Kasus penipuan catut nama Polda Bali dan PPATK dibongkar Polda DIY

id Polda DIY,penipuan,PPATK,Polda Bali

Kasus penipuan catut nama Polda Bali dan PPATK dibongkar Polda DIY

Direskrimsus Polda DIY Kombes Idham Mahdi menunjukkan barang bukti saat konferensi pers di Mapolda DIY, Sleman, Rabu (29/3/2023) (ANTARA/Luqman Hakim)

Yogyakarta (ANTARA) - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Daerah Istimewa Yogyakarta membongkar kasus penipuan yang mencatut nama institusi Polda Bali dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Direskrimsus Polda DIY Kombes Idham Mahdi saat konferensi pers di Mapolda DIY, Sleman, Rabu, mengatakan korban dalam kasus itu adalah seorang dosen berinisial I, warga Yogyakarta yang sempat mentransfer uang hingga Rp710 juta ke rekening komplotan penipu.

"Korbannya (bergelar) doktor, seorang dosen," kata Idham.

Menurut dia, komplotan penipu sempat mengarang cerita dan menyebutkan bahwa rekening milik korban masuk dalam daftar rekening yang digunakan untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.

Korban melaporkan kejadian itu ke Polda DIY pada 9 Maret 2023 terkait dugaan kasus tindak pidana informasi dan transaksi elektronik.

Polisi kemudian meringkus sebanyak enam tersangka dengan dua di antaranya warga negara asing (WNA).

Enam tersangka tersebut berinisial AW dan NL warga Kecamatan Tegalsari, Kota Surabaya, DT alias A warga Mempawah Ilir, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, VN warga Kecamatan Ilir Timur, Kota Palembang, Sumatera Selatan, serta dua WNA berinsial ZQB dan YSX asal Taiwan.

Dalam kasus itu, jelas Idham, korban mulanya dihubungi komplotan penipu melalui telepon rumah pada 22 Februari 2023 sekira pukul 07.53 WIB.

"Setelah pelapor (korban) mengangkat telepon kemudian terdengar suara mesin yang memberitahukan bahwa nomor telepon rumah milik pelapor telah menunggak pembayaran dan akan dilakukan pemblokiran," papar Idham.

Melalui sambungan telepon itu muncul perintah agar korban menekan angka 1 untuk berbicara dengan seseorang yang berperan sebagai customer service (CS).

Setelah korban menekan angka 1, terdengar suara seorang wanita dengan logat bahasa Indonesia lugas yang mengaku sebagai "CS" mengatakan bahwa korban memiliki tagihan telepon rumah sebesar Rp2.356.000.

Selanjutnya seseorang yang mengaku sebagai "CS" tersebut mengatakan bahwa nomor tersebut menggunakan data pribadi atas nama korban yang teregistrasi sejak 7 Desember 2022 dengan keterangan "CS" beralamat di Sidakarya, Denpasar Selatan.

"Seseorang yang mengaku sebagai 'CS' (seolah) berniat membantu kemudian menghubungkan pelapor untuk berkomunikasi dengan penyidik Polda Bali," ujar dia.

Saat dihubungkan lewat telepon dengan orang yang mengaku Iptu B, korban lalu diarahkan untuk membuat laporan dan kemudian membuat Laporan Polisi dengan Nomor : LP / 20 / II / 2023 / SPKT/Satgas, terkait penggunaan identitas korban.

Percakapan tersebut, ujar Idham, dialihkan kepada atasan penyidik Iptu B, dan terdengar suara laki-laki yang berbeda yang mengaku sebagai atasan Iptu B.

Orang yang mengaku atasan Iptu B selanjutnya mengecek nomor dan alamat yang diberikan korban.

"Pelapor diberi tahu bahwa ternyata rekeningnya masuk dalam daftar rekening yang digunakan untuk melakukan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka Mama Ina/Agustina," ucap Idham.

Seseorang yang mengaku Iptu B lalu meminta nomor Whatsapp (WA) korban dan mengatakan akan melakukan "video call" melalui WA.

Sekitar pukul 09.06 WIB muncul panggilan video pada WA korban.

"Setelah pelapor mengangkat kemudian muncul gambar seorang laki-laki menggunakan seragam polisi sedang berada di dalam ruangan dengan dinding warna putih dan terlihat pintu kaca dengan posisi yang terlihat bagian perut sampai kepala," kata dia.

Orang yang mengaku bernama Iptu B itu lantas menginterogasi korban melalui panggilan video atas keterkaitan rekening korban.

Karena rekeningnya disebut terkait dengan tindak pidana pencucian uang, Iptu B mengatakan bahwa korban akan dihubungkan dengan petugas PPATK.

Percakapan itu, menurut Idham, kemudian beralih dengan seorang wanita yang mengaku petugas PPATK bernama F tanpa menampakkan bagian badannya dan hanya terlihat hitam di layar HP korban.

Saat F bertanya berapa banyak rekening yang dimiliki, korban mengatakan punya tiga rekening.

Karena disebut terlibat dalam tindak pidana pencucian uang, F mengatakan dua dari tiga rekening bank milik korban harus diaudit dengan cara saldo yang ada di dalam rekening dipindahkan ke rekening pengawasan.

"Pelapor terkena bujuk F sehingga akhirnya mengirimkan uang sebesar Rp710 juta ke rekening pengawasan yang telah disebutkan F," kata Idham Mahdi.

Menurut Idham, polisi berhasil meringkus komplotan penipu tersebut beserta sejumlah barang bukti setelah melakukan penelusuran melalui rekening yang digunakan.

"Saat ini kami terus mengembangkan terkait korban-korban yang lain, kemudian modus operandi yang dilakukan para pelaku," kata dia.

Polisi menjerat enam tersangka tersebut dengan Pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal Jo pasal 55, 56 KUHP, dan/atau pasal 378 KUHP Jo pasal 55, 56 KUHP dan/atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian.