TNBBS ajak para pihak aktif dukung pelestarian harimau sumatera
Kemerdekaan merupakan hak seluruh makhluk yang ada di dunia, termasuk harimau sumatera
Tanggamus, Lampung (ANTARA) - Berkaitan peringatan Hari Harimau Sedunia Tahun 2020, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) mengajak para pihak aktif dalam mendukung pelestarian harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang masih menghadapi berbagai ancaman pada habitatnya, agar dapat terlindungi dengan baik.
Dalam rilis diterima di Bandarlampung, Jumat, disebutkan Lampung memiliki keragaman hayati tinggi yang terletak pada dua kawasan konservasi, yaitu bentang alam TNBBS dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).
Khusus TNBBS, menurut Ismanto SHut MP, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Besar TNBBS, taman nasional ini memiliki catatan kepadatan populasi harimau yang tergolong tinggi.
Selain itu, bentang alam di bagian selatan TNBBS, yaitu wilayah kolaborasi TNBBS dan Tambling Wildlife Conservation Nature (TWNC), juga merupakan relung bagi harimau sumatera dengan kepadatan tinggi.
Namun, keberadaan harimau sumatera di kawasan ini masih dihadapkan pada berbagai ancaman, di antaranya adanya aktivitas perburuan, perdagangan ilegal, perambahan, pembalakan liar, dan konflik dengan manusia.
Dalam rangka merayakan Hari Harimau Sedunia atau Global Tiger Day yang jatuh setiap tanggal 29 Juli, Balai Besar TNBBS bekerja sama dengan Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP), Sumatran Tiger Project GEF-UNDP, Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI), Yayasan Badak Indonesia (YABI), dan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) menyelenggarakan live talkshow dengan berbagai pihak. di Kotaagung, Tanggamus, Selasa (18/8).
Tahun ini, talkshow itu bertajuk “17 Agustus, Harimau, dan Kemitraan Konservasi" yang bertujuan untuk menginformasikan kepada publik terkait integrasi upaya yang telah dilakukan oleh para pihak di TNBBS, mempromosikan peran aktif para pihak dan instansi terkait dalam memberikan kontribusi nyata untuk perlindungan harimau sumatera dan habitatnya, dan meningkatkan dukungan akademisi serta masyarakat secara umum terhadap perlindungan harimau sumatera.
Pada talkshow tersebut, para pihak yang hadir sebagai narasumber adalah Ismanto SHut MP (Plt Kepala Balai Besar TNBBS), Subakir SH MH (Kepala Balai TNWK), Hifzon Zawahiri SE MM (Kepala SKW III BKSDA Bengkulu), Guntur W Mukti (Koordinator Konservasi TWNC), Drh Sugeng Dwi Hastono (Praktisi Wildlife Welfare Veterinary), Ahmad Latif (masyarakat pelaku kearifan lokal di Rajabasa, pinggiran TNBBS), dan Tabah (Wildlife Response Unit WCS-IP).
Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Harimau Sedunia atau Global Tiger Day yang jatuh setiap tanggal 29 Juli.
Firdaus Rahman Affan, BBS Landscape Manager WCS-IP, didampingi Aisyah Arimbi, Data and Knowledge Learning Officer WCS-IP menyebutkan live talkshow ini bertujuan untuk menginformasikan kepada publik terkait integrasi upaya yang telah dilakukan oleh para pihak di TNBBS, mempromosikan peran aktif para pihak dan instansi terkait dalam memberikan kontribusi nyata untuk perlindungan harimau sumatera dan habitatnya, dan meningkatkan dukungan akademisi serta masyarakat secara umum terhadap perlindungan harimau sumatera.
Ismanto, Plt Kepala Balai Besar TNBBS menyampaikan bahwa kepadatan populasi harimau di TNBBS tergolong tinggi, yaitu 2,8 individu per 100 km2 (Pusparini et. all., 2018).
Selain itu, katanya lagi, bentang alam di bagian selatan TNBBS, yaitu wilayah kolaborasi TNBBS dan TWNC, juga merupakan relung bagi harimau sumatera dengan kepadatan tinggi, yaitu 2,66 individu per 100 km2 (TWNC, 2017).
Ismanto menambahkan, “Kami memasang ratusan camera trap di TNBBS untuk memantau satwa-satwa. Kami juga berpatroli untuk menjaga kawasan. Dari patroli tersebut, kami masih menemukan jerat yang terpasang dan tanda-tanda perburuan lain di kawasan TNBBS.
Kepala Balai TNWK Subakir menuturkan, “Di TNWK, meskipun tidak ada zona penyangga, hingga saat ini belum pernah terjadi konflik dengan harimau sumatera. Selain karena stok pakan masih banyak, ketegasan pengelola kawasan dalam menjaga agar tidak ada masyarakat yang bermukim dalam kawasan diperlukan.
Namun demikian, menurutnya lagi, perburuan harimau sumatera menjadi ancaman utama.
Menurut drh Sugeng Dwi Hastono, dokter hewan sangat diperlukan dalam konservasi harimau, terutama jika terjadi konflik.
Ia menyatakan, harimau perlu diperhatikan kondisi kesehatannya.
Selain itu, menurut Sugeng, kesejahteraan satwa tidak hanya dilihat dari satwa itu sendiri, melainkan juga kondisi habitat, keselamatan, hingga kesehatan sekitar sehingga terhindar dari zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari satwa ke satwa, satwa ke manusia, maupun sebaliknya.
Dalam penanganan konflik harimau, menurut Hifzon Zawahiri, BKSDA SKW III Lampung berperan penting.
Salah satu contohnya, yaitu dalam penanganan konflik harimau Batua yang ditemukan di Batu Ampar, Suoh, Lampung Barat. Saat ini, menurutnya, kondisi kesehatan Batua cukup baik.
Namun, perilaku keliaran Batua masih perlu dikaji lagi, terutama dalam berburu makanan, mengingat kaki kanan Batua mengalami kecacatan. Jika tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan, Batua bisa dijadikan indukan untuk pengembangbiakan harimau secara ex-situ.
Melalui video call, Guntur W Mukti, Koordinator Konservasi TWNC menuturkan, dari catatan TWNC, sejauh ini terdapat 45 individu harimau dalam kawasan kolaborasi TNBBS dengan TWNC.
Namun demikian, menurutnya, harimau sumatera tinggal satu langkah lagi menuju kepunahan, sehingga semua pihak secara bersama-sama harus tegas dalam menegakkan hukum.
Menurutnya, upaya TWNC dalam menjaga ekosistem harimau, salah satunya dengan pengendalian mantangan.
Ahmad Latif, masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan TNBBS, tepatnya di Desa Rajabasa menuturkan ketika rumahnya didatangi oleh harimau sumatera pada tahun 2006 pukul 04.00 WIB sore, hingga harimau itu masuk ke rumah. Harimau naik atas meja dan menumpahkan lampu. Namun ia tetap diam saja, berhati-hati, dan menunggu sampai harimau tersebut pergi.
Menurut Ahmad Latif, saat ini masih banyak harimau, masih banyak jejak dan bekas makannya, namun masyarakat tidak pernah menjumpai langsung.
Masyarakat juga tidak pernah mengganggu, karena menurut masyarakat, harimau tidak akan mengganggu masyarakat.
Menurutnya lagi, salah satu cara supaya masyarakat bisa hidup berdampingan dengan harimau, yaitu masyarakat pergi ke kebun pada siang hari, tidak sampai sore, sehingga bisa berbagi waktu dengan harimau.
Tabah dari Wildlife Response Unit WCS-IP menambahkan, masyarakat memang merupakan elemen yang sangat penting dalam penanganan konflik harimau sumatera.
Maka dari itu, katanya lagi, WRU WCS-IP melakukan pendekatan emosional dengan masyarakat dan mendorong peran aktif masyarakat dalam menangani konflik.
Dalam rangka peringatan hari kemerdekaan Indonesia, menurut Tabah, kemerdekaan merupakan hak seluruh makhluk yang ada di dunia, termasuk harimau sumatera.
Pada akhir acara, Sri Mulyani, Kepala Sub Direktorat KKH Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui video call mengarahkan untuk dilakukan penguatan di tingkat tapak, yaitu kemandirian masyarakat lokal di sekitar kawasan dalam melakukan mitigasi konflik satwa liar.
