Kota Bengkulu (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu akan memeriksa 200 orang terkait kasus dugaan korupsi pembebasan lahan dan biaya ganti rugi tanam tumbuh lahan pembangunan Jalan Tol Bengkulu - Taba Penanjung 2019-2020.
"Seluruh orang yang terlibat dalam pembebasan lahan, seperti penerima uang, pemberi uang, dan lainnya akan kami lakukan pemeriksaan," kata Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Bengkulu Danang Prasetyo di Kota Bengkulu, Sabtu.
Ia menyebutkan bahwa saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi yang memiliki latar belakang berbeda, seperti kepala desa, masyarakat pemilik lahan, dan masih banyak lagi.
Dalam kasus pembebasan lahan tersebut diduga ada kelebihan bayar (penggelembungan) dengan modus penambahan biaya pada komponen bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP) dan biaya notaris yang seharusnya tidak termasuk dalam komponen pembebasan lahan.
Untuk lokasi dugaan indikasi kasus korupsi ganti rugi tanam tumbuh tersebut berada di beberapa titik sepanjang lahan di area pembangunan Jalan Tol Tahap Pertama Bengkulu-Taba Penanjung.
Diketahui, tim penilai harga tanah atau pembebasan lahan berasal dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen dari Jakarta.
Untuk tugas tim penilai berbeda-beda, seperti tim A melakukan perhitungan terkait luas lahan dan bangunan, tim B bertugas menghitung tanam tumbuh, dan KJPP bertugas sebagai penilai nonfisik yang menghitung semuanya.
Sebelumnya, dana pembebasan lahan atau ganti rugi tanam tumbuh di wilayah pembangunan Jalan Tol Tahap Pertama Bengkulu-Taba Penanjung 2019-2020 berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Kementerian PUPR dengan anggaran yang dikeluarkan untuk biaya pembebasan lahan mencapai Rp200 miliar.
"Untuk kerugian negara yang ditimbulkan akibat pembebasan lahan tersebut hingga saat ini masih dihitung, namun mencapai miliaran rupiah," ujar Danang.