Ratusan WNI di Malaysia ditangkap, KBRI belum dapat notifikasi

id Wni ditangkap di malaysia,kementerian luar negeri,kemlu RI,imigrasi malaysia

Ratusan WNI di Malaysia ditangkap, KBRI belum dapat notifikasi

Arsip foto - Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) berjalan menuju bus setibanya dari Malaysia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/2/2023). Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur bekerja sama dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Baru memulangkan 61 WNI yang ditangkap akibat tinggal secara ilegal di pemukiman dalam sebuah perkebunan di wilayah Nilai Springs, Negeri Sembilan, Malaysia. ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.

Warga negara asing ini diyakini menyewa permukiman ini dari warga lokal, yang juga menyediakan listrik

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri menyatakan KBRI Kuala Lumpur belum menerima notifikasi kekonsuleran terkait penangkapan sekitar 130 WNI di Shah Alam, Malaysia.

"Sekitar 130 WNI ditangkap oleh Imigrasi Malaysia dalam operasi gabungan penyerbuan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) di Shah Alam, pada 18 Februari pagi," kata Juru Bicara Kemlu RI Lalu Muhamad Iqbal melalui pesan singkat, Senin.

Berdasarkan informasi dari laman media sosial Imigrasi Malaysia, 130 WNI yang ditangkap itu terdiri atas 76 laki-laki, 41 perempuan, dan 13 anak-anak, termasuk bayi yang baru berusia sembilan bulan.

Iqbal memastikan segera setelah menerima notifikasi kekonsuleran, KBRI Kuala Lumpur akan memberikan bantuan kekonsuleran, termasuk upaya percepatan pemulangan bagi para WNI yang termasuk dalam kelompok rentan.

Imigrasi Malaysia menyebut operasi dilakukan di permukiman ilegal di dekat perkebunan kelapa sawit di Shah Alam, di mana mereka juga menangkap dua warga negara Bangladesh.

Wakil Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia Jafri Embok Taha mengatakan permukiman itu telah berdiri selama empat tahun terakhir dan dilengkapi dengan listrik.

"Warga negara asing ini diyakini menyewa permukiman ini dari warga lokal, yang juga menyediakan listrik. Ketua kampung di sini menyebut mereka membayar sekitar 6.000 ringgit Malaysia (sekitar Rp19,6 juta) per bulan untuk menyewa 0,6 hektare lahan," kata Taha, seperti dilaporkan Bernama.

Dia mengatakan sebagian warga asing yang tinggal di permukiman ilegal tersebut bekerja di bidang jasa pembersihan, restoran, dan konstruksi.

Mereka semua disebut tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah dan telah melebihi izin tinggal di Malaysia.