Hakim Tipikor Jakarta vonis mantan pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno 7 tahun penjara

id Angin Prayitno,Korupsi Pejabat Pajak,pencucian uang,gratifikasi

Hakim Tipikor Jakarta vonis mantan pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno 7 tahun penjara

Sidang pembacaan putusan terdakwa Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (P2) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2016–2019 Angin Prayitno Aji di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/8/2023). ANTARA/Fath Putra Mulya

Jakarta (ANTARA) - Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada terdakwa Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (P2) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2016–2019 Angin Prayitno Aji dalam perkara dugaan gratifikasi dan pencucian uang.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Angin Prayitno Aji dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," kata Hakim Ketua Fahzal Hendri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Angin Prayitno divonis pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp3.737.500.000,00.

Jika terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrah), kata Fahzal, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi membayar uang pengganti tersebut, dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun," sambung Fahzal.

Majelis hakim menyatakan Angin terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU RI No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 KUHP.

"Menyatakan terdakwa Angin Prayitno Aji telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua penuntut umum," kata Fahzal.

Hal-hal yang memberatkan, kata hakim, terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, terdakwa tidak merasa bersalah, dan tidak menunjukkan rasa penyesalan dalam perkara ini.

Sementara itu, hal-hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan di persidangan dan terdakwa selaku kepala rumah tangga mempunyai beban tanggung jawab terhadap terhadap istri dan anak-anaknya.



"Kami sudah berdiskusi dengan penasihat hukum kami, kami akan pikir-pikir untuk melaksanakan banding," kata Angin Prayitno atas putusan hakim.

Selain itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyatakan pikir-pikir terlebih dahulu untuk mengajukan banding.

"Oleh karena itu, putusan dalam perkara ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap," kata Fahzal.

Vonis hakim tersebut lebih ringan daripada tuntutan JPU KPK yang sebelumnya menuntut Angin Prayitno Aji 9 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.

"Menyatakan terdakwa Angin Prayitno Aji telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan pertama dan kedua," kata JPU KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/6).

Selain itu, Angin Prayitno juga dituntut oleh JPU KPK untuk membayar uang pengganti sejumlah uang kejahatan yang dinikmatinya, yakni sebesar Rp29.505.167.100,00.

"Jika terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika tidak mencukupi, dipidana penjara selama 2 tahun," kata JPU.

Angin sendiri adalah terpidana kasus penerimaan suap terkait dengan pemeriksaan pajak yang sudah dijatuhi vonis 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp3,375 miliar.