Bandarlampung (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR Bambang Purwanto mengharapkan adanya percepatan penyelesaian dugaan kasus denda akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage) yang melibatkan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Dugaan kerugian demurrage muncul karena impor beras terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya barang impor.
"Sebagai wakil rakyat harus tergerak untuk mendorong aparat penegak hukum melakukan penyelidikan terkait demurrage impor beras," ujar Bambang dalam pernyataan di Bandarlampung, Minggu.
Ia menduga kasus tersebut muncul karena kemungkinan adanya proses pengadaan impor beras yang salah dan tidak efisien, sehingga kejadian tersebut justru berpotensi merugikan keuangan negara.
"Impor sudah sering dilakukan kenapa beda tentu ada yang salah sehingga tidak efisien," kata Bambang.
Dalam kesempatan ini, Bambang juga meminta adanya upaya dari pihak terkait untuk mengatasi kenaikan harga beras yang mulai terjadi di beberapa daerah agar harga-harga kebutuhan pangan kembali stabil.
Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie turut mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam pengadaan impor beras untuk mencegah terjadinya demurrage.
Menurut dia, kasus pengadaan impor beras yang diduga bermasalah tersebut, muncul karena belum ada akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tata kelola pengadaan beras, terutama dari luar negeri.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.