Bandarlampung (ANTARA) - Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika atas nama Kepolisian Daerah (Polda) Lampung untuk kedua kalinya menerima penghargaan Pin Emas dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
"Penghargaan bergengsi ini merupakan pengakuan atas keberhasilan Polda Lampung dalam membongkar dan menumpas jaringan mafia tanah yang selama ini merugikan masyarakat," kata Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika, dalam keterangannya di Bandarlampung, Kamis.
Menurutnya, kejahatan pertanahan yang terungkap melibatkan berbagai modus, seperti penggunaan surat-surat palsu untuk menguasai lahan milik korban.
"Beberapa modus yang berhasil diungkap termasuk penggunaan surat kuasa palsu, surat keterangan adat palsu, hingga pemalsuan dokumen hibah dan sporadik ilegal," ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya kerja sama yang solid dengan berbagai pihak dalam memberantas mafia tanah.
“Kami terus berkomitmen untuk melindungi hak masyarakat dan memastikan kejahatan ini tidak dibiarkan merusak kepercayaan publik,” ujar Helmy.
Selama ini, Polda Lampung telah menunjukkan kinerja luar biasa dengan langkah-langkah konkret dalam memberantas kejahatan pertanahan.
Berkat pengungkapan berbagai kasus tersebut, aset masyarakat senilai sekitar Rp161 miliar berhasil diselamatkan.
Penghargaan Pin Emas itu diharapkan menjadi dorongan bagi Polda Lampung dan lembaga penegak hukum lainnya untuk terus bersinergi dalam menumpas kejahatan yang merugikan masyarakat.
Diharapkan, dengan penegakan hukum yang tegas, praktik mafia tanah di Lampung dapat segera dihentikan, memberikan rasa aman dan keadilan bagi seluruh warga.
Dalam acara tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid juga memberikan pernyataan penting.
Ia mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen dari persoalan sengketa tanah melibatkan oknum internal Kementerian ATR/BPN.
"Jika ingin memberantas mafia tanah, selain bekerja sama dengan kementerian atau lembaga lain, kami juga harus memperkuat sistem, meningkatkan kapabilitas, serta integritas sumber daya manusia dari internal BPN," ujarnya.
Nusron juga memaparkan bahwa 40 persen masalah sengketa tanah berasal dari eksternal, dengan 30 persen di antaranya melibatkan pemborong-pemborong tanah, dan 10 persen sisanya melibatkan oknum kepala desa, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta pelaku bisnis makelar dan perantara tanah yang sering disebut Bimantara atau Permata (Persatuan Makelar Tanah).
"Kami melakukan deteksi dini atau early warning system, jangan sampai konflik pertanahan ini mengganggu stabilitas ketahanan dan pertahanan nasional," kata Nusron pula.
Dengan kerja sama lintas instansi dan pembenahan sistem internal, diharapkan upaya pemberantasan mafia tanah bisa terus ditingkatkan demi melindungi hak-hak masyarakat.
Baca juga: AHY akan fokus percepat sertifikasi tanah dan pemberantasan mafia
Baca juga: Operasi Gebuk Mafia Tanah selamatkan potensi kerugian Rp6 triliun