Kupang (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan pendokumentasian bencana Tsunami Waiteba yang pernah terjadi di Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 18 Juli 1979.
"Dokumentasi tsunami 45 tahun yang lalu tersebut dilakukan untuk mengingatkan masyarakat umum dan khususnya masyarakat Lembata kepada bencana dahsyat tersebut demi kesiapsiagaan di masa mendatang," kata Pengamat Meteorologi dan Geofisika Ahli Muda BMKG Admiral Musa Julius ketika dihubungi dari Kupang, Rabu.
Ia menuturkan wilayah selatan Lembata pernah dilanda tsunami tanggal 18 Juli 1979. Kejadian tsunami itu terbilang langka karena tidak didahului gempa atau erupsi gunung berapi, melainkan terjadi karena longsoran dari komplek pegunungan Ile Werung.
Bencana itu pun menerpa pesisir selatan Kabupaten Lembata, tepatnya di Waiteba, Labala, dan Bobu, dengan jumlah korban di atas 500 jiwa.
Menurut Musa, dokumentasi terkait bencana tsunami sebelum kejadian Tsunami Aceh masih sangat minim, padahal banyak memakan korban jiwa. Kejadian bencana baru terdokumentasi dengan baik setelah Tsunami Aceh 2004.
Untuk itu, kata dia, BMKG menilai perlunya mendokumentasikan kembali kisah bencana tsunami itu dengan merekam penuturan saksi hidup yang mengalami langsung kejadian tersebut.
Data dan informasi dari hasil dokumentasi itu pun dapat menjadi pengingat bagi generasi yang lahir setelah tahun 1979 bahwa pernah terjadi bencana tsunami yang dahsyat di Lembata.
"Lembata memang berpotensi tsunami, mengingat di utara terdapat sesar busur belakang Flores dan di selatan terdapat Gunung Hobal yang berada di laut," ucapnya.
Pendokumentasian bencana Tsunami Waiteba itu telah dimulai dengan survei lapangan pada 5 hingga 8 Maret 2024.
Survei dilakukan pada lokasi dan titik-titik yang akan dijadikan lokasi perekaman penuturan kesaksian bencana Tsunami 1979 yakni Desa Loang, Ile Kimok, Waiteba, Leworaja, dan Atakore.
Tim BMKG melakukan survei dengan mengunjungi kepala-kepala desa di wilayah selatan, lalu meninggalkan formulir berisi pendataan profil saksi hidup. Selain itu tim khusus juga menerbangkan pesawat nirawak (drone) demi mendapatkan citra udara terkini situasi di kompleks longsoran.
Rencana selanjutnya, kata dia, tim BMKG akan merekam penuturan kesaksian bencana tsunami serta dokumen penting lainnya pada beberapa bulan mendatang demi merekonstruksi kronologi tsunami 1979.
"Rencananya kedatangan berikutnya dokumentasi dan wawancara terhadap saksi hidup akan dicocokkan di hari peringatan tanggal 18 Juli," ucapnya.
Hasil dari pendokumentasian bencana Tsunami Waiteba ini adalah buku dan video.
Musa berharap pendokumentasian yang baik nanti dapat menghasilkan data yang komprehensif terkait bencana tsunami di Lembata.