teknologi tambahan untuk menyimpan energi surya saat malam hari agar layanan listrik bisa optimal.
PLN memang harus mempersiapkan SDM di daerah-daerah kepulauan agar pelayanan listrik dengan sumber energi surya ini dapat terus berkesinambungan tanpa harus digantikan energi fosil yang selalu berhadapan dengan aspek lingkungan.
Guna memasok kebutuhan energi sebagai upaya memenuhi target rasio elektrifikasi di NTT sampai dengan 100 persen pada 2020 pemerintah setempat telah menggandeng PLN untuk mewujudkan cita-cita menjadikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Saat ini, rasio elektrifikasi NTT sudah mencapai 73 persen lebih, meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang 62 persen. Mengingat iklim NTT yang lebih banyak cahaya matahari dibandingkan dengan daerah lain maka kontribusi PLTS untuk mendongkrak rasio elektrifikasi sangat dimungkinkan.
Bahkan, menurut GM PLN Unit Induk Wilayah NTT, Ignatius Rendoyoko, PLTS itu mampu mendongkrak rasio elektrifikasi sampai 100 persen atau berarti seluruh warga mendapatkan pelayanan listrik, termasuk yang tinggal di pelosok-pelosok desa.
Ia mengatakan NTT salah satu provinsi yang yang tertinggi dalam mengoptimalkan penggunaan PLTS. Pengerjaan projek PLTS di NTT dilakukan melalui penggunaan bidang lahan tanah yang tidak lagi produktif sehingga nilai ekonomisnya akan bisa terkonversi melalui aplikasi PLTS.
Sosialisasi pemanfaatan PLTS itu gencar dilaksanakan PLN bekerja sama dengan pemangku kepentingan di wilayah itu, termasuk dengan kalangan perguruan tinggi, meliputi Universitas Nusa Cendana, Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Universitas Muhammadiyah Kupang, dan Politeknik Negeri Kupang.
Industri 4.0
Menurut Direktur Human Capital Management PT PLN Muhamad Ali, dalam era disrupsi dan revolusi industri 4.0 kehadiran energi ramah lingkungan memang menjadi keharusan.
Hadirnya PLTS membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni mengingat teknologi yang diusungnya memang berbeda dengan pembangkit listrik berbahan bakar dari sumber fosil, sehingga kehadiran di NTT tentunya harus dipersiapkan lebih matang dan terencana.
Pembangunan infrastruktur PLTS membutuhkan SDM yang kompeten untuk memastikan bisnis ketenagalistrikan dapat berjalan dengan baik dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat.
Tidak hanya dari sisi "hardskill", namun "softskill" juga diperlukan agar memiliki kematangan emosional dan sosial dalam dunia kerja.
Rasio elektrifikasi di NTT saat ini telah mencapai 73 persen lebih. Proses ini dapat terjadi salah satunya karena adanya dukungan sumber energi terbarukan (EBT) yang melimpah di wilayah tersebut.
Saat ini, lebih dari Rp9 miliar investasi yang tertanam pada enam pembangunan sumber EBT, meliputi PLTP --panas bumi, PLTMH --mikro hidro, PLTS --tenaga surya, dan PLTB --tenaga bayu.
Muhamad Ali menyebutkan agar program Tim Percepatan Listrik Pedesaan terlaksana dengan baik maka dibutuhkan sinergi dengan pemerintah desa.
Peningkatan rasio elektrifikasi di "Bumi Flobamora" tersebut, salah satunya juga memerlukan dukungan dan pembangunan dari SDM berkompetensi, yang dihasilkan melalui pelaksanaan program vokasi dengan sejumlah SMKN di wilayah Kupang dan Maumere yang terlaksana sejak 2018.
Selain itu, PLN juga melaksanakan sejumlah program rekrutmen, baik untuk jenjang SMK, S1/D4 selama empat tahun berturut-turut, serta program kerja sama program D3 dengan Politeknik Negeri Kupang.
Sebagai BUMN, lembaga ini juga menyediakan tempat untuk melaksanakan program kerja lapangan (PKL) dan magang bagi berbagai SMK dan SMU, serta menjadi lokasi tempat riset bagi universitas di lingkungan PLN.
Adapun sejumlah pengembangan SDM di NTT dilakukan melalui program "leader create leader" pegawai UIW NTT dengan kader asli NTT, yang saat ini telah terealisasi 14 dari 18 angkatan yang rencananya berlangsung sampai dengan 31 Desember 2019.
Selain itu, dipersiapkan pengembangan sertifikat keahlian yang diterbitkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), program riset kerja sama dengan Universitas Nusa Cendana, program pengembangan kompetensi keahlian kabel laut dengan ITB untuk melistriki kepulauan di Labuan Bajo dengan sistem kabel laut, serta upaya mengoptimalkan pemberdayaan putra daerah NTT di PLN.
Target 2019
Sebagai upaya memenuhi target rasio elektrifikasi di NTT, pada 2019 PLN akan menambah lebih banyak PLST, setidaknya membutuhkan 11 unit lagi.
Dalam strategi PLN, di NTT 11 unit yang akan dibangun pada 2019 untuk memperkuat sumber pembangkit listrik, terutama untuk masyarakat di pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau dengan sistem jaringan PLN yang eksisting.
Pembangunan PLTS ini merupakan alokasi yang diperoleh PLN Wilayah NTT dari pemerintah pusat melalui program “PLTS Seribu Pulau” pada 2019.
PLTS sebagian tengah dalam tahap pembangunan itu tersebar di lima kabupaten, di antaranya Manggarai, Manggarai Barat, Sikka, Alor, dan Rote Ndao.
Total kapasitas dari PLTS yang akan dibangun tersebut mencapai 2.920 kWp dengan 3.308 calon pelanggan. Kapasitas terbesar ada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat mencapai 1.220 kWp.
Ignatius Rendroyoko menyatakan komitmennya untuk terus mengembangkan energi terbarukan sebagai sumber listrik sesuai potensi yang dimiliki wilayah provinsi berbasiskan kepulauan itu.
Dengan cahaya matahari yang melimpah, membuat butuh lebih banyak lagi PLTS, terutama untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau-pulau kecil. Dari skala ekonomi, kehadiran PLTS lebih efisien daripada PLTU, karena tidak perlu pasokan bahan bakar lagi.
Selain itu, energi surya juga untuk menjaga keberlanjutan lingkungan karena mampu mengurangi emisi, selain juga menghemat biaya penggunaan bahan bakar minyak.
Kemungkinan, proyek PLTS ini akan menjadi proyek percontohan bagi daerah lain yang selama ini terdiri atas kepulauan serta belum terjangkau energi listrik. Instalasi yang mudah menjadikan energi surya ini lebih favorit bagi masyarakat kepulauan.
Meskipun demikian teknologi yang diusungnya memang lebih rumit ketimbang energi fosil. Butuh teknologi tambahan untuk menyimpan energi surya saat malam hari agar layanan listrik bisa optimal.
PLN memang harus mempersiapkan SDM di daerah-daerah kepulauan agar pelayanan listrik dengan sumber energi surya ini dapat terus berkesinambungan tanpa harus digantikan energi fosil yang selalu berhadapan dengan aspek lingkungan.