Pemukiman kawasan masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah di Tanah Air selama liburan sekolah.
"Kami bersama teman -teman ke sini merasa senang bisa mengunjungi Badui Dalam," kata Budiyanto, wisatawan dari Jakarta saat ditemui di pemukiman Badui, Minggu malam.
Kunjungan ke pemukiman Badui Dalam yakni Kampung Cibeo, Cikeusik dan Cikawartana
untuk kali pertama itu dilakukan bersama rombongan pelajar dari salah satu sekolah menengah di Jakarta.
Perjalanan menuju pemukiman Badui Dalam itu cukup melelahkan dan menguras tenaga banyak, karena kondisi jalan setapak yang melintasi kawasan yang curam, terjal dan tebing.
Rombongan itu berjalan kaki dari Terminal Ciboleger sebagai pintu pertama masuk Badui Dalam dengan menempuh perjalanan selama lima jam atau sekitar 20 kilometer.
"Kami ke Kampung Badui Dalam itu menginap satu hari pada hari Sabtu (15/7) dan kembali Minggu (16/7)," kata Budiyanto.
Menurut dia, selama perjalanan menuju pemukiman Badui Dalam cukup ramai dan kebanyakan pelajar.
Para wisatawan pelajar itu mereka keingintahuan kehidupan masyarakat Badui Dalam sehari-hari.
Dimana orang-orang Badui Dalam jika berpergian kemana pun selalu berjalan kaki dan berbeda dengan kehidupan Badui Luar yang sudah modern dan bisa menggunakan handphone android dan naik angkutan.
"Kami sekarang sudah mengetahui antara kehidupan adat warga Badui Dalam dan saBadui Luar tentu berbeda,"kata Budiyanto yang menyatakan sebagai pelajar SMA di Jakarta Selatan.
Begitu juga Zakaria, seorang tenaga pengajar di salah satu SMA di Kabupaten Lebak mengaku dirinya bersama rombongan kelas tiga mengunjungi kawasan pemukiman masyarakat Badui Dalam.
Mereka berjalan kaki sambil menikmati panorama alam di Pegunungan Kendeng sebagai tempat tinggal masyarakat Badui.
"Kami ke Badui Dalam itu untuk mengisi hari libur sekolah dan Senin (17/7) sudah masuk kembali belajar," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, dirinya menikmati panorama alam pemukiman kawasan Badui yang masih asri dan lestari dengan pepohonan hijau, juga topografinya perbukitan, pegunungan dan banyak ditemukan jalan curam dan tebing.
Selama ini, kondisi pemukiman Badui tidak terdapat jalan aspal maupun kendaraan roda dua dan roda, sehingga berjalan kaki melelahkan juga menyehatkan.
"Kami berjalan kaki menempuh perjalanan selama lima jam ke Badui Dalam cukup senang dan mengasyikkan," katanya menjelaskan.
Sementara itu, tetua adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan selama liburan sekolah pemukiman kawasan Badui ramai dikunjungi wisatawan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat adat.
Dimana kawasan Badui itu terdapat pelaku usaha micro kecil dan menengah (UMKM), sehingga banyak wisatawan membeli aneka kerajinan untuk oleh-oleh,seperti kain tradisional, tas koja, baju kampret, lomar, suvernir, batik Badui, dan lainnya.
Mereka pelaku UMKM itu dipastikan terbantu pendapatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Badui.
"Kami meyakini dengan banyak kunjungan wisatawan ke sini tentu dapat menggulirkan uang hingga jutaan rupiah di kawasan permukiman Badui," kata Jaro Saija.
Kunjungan ke pemukiman Badui Dalam yakni Kampung Cibeo, Cikeusik dan Cikawartana
untuk kali pertama itu dilakukan bersama rombongan pelajar dari salah satu sekolah menengah di Jakarta.
Perjalanan menuju pemukiman Badui Dalam itu cukup melelahkan dan menguras tenaga banyak, karena kondisi jalan setapak yang melintasi kawasan yang curam, terjal dan tebing.
Rombongan itu berjalan kaki dari Terminal Ciboleger sebagai pintu pertama masuk Badui Dalam dengan menempuh perjalanan selama lima jam atau sekitar 20 kilometer.
"Kami ke Kampung Badui Dalam itu menginap satu hari pada hari Sabtu (15/7) dan kembali Minggu (16/7)," kata Budiyanto.
Menurut dia, selama perjalanan menuju pemukiman Badui Dalam cukup ramai dan kebanyakan pelajar.
Para wisatawan pelajar itu mereka keingintahuan kehidupan masyarakat Badui Dalam sehari-hari.
Dimana orang-orang Badui Dalam jika berpergian kemana pun selalu berjalan kaki dan berbeda dengan kehidupan Badui Luar yang sudah modern dan bisa menggunakan handphone android dan naik angkutan.
"Kami sekarang sudah mengetahui antara kehidupan adat warga Badui Dalam dan saBadui Luar tentu berbeda,"kata Budiyanto yang menyatakan sebagai pelajar SMA di Jakarta Selatan.
Begitu juga Zakaria, seorang tenaga pengajar di salah satu SMA di Kabupaten Lebak mengaku dirinya bersama rombongan kelas tiga mengunjungi kawasan pemukiman masyarakat Badui Dalam.
Mereka berjalan kaki sambil menikmati panorama alam di Pegunungan Kendeng sebagai tempat tinggal masyarakat Badui.
"Kami ke Badui Dalam itu untuk mengisi hari libur sekolah dan Senin (17/7) sudah masuk kembali belajar," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, dirinya menikmati panorama alam pemukiman kawasan Badui yang masih asri dan lestari dengan pepohonan hijau, juga topografinya perbukitan, pegunungan dan banyak ditemukan jalan curam dan tebing.
Selama ini, kondisi pemukiman Badui tidak terdapat jalan aspal maupun kendaraan roda dua dan roda, sehingga berjalan kaki melelahkan juga menyehatkan.
"Kami berjalan kaki menempuh perjalanan selama lima jam ke Badui Dalam cukup senang dan mengasyikkan," katanya menjelaskan.
Sementara itu, tetua adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan selama liburan sekolah pemukiman kawasan Badui ramai dikunjungi wisatawan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat adat.
Dimana kawasan Badui itu terdapat pelaku usaha micro kecil dan menengah (UMKM), sehingga banyak wisatawan membeli aneka kerajinan untuk oleh-oleh,seperti kain tradisional, tas koja, baju kampret, lomar, suvernir, batik Badui, dan lainnya.
Mereka pelaku UMKM itu dipastikan terbantu pendapatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Badui.
"Kami meyakini dengan banyak kunjungan wisatawan ke sini tentu dapat menggulirkan uang hingga jutaan rupiah di kawasan permukiman Badui," kata Jaro Saija.