Ajang Running Indonesia Archipelago 2020 dinilai sukses gali destinasi wisata
Ini menjadi sport tourism secara virtual
Jakarta (ANTARA) - Ajang Running Indonesia Archipelago 2020 dinilai sukses menggali dan menyingkap keindahan ribuan destinasi wisata dalam setiap kilometer jarak yang ditempuh peserta lomba lari secara virtual sejauh 8.841 km pada 18 Juli - 18 Agustus 2020 dalam rangka memperingati HUT ke-74 Kemerdekaan RI.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kemenparekraf/Baparekraf, Rizki Handayani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, mengungkapkan lomba lari menjadi segmen wisata olahraga yang bisa menunjukkan potensi destinasi Indonesia dan dilihat banyak orang.
“Meskipun tahun ini digelar dengan cara yang berbeda karena di tengah pandemi sehingga dilaksanakan secara virtual dan online. Ke depan kami berharap ini bisa digelar lagi,” kata Rizki Handayani yang hadir dalam jumpa pers daring tersebut bersama beberapa peserta lomba di antaranya Slamet Widodo, Charles Kaimana, dan Mila Marlina.
Rizki mengatakan berlari secara virtual sudah cukup populer di kalangan penyuka olahraga lari dan pihaknya mendukung terselenggaranya Running Indonesia Archipelago 2020 sebagai lomba lari alternatif dan unik yang menjelajahi wisata di Indonesia sekaligus menggabungkan olahraga.
“Ini menjadi sport tourism secara virtual, kami pun berharap event ini menumbuhkan semangat para pecinta olahraga lari untuk dapat mengunjungi destinasi secara langsung setelah pandemi berakhir sehingga rantai ekonomi yang sempat terputus karena COVID-19, dapat hidup kembali” kata Rizki Handayani.
Baca juga: Menpora menilai Indonesia kurang serius garap Sport Tourism
Santih Gunawan, dari Getfit Organizer yang memiliki gagasan dan penyelenggara lomba lari tersebut mengatakan lomba lari ini adalah lomba beregu dimana 1 tim terdiri 8-10 orang pelari, dan terdapat 3 tim yang berlomba dengan jumlah peserta 28 orang.
“Artinya 1 pelari harus menyelesaikan jarak 884-1.105 km selama 32 hari. Berlari mulai dari titik nol Sabang sampai titik nol Merauke. Larinya tetap di daerah masing-masing dengan memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku tapi hasil pencapaian jarak tempuh tiap hari akan di mapping melalui google maps di peta kepulauan Indonesia, sehingga seolah-olah pelari berlari menjelajah kepulauan Indonesia,” kata Santih.
Bahkan kata dia, ada tim yang bertugas mengulik spot wisata secara khusus dan diinformasikan kepada pelari.
“Foto lalu posting di media sosial, tujuannya supaya setelah pandemi mereka punya wish list akan pergi ke destinasi-destinasi yang dilewati,” katanya.
Sementara sesuai aturan panitia, waktu lari hanya diizinkan mulai dari jam 4 pagi sampai jam 10 malam.
Pelari dari Tim Merajut Indonesia Slamet Widodo mengatakan dirinya dalam setiap hari berlari sejauh 30 km selama 6 hari.
“Saya lari 1.501 km untuk kelas individu atau sekitar 46 km per hari. Saya lakukan sebelum berangkat kerja selalu disempatkan lari. Kemudian sepulang kerja di-push lagi,” katanya.
Sementara pelari dari Tim Crazy Runner Charles Kaimana mengatakan tantangan dalam mengikuti lomba lari virtual bukan di lombanya tetapi mental karena dituntut untuk selalu konsisten.
Sedangkan pelari perempuan Mila Marlina mengaku sejak awal memang punya rencana ikut untuk bisa Lintas Sumbawa, sebagai salah satu race yang dinilai paling ekstrem. Ia pun mampu lari 30 km per hari dan total sukses menempuh 1.108 km.
Baca juga: Chris Jhon Foundation mendorong "sport tourism"
Baca juga: Mandiri Nusa Dua International Run 2019 angkat potensi "sport tourism" di Bali
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kemenparekraf/Baparekraf, Rizki Handayani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, mengungkapkan lomba lari menjadi segmen wisata olahraga yang bisa menunjukkan potensi destinasi Indonesia dan dilihat banyak orang.
“Meskipun tahun ini digelar dengan cara yang berbeda karena di tengah pandemi sehingga dilaksanakan secara virtual dan online. Ke depan kami berharap ini bisa digelar lagi,” kata Rizki Handayani yang hadir dalam jumpa pers daring tersebut bersama beberapa peserta lomba di antaranya Slamet Widodo, Charles Kaimana, dan Mila Marlina.
Rizki mengatakan berlari secara virtual sudah cukup populer di kalangan penyuka olahraga lari dan pihaknya mendukung terselenggaranya Running Indonesia Archipelago 2020 sebagai lomba lari alternatif dan unik yang menjelajahi wisata di Indonesia sekaligus menggabungkan olahraga.
“Ini menjadi sport tourism secara virtual, kami pun berharap event ini menumbuhkan semangat para pecinta olahraga lari untuk dapat mengunjungi destinasi secara langsung setelah pandemi berakhir sehingga rantai ekonomi yang sempat terputus karena COVID-19, dapat hidup kembali” kata Rizki Handayani.
Baca juga: Menpora menilai Indonesia kurang serius garap Sport Tourism
Santih Gunawan, dari Getfit Organizer yang memiliki gagasan dan penyelenggara lomba lari tersebut mengatakan lomba lari ini adalah lomba beregu dimana 1 tim terdiri 8-10 orang pelari, dan terdapat 3 tim yang berlomba dengan jumlah peserta 28 orang.
“Artinya 1 pelari harus menyelesaikan jarak 884-1.105 km selama 32 hari. Berlari mulai dari titik nol Sabang sampai titik nol Merauke. Larinya tetap di daerah masing-masing dengan memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku tapi hasil pencapaian jarak tempuh tiap hari akan di mapping melalui google maps di peta kepulauan Indonesia, sehingga seolah-olah pelari berlari menjelajah kepulauan Indonesia,” kata Santih.
Bahkan kata dia, ada tim yang bertugas mengulik spot wisata secara khusus dan diinformasikan kepada pelari.
“Foto lalu posting di media sosial, tujuannya supaya setelah pandemi mereka punya wish list akan pergi ke destinasi-destinasi yang dilewati,” katanya.
Sementara sesuai aturan panitia, waktu lari hanya diizinkan mulai dari jam 4 pagi sampai jam 10 malam.
Pelari dari Tim Merajut Indonesia Slamet Widodo mengatakan dirinya dalam setiap hari berlari sejauh 30 km selama 6 hari.
“Saya lari 1.501 km untuk kelas individu atau sekitar 46 km per hari. Saya lakukan sebelum berangkat kerja selalu disempatkan lari. Kemudian sepulang kerja di-push lagi,” katanya.
Sementara pelari dari Tim Crazy Runner Charles Kaimana mengatakan tantangan dalam mengikuti lomba lari virtual bukan di lombanya tetapi mental karena dituntut untuk selalu konsisten.
Sedangkan pelari perempuan Mila Marlina mengaku sejak awal memang punya rencana ikut untuk bisa Lintas Sumbawa, sebagai salah satu race yang dinilai paling ekstrem. Ia pun mampu lari 30 km per hari dan total sukses menempuh 1.108 km.
Baca juga: Chris Jhon Foundation mendorong "sport tourism"
Baca juga: Mandiri Nusa Dua International Run 2019 angkat potensi "sport tourism" di Bali