Bandarlampung (ANTARA) - Polres Lampung Tengah menyatakan masih terus mendalami dugaan penyelewengan atau korupsi bantuan pangan oleh lurah atau kepala kampung Gunung Agung, Lampung Tengah, usai insiden perusakan dan pembakaran rumah.
"Dugaan kerusuhan di Gunung Agung ini, memang ada indikasi dari korupsi yang dilakukan kepala kampung terhadap bantuan sosial atau bantuan pangan yang tidak tersalurkan kepada keluarga penerima manfaat," kata Kepala Satreskrim Polres Lampung Tengah, Inspektur Satu (Iptu) Pande Putu Yoga Mahendra, dihubungi dari Bandarlampung, Rabu.
Sebelumnya pada Sabtu (17/5) terjadi kerusuhan di Kampung Gunung Agung, Kecamatan Terusan Nyunyai, Kabupaten Lampung Tengah, di mana warga membakar dan merusak rumah kepala kampung setelah adanya perkelahian yang berimbas pada tewasnya satu orang warga.
Perkelahian yang mengakibatkan satu orang tewas tersebut diduga dipicu oleh ketidakpuasan warga karena adanya dugaan penyelewengan bantuan pangan oleh kepala kampung setempat.
Iptu Pande mengatakan bahwa hingga saat ini pihak kepolisian masih terus menyelidiki kasus tersebut dengan telah memanggil dan memintai keterangan dari saksi-saksi terkait.
"Berdasarkan hasil penyelidikan yang kami lakukan, di Kampung Gunung Agung terdapat 1.000 lebih keluarga penerima manfaat dari bantuan sosial tersebut. Mereka ini yang kami panggil untuk dimintai keterangan," kata dia.
Ia mengatakan bahwa pihak kepolisian sudah memanggil 500 orang yang berkaitan dengan dugaan kasus korupsi bansos ini, namun yang hadir memenuhi panggilan baru 200 orang.
"Kami juga sudah meminta data, baik dari Bulog maupun Kantor Pos, terkait data penerima bantuan sosial ini," kata dia.
Ia pun mengatakan terkait dugaan penyelewengan bantuan sosial di Kampung Gunung Agung yang diduga menjadi salah satu penyebab kerusuhan di sana, nantinya akan diasistensi oleh Polda Lampung dalam pengungkapannya.
"Berdasarkan data yang kami himpun sementara, dugaan korupsi bansos beras tersebut dilakukan dengan cara menjual bantuan pemerintah itu ke wilayah lain," kata dia.
Ia mengatakan, beras bansos tersebut seharusnya dibagikan kepada masyarakat, dan justru dijual sebanyak 10 ton dan uang hasil penjualan dipakai secara pribadi.
"Masyarakat seharusnya mendapatkan 10 kg, tetapi ada masyarakat yang tidak mendapatkan sama sekali beras bantuan itu, namun nama mereka terdata di penerima manfaat," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polres Lampung Tengah dalami dugaan korupsi usai insiden Gunung Agung