Jakarta (ANTARA Lampung) - Kementerian Kesehatan menyatakan pasien yang selama ini menggunakan alat terapi kanker "Electro-Capacitive Cancer Therapy" (ECCT) diarahkan untuk mendapatkan pelayanan standar di delapan rumah sakit pemerintah.
"Tentu kami ingin memantau karena kami tidak bisa mengatakan bahwa alat ECCT ini semua berhasil, ada juga yang gagal dan itu harus kembali pada suatu penelitian yang baik dan benar," kata Plt Kabadan Litbangkes Kementerian Kesehatan Tritarayati dalam konferensi pers terkait riset klinik Edwar Technologi milik Warsito Purwo Taruno di kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu.
Ia menyatakan pihaknya ingin melindungi masyarakat sehingga pemerintah mendorong kepada pasien yang lama untuk kembali pada fasilitas kesehatan.
"Data yang masuk ke Kemenkes berimbang, jadi tak hanya yang berhasil tetapi yang gagal pun banyak setelah pasien menggunakan alat terapi tersebut," katanya.
Delapan rumah sakit yang ditunjuk pemerintah antara lain RS Hasan Sadikin, RS Dr Karyadi, RSCM, RS Sanglah, RS Persahabatan, RS Sardjito, RS Soetomo, dan RS Dharmais.
"Kenapa delapan rumah sakit? Apabila pasiennya ada di Yogyakarta maka dia tidak perlu jauh-jauh datang ke Jakarta, cukup ke RS Sardjito saja. Karena itu semua rumah sakit pemerintah, maka ada standar-standarnya. Tentu hal ini juga memberikan edukasi agar pasien kembali ke pelayanan konvensional," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, ia mengatakan hasil evaluasi tim review menunjukkan alat terapi kanker ECCT yang dikembangkan Warsito Purwo Taruno belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya.
Tim review tersebut terdiri dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Komite Penanggulangan Kanker Nasional.
"Penelitian ECCT akan dilanjutkan sesuai dengan kaedah pengembangan alat kesehatan sesuai standar," katanya.
Menurut Tritarayati, penelitian tersebut akan dikembangkan melalui "pipeline" pengembangan alat ECCT per-jenis kanker.
"Mulai dari pra-klinik sampai dengan klinik sesuai dengan kaedah cara uji klinik yang baik dengan difasilitasi dan disupervisi oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti," ucap Tritarayati yang juga Staf Ahli Menkes Bidang Medikolegal itu.
Sejak Desember 2015, Klinik Edwar Technology tidak menerima pasien baru untuk ditangani, namun pasien lama diperbolehkan untuk berkonsultasi.
Sementara itu, sang penemu alat ECCT dan ECTV dan pemilik klinik Edward Tech, Warsito Purwo Taruno mengatakan pendampingan dan pengawalan dari Kemenkes ini sudah sepatutnya dijalankan.
"Pendampingan dari dokter kami anggap sesuatu yang perlu (dilakukan) sejak awal dan memang sudah kami ajukan. Kami menerima semua yang menjadi arahan Kemenkes," kata lulusan pendidikan doktoral Teknik Elektro Shizouka University Jepang tersebut. (Ant)