Bandarlampung (ANTARA) - Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Fatah Sulaiman mengatakan bahwa ditanyai Komisi Pemilihan Korupsi (KPK) seputar kebijakan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)--Wilayah Barat.
"Ya saya dipanggil sebagai saksi dalam kasus yang menjerat rektor nonaktif Unila," katanya, usai menjadi saksi saksi dalam penyidikan kasus yang menjerat Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani (KRM), di Mapolresta Bandarlampung, Jumat.Ia mengungkapkan bahwa kehadirannya tersebut sebagai Ketua Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat yang dianggap mengetahui terkait kebijakan-kebijakan umum penyelenggaraan SNMPTN--Wilayah Barat tahun 2022.
"Ya baru ditanya terkait kebijakan umum saja SNMPTN--Wilayah Barat saja oleh KPK," ungkap dia.
Dia pun menegaskan siap dipanggil lagi oleh KPK sebagai saksi apabila memang masih dibutuhkan keterangan darinya.
"Ini kan baru sekali dipanggil. Mungkin saya akan dipanggil lagi, yang pasti sebagai saksi saya siap dan mendukung KPK," ujarnya.
Ia pun berpesan kepada Rektor-Rektor Perguruan Tinggi di Indonesia untuk mengambil hikmah dari kasus yang menjerat rektor nonaktif Unila Karomani.
"Kasus rektor nonaktif Unila harus menjadi pelajaran buat semua pimpinan perguruan tinggi negeri, saya kira kita harus ambil hikmahnya," ucap dia.
Hari ini, bertempat di Polresta Bandarlampung, tim penyidik KPK menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi terkait kasus korupsi suap penerimaan calon mahasiswa baru di Unila.
Selain Fatah Sulaiman, KPK juga memanggil enam saksi lainnya, yaitu Kepala Biro Akademik Unila Hero Satrian Arief, Wakil Ketua Penerimaan Mahasiswa Baru Unila 2022 Nandi Haerudin, Wakil Dekan Bagian Umum dan Keuangan FISIP Unila Arif Sugiono, sekretaris penerimaan mahasiswa baru Unila 2022 Hery Dian Septama, koordinator sekretariatan penerimaan mahasiswa baru Unila 2022 Karyono, dan pegawai honorer Unila Destian.
KPK telah menetapkan empat tersangka terdiri dari tiga orang selaku penerima suap, yakni Karomani (KRM), Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB). Sedangkan pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi (AD).