Selain itu, sangat diperlukan integrasi dari berbagai pihak, baik pemerintah lokal, instansi pendidikan, lembaga, dalam mendorong upaya konservasi harimau sumatera.
Dalam rilis diterima di Bandarlampung, Jumat, disebutkan Lampung memiliki keragaman hayati tinggi yang terletak pada dua kawasan konservasi, yaitu bentang alam TNBBS dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).
Khusus TNBBS, menurut Ismanto SHut MP, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Besar TNBBS, taman nasional ini memiliki catatan kepadatan populasi harimau yang tergolong tinggi.
Selain itu, bentang alam di bagian selatan TNBBS, yaitu wilayah kolaborasi TNBBS dan Tambling Wildlife Conservation Nature (TWNC), juga merupakan relung bagi harimau sumatera dengan kepadatan tinggi.
Namun, keberadaan harimau sumatera di kawasan ini masih dihadapkan pada berbagai ancaman, di antaranya adanya aktivitas perburuan, perdagangan ilegal, perambahan, pembalakan liar, dan konflik dengan manusia.
Dalam rangka merayakan Hari Harimau Sedunia atau Global Tiger Day yang jatuh setiap tanggal 29 Juli, Balai Besar TNBBS bekerja sama dengan Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP), Sumatran Tiger Project GEF-UNDP, Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI), Yayasan Badak Indonesia (YABI), dan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) menyelenggarakan live talkshow dengan berbagai pihak. di Kotaagung, Tanggamus, Selasa (18/8).
Tahun ini, talkshow itu bertajuk “17 Agustus, Harimau, dan Kemitraan Konservasi" yang bertujuan untuk menginformasikan kepada publik terkait integrasi upaya yang telah dilakukan oleh para pihak di TNBBS, mempromosikan peran aktif para pihak dan instansi terkait dalam memberikan kontribusi nyata untuk perlindungan harimau sumatera dan habitatnya, dan meningkatkan dukungan akademisi serta masyarakat secara umum terhadap perlindungan harimau sumatera.
Pada talkshow tersebut, para pihak yang hadir sebagai narasumber adalah Ismanto SHut MP (Plt Kepala Balai Besar TNBBS), Subakir SH MH (Kepala Balai TNWK), Hifzon Zawahiri SE MM (Kepala SKW III BKSDA Bengkulu), Guntur W Mukti (Koordinator Konservasi TWNC), Drh Sugeng Dwi Hastono (Praktisi Wildlife Welfare Veterinary), Ahmad Latif (masyarakat pelaku kearifan lokal di Rajabasa, pinggiran TNBBS), dan Tabah (Wildlife Response Unit WCS-IP).
Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Harimau Sedunia atau Global Tiger Day yang jatuh setiap tanggal 29 Juli.
Firdaus Rahman Affan, BBS Landscape Manager WCS-IP, didampingi Aisyah Arimbi, Data and Knowledge Learning Officer WCS-IP menyebutkan live talkshow ini bertujuan untuk menginformasikan kepada publik terkait integrasi upaya yang telah dilakukan oleh para pihak di TNBBS, mempromosikan peran aktif para pihak dan instansi terkait dalam memberikan kontribusi nyata untuk perlindungan harimau sumatera dan habitatnya, dan meningkatkan dukungan akademisi serta masyarakat secara umum terhadap perlindungan harimau sumatera.
Ismanto, Plt Kepala Balai Besar TNBBS menyampaikan bahwa kepadatan populasi harimau di TNBBS tergolong tinggi, yaitu 2,8 individu per 100 km2 (Pusparini et. all., 2018).
Selain itu, katanya lagi, bentang alam di bagian selatan TNBBS, yaitu wilayah kolaborasi TNBBS dan TWNC, juga merupakan relung bagi harimau sumatera dengan kepadatan tinggi, yaitu 2,66 individu per 100 km2 (TWNC, 2017).
Ismanto menambahkan, “Kami memasang ratusan camera trap di TNBBS untuk memantau satwa-satwa. Kami juga berpatroli untuk menjaga kawasan. Dari patroli tersebut, kami masih menemukan jerat yang terpasang dan tanda-tanda perburuan lain di kawasan TNBBS.
