Bandarlampung (ANTARA) - Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Perwakilan Provinsi Lampung menyatakan realisasi pendapatan negara di daerah ini pada Februari 2024 telah mencapai Rp1,29 triliun.
"Pendapatan negara melalui APBN di periode Februari 2024 ini sudah terealisasi 11,54 persen dari target atau sudah sekitar Rp1,29 triliun," ujar Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Lampung Mohammad Dody Fachrudin di Bandarlampung, Sabtu.
Ia mengatakan pendapatan negara tersebut mulai mengalami peningkatan secara berkala di awal tahun 2024, dimana hingga Maret pekan ketiga telah kembali meningkat hingga mencapai Rp1,6 triliun.
"Jadi pendapatan APBN ini terus meningkat dari Februari hanya Rp1,29 triliun di pekan ketiga Maret sudah Rp1,6 triliun, hal ini menunjukkan sudah ada perbaikan dari sisi ekspor impor dan industri," ucap dia.
Ia menjelaskan diperkirakan perbaikan kinerja pendapatan negara akan terus berlangsung dan mulai stabil pada triwulan kedua 2024, salah satu penyebabnya adalah telah adanya panen raya untuk mendukung sektor pertanian sebagai sektor unggulan Lampung.
"Di triwulan dua sekitar Maret-April sudah membaik, karena sudah panen raya. Lalu tren ekspor impor, dan industri juga mulai stabil karena sudah selesai masa tunggu melihat situasi kondisi politik dalam negeri," ucap dia.
Sedangkan untuk belanja APBN di Februari 2024 sudah mencapai Rp5,26 triliun atau sudah 16,64 persen dari pagu sebesar Rp31 triliun.
"Belanja di Februari sudah mencapai Rp5,26 triliun, dan terakhir di pekan ketiga Maret sudah mencapai Rp6 triliun dari pagu Rp31 triliun," kata dia.
Menurut dia, belanja barang terutama untuk kebutuhan pemilihan umum menjadi salah satu pendongkrak realisasi belanja APBN di Februari.
"Dengan terus ada penyerapan belanja dan penerimaan APBN yang mulai cepat berlangsung ini cukup baik, sebab APBN bisa cepat terserap di awal tahun," tambahnya.
Ia melanjutkan meski penyerapan belanja dan pendapatan APBN terus berlangsung masih ada beberapa hal yang harus di waspadai seperti adanya risiko ketidakpastian global dimana ekspor di Januari mengalami penurunan 8,74 persen per bulan yang di sumbang dari penurunan sektor pertanian sebesar 8,74 persen dan pertambangan 40,66 persen.
Kemudian ada risiko fiskal dimana inflasi Lampung di Februari menjadi tertinggi ketiga nasional dengan nilai 3,28 persen dari tahun per tahun akibat kenaikan komoditas beras.
Lalu perlambatan bea keluar sebesar 79,10 persen dari tahun ke tahun akibat penurunan harga CPO di pasar global, dan masih perlu pengoptimalan pertumbuhan netto berbagai jenis pajak.
"Harapannya belanja makin cepat terserap dan pendapatan negara makin meningkat secara bertahap dari bulan per bulan untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi daerah. Dan kita juga harus tetap memperhatikan risiko-risiko yang terus diwaspadai untuk tetap menjaga ekonomi daerah," ujar dia.
Pendapatan negara di Lampung pada Februari capai Rp1,29 triliun
Dengan terus ada penyerapan belanja dan penerimaan APBN yang mulai cepat berlangsung ini cukup baik, sebab APBN bisa cepat terserap di awal tahun, tambahnya