Jakarta (ANTARA LAMPUNG) - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Mulyono mengungkapkan, tim Ekspedisi NKRI Koridor Papua Bagian Selatan 2017 menemukan suku baru di Provinsi Papua, yakni Suku Digi yang berada di kawasan pegunungan Bintang.
"Salah satu hal menonjol yang dihasilkan oleh Tim Ekspedisi adalah ditemukannya lokasi permukiman masyarakat Suku Digi. Mereka belum mengenal bahasa Indonesia, mata uang Rupiah dan pemerintahan Republik Indonesia," kata Kasad dalam sambutannya pada penutupan Ekspedisi NKRI Koridor Papua Bagian Selatan 2017 melalui upacara militer di Lapangan Mako Kopassus, Cijantung. Jakarta Timur, Jumat pagi.
Hal itu, kata Mulyono, menjadi perhatian bersama dan berharap temuan ini akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi pemerintah, karena ternyata apa yang menjadi prioritas pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran, sangat relevan dengan temuan tim ekspedisi tahun 2017 ini.
Suku Digi yang hanya 15 kepala keluarga (KK) ini berada berdekatan langsung dengan Papua New Guinea (PNG).
Jenderal bintang empat ini meminta kepada Komandan Korem setempat atau minimal pos perbatasan yang dekat Kampung Suku Digi melalukan pendekatan dengan mereka, melakukan pembinaan dan menyampaikan tentang ke-Indonesia-an dan wawasan kebangsaan.
"Transportasi ke sana sangat sulit. Belum ada kendaraan bisa masuk, yang hanya bisa menempuh ke sana melalui udara," kata Kasad.
Ke depan, lanjut dia, secara bertahap akan diberikan masukan kepada pemerintah daerah dan pusat agar menyentuh suku tersebut. Karena mereka juga saudara kita setanah air, ujarnya.
Ia juga menerima laporan bahwa, Ekspedisi ini telah melaksanakan penjelajahan wilayah hutan, gunung, rawa, laut, sungai, pantai dan penjelajahan di wilayah perbatasan RI-PNG sepanjang 2.940 km.
Tim ekspedisi, lanjut Kasad, mendapatkan berbagai data antara lain ditemukannya 896 spesies flora, 1.090 spesies fauna baru, 316 data daerah yang mengalami kerusakan hutan, 160 data geologi, 206 data potensi bencana dan 754 data terkait sosial budaya serta potensi tambang.
Selama kegiatan ekspedisi, tim juga melaksanakan Pengabdian Masyarakat, melalui pembangunan infrastruktur secara fisik dan berbagai kegiatan non fisik.
"Hasil temuan ini akan diserahkan kepada Kementerian dan lembaga terkait untuk menindaklanjuti," katanya.
Pada tahun 2017 ini, Ekspedisi NKRI yang digelar di wilayah Papua Bagian Selatan tetap mengusung tema yang sama yaitu "Peduli Masyarakat dan Lestarikan Alam Indonesia".
"Melalui Ekspedisi NKRI ini, diharapkan menumbuhkan rasa cinta tanah air, membangkitkan kesadaran bela Negara dan wawasan kebangsaan, menggugah kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian alam, serta meningkatkan akses perhubungan, komunikasi dan perekonomian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Jenderal bintang empat ini.
Ekspedisi 2017 merupakan ekspedisi ke tujuh, sebelumnya digelar ekspedisi di Bukit Barisan 2011, Khatulistiwa 2012, Sulawesi 2013, Maluku dan Maluku Utara 2014, Nusa Tenggara dan Bali 2015 dan Papua Barat 2016.
"Kegiatan Ekspedisi NKRI Koridor Papua Bagian Selatan ini melibatkan 1197 orang peserta dari pusat maupun daerah dari berbagai elemen bangsa, dari TNI, Polri, para Ahli (Peneliti), Mahasiswa (Akademisi), Pemda dan Masyarakat," katanya.
Kasad Jenderal TNI Mulyono menambahkan, Ekspedisi NKRI Koridor Papua Bagian Selatan berlangsung selama tiga bulan, dimulai 3 Agustus sampai dengan 22 November 2017.
Peserta Ekspedisi NKRI di sebar dalam 5 (Lima) Subkorwil, yakni SubkorwiI-1IAsmat di Kabupaten Asmat, Subkorwil-Z/Mappi di Kabupaten Mappi, Subkorwil-S/Merauke di Kabupaten Merauke, SubkorwiM/Mindiptana di Kabupaten Boven Digoel dan subkomiI-5/Tanah merah di Kabupaten Boven Digoel.
Acara dimeriahkan aksi terjun payung oleh prajurit Kopassus, demo beladiri Yongmoodo serta persembahan tarian Yospan dan Sajojo dilanjutkan mengunjungi pameran hasil temuan Ekspedisi NKRI Koridor Papua Bagian Selatan 2017.
Di tempat yang sama, inisiator ekspedisi NKRI, Letjen (Purn) Suryo Prabowo berharap agar ekspedisi NKRI ini terus berjalan dan bisa dilaksanakan ke wilayah Sumatera kembali, karena di wilayah itu belum semuanya di jelajah.
"Kita inginnya kembali ke awal (ekspedisi Bukit Bariasan). Ini akan menjadi bahan evaluasi, apakah temuan tujuh tahun yang lalu betul-betul ditindaklanjuti institusi terkait atau tidak. Setiap tujuh tahun kita kontrol, sehingga pemerintah bisa menjadikan ekspedisi ini alat kontrol disamping bisa melihat program mana saja yang sudah berjalan," kata Suryo.
(ANTARA)