Kepala Balai TNWK Subakir menuturkan, “Di TNWK, meskipun tidak ada zona penyangga, hingga saat ini belum pernah terjadi konflik dengan harimau sumatera. Selain karena stok pakan masih banyak, ketegasan pengelola kawasan dalam menjaga agar tidak ada masyarakat yang bermukim dalam kawasan diperlukan.
Namun demikian, menurutnya lagi, perburuan harimau sumatera menjadi ancaman utama.
Menurut drh Sugeng Dwi Hastono, dokter hewan sangat diperlukan dalam konservasi harimau, terutama jika terjadi konflik.
Ia menyatakan, harimau perlu diperhatikan kondisi kesehatannya.
Selain itu, menurut Sugeng, kesejahteraan satwa tidak hanya dilihat dari satwa itu sendiri, melainkan juga kondisi habitat, keselamatan, hingga kesehatan sekitar sehingga terhindar dari zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari satwa ke satwa, satwa ke manusia, maupun sebaliknya.
Dalam penanganan konflik harimau, menurut Hifzon Zawahiri, BKSDA SKW III Lampung berperan penting.
Salah satu contohnya, yaitu dalam penanganan konflik harimau Batua yang ditemukan di Batu Ampar, Suoh, Lampung Barat. Saat ini, menurutnya, kondisi kesehatan Batua cukup baik.
Namun, perilaku keliaran Batua masih perlu dikaji lagi, terutama dalam berburu makanan, mengingat kaki kanan Batua mengalami kecacatan. Jika tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan, Batua bisa dijadikan indukan untuk pengembangbiakan harimau secara ex-situ.
Melalui video call, Guntur W Mukti, Koordinator Konservasi TWNC menuturkan, dari catatan TWNC, sejauh ini terdapat 45 individu harimau dalam kawasan kolaborasi TNBBS dengan TWNC.
Namun demikian, menurutnya, harimau sumatera tinggal satu langkah lagi menuju kepunahan, sehingga semua pihak secara bersama-sama harus tegas dalam menegakkan hukum.
Menurutnya, upaya TWNC dalam menjaga ekosistem harimau, salah satunya dengan pengendalian mantangan.
Ahmad Latif, masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan TNBBS, tepatnya di Desa Rajabasa menuturkan ketika rumahnya didatangi oleh harimau sumatera pada tahun 2006 pukul 04.00 WIB sore, hingga harimau itu masuk ke rumah. Harimau naik atas meja dan menumpahkan lampu. Namun ia tetap diam saja, berhati-hati, dan menunggu sampai harimau tersebut pergi.
Menurut Ahmad Latif, saat ini masih banyak harimau, masih banyak jejak dan bekas makannya, namun masyarakat tidak pernah menjumpai langsung.
Masyarakat juga tidak pernah mengganggu, karena menurut masyarakat, harimau tidak akan mengganggu masyarakat.
Menurutnya lagi, salah satu cara supaya masyarakat bisa hidup berdampingan dengan harimau, yaitu masyarakat pergi ke kebun pada siang hari, tidak sampai sore, sehingga bisa berbagi waktu dengan harimau.
Tabah dari Wildlife Response Unit WCS-IP menambahkan, masyarakat memang merupakan elemen yang sangat penting dalam penanganan konflik harimau sumatera.
Maka dari itu, katanya lagi, WRU WCS-IP melakukan pendekatan emosional dengan masyarakat dan mendorong peran aktif masyarakat dalam menangani konflik.
Dalam rangka peringatan hari kemerdekaan Indonesia, menurut Tabah, kemerdekaan merupakan hak seluruh makhluk yang ada di dunia, termasuk harimau sumatera.
Pada akhir acara, Sri Mulyani, Kepala Sub Direktorat KKH Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui video call mengarahkan untuk dilakukan penguatan di tingkat tapak, yaitu kemandirian masyarakat lokal di sekitar kawasan dalam melakukan mitigasi konflik satwa liar.
Selain itu, sangat diperlukan integrasi dari berbagai pihak, baik pemerintah lokal, instansi pendidikan, lembaga, dalam mendorong upaya konservasi harimau sumatera.