Presiden alokasikan Rp75 triliun untuk belanja kesehatan atasi COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah mengucurkan Rp75 triliun untuk belanja kesehatan terkait pengadaan berbagai kelengkapan medis untuk mengatasi COVID-19.
"Anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan terutama pembelian APD, pembelian alat-alat kesehatan seperti 'test kit', 'reagent', ventilator dan lain-lain," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga medis di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa.
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan Indonesia dalam status kedaruratan kesehatan dan memilih melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Presiden lalu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan berisi total tambahan belanja dan pembiayaan APBN untuk penanganan APBN 2020 adalah sebesar Rp405,1 triliun
Dari total anggaran tersebut akan dialokasikan Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan dan pembiayaan dunia usaha khususnya terutama Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
"Kemudian dipergunakan untuk peningkatan fungsi RS rujukan termasuk RS Wisma Atlet, insentif dokter, perawat dan tenaga rumah sakit serta santunan kematian tenaga medis serta penanganan permasalahan kesehatan lainnya," kata Presiden menjelaskan anggaran untuk peningkatan fungsi rumah sakit (RS) untuk penanganan pandemi COVID-19.
Perppu tersebut memberikan fondasi kepada pemerintah bagi otoritas perbankan dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.
Kemudian anggaran perlindungan sosial akan diprioritaskan kepada penerima Program Keluarga Harapan yang naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat dan untuk kartu sembako yang dinaikkan dari 15,2 juta orang menjadi 20 juta orang penerima
Anggaran perlindungan sosial juga akan dipakai untuk Kartu Pra Kerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk sekitar 5,6 juta orang yang terkena PHK terutama pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil.
"Juga akan dipakai untuk pembebasan biaya listrik 24 juta pelanggan 450 KVa dan 7 juta pelanggan 900 KVa, termasuk di dalamnya untuk dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok Rp25 triliun," ujar Presiden.
Sedangkan untuk stimulus ekonomi dan UMKM diprioritaskan penggratisan PPh 21 untuk pekerja sektor pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp200 juta, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor untuk barang impor tujuan ekspor terutama untuk industri kecil dan menengah di 19 sektor tertentu.
Stimulus itu juga masih dipakai untuk pengurangan PPh 25 persen untuk wajib pajak kemudahan impor tujuan ekspor industri menengah sektor tertentu dan percepatan restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha dan untuk penuruhan tarif PPh badan 3 persen dari 25 persen jadi 22 persen dan penundaan pembayaran pokok dan bunga semua skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang terdampak COVID-19 selama 6 bulan.
Di dalam Perppu tersebut juga diatur mengenai relaksasi defisit APBN hingga 5,07 persen.
"Namun relaksasi defisit ini hanya untuk 3 tahun yaitu 2020, 2021 dan 2022. Setelah itu kita akan kembali ke disiplin fiskal minimal 3 persen mulai tahun 2023," kata Presiden.
"Anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan terutama pembelian APD, pembelian alat-alat kesehatan seperti 'test kit', 'reagent', ventilator dan lain-lain," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga medis di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa.
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan Indonesia dalam status kedaruratan kesehatan dan memilih melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Presiden lalu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan berisi total tambahan belanja dan pembiayaan APBN untuk penanganan APBN 2020 adalah sebesar Rp405,1 triliun
Dari total anggaran tersebut akan dialokasikan Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan dan pembiayaan dunia usaha khususnya terutama Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
"Kemudian dipergunakan untuk peningkatan fungsi RS rujukan termasuk RS Wisma Atlet, insentif dokter, perawat dan tenaga rumah sakit serta santunan kematian tenaga medis serta penanganan permasalahan kesehatan lainnya," kata Presiden menjelaskan anggaran untuk peningkatan fungsi rumah sakit (RS) untuk penanganan pandemi COVID-19.
Perppu tersebut memberikan fondasi kepada pemerintah bagi otoritas perbankan dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.
Kemudian anggaran perlindungan sosial akan diprioritaskan kepada penerima Program Keluarga Harapan yang naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat dan untuk kartu sembako yang dinaikkan dari 15,2 juta orang menjadi 20 juta orang penerima
Anggaran perlindungan sosial juga akan dipakai untuk Kartu Pra Kerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk sekitar 5,6 juta orang yang terkena PHK terutama pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil.
"Juga akan dipakai untuk pembebasan biaya listrik 24 juta pelanggan 450 KVa dan 7 juta pelanggan 900 KVa, termasuk di dalamnya untuk dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok Rp25 triliun," ujar Presiden.
Sedangkan untuk stimulus ekonomi dan UMKM diprioritaskan penggratisan PPh 21 untuk pekerja sektor pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp200 juta, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor untuk barang impor tujuan ekspor terutama untuk industri kecil dan menengah di 19 sektor tertentu.
Stimulus itu juga masih dipakai untuk pengurangan PPh 25 persen untuk wajib pajak kemudahan impor tujuan ekspor industri menengah sektor tertentu dan percepatan restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha dan untuk penuruhan tarif PPh badan 3 persen dari 25 persen jadi 22 persen dan penundaan pembayaran pokok dan bunga semua skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang terdampak COVID-19 selama 6 bulan.
Di dalam Perppu tersebut juga diatur mengenai relaksasi defisit APBN hingga 5,07 persen.
"Namun relaksasi defisit ini hanya untuk 3 tahun yaitu 2020, 2021 dan 2022. Setelah itu kita akan kembali ke disiplin fiskal minimal 3 persen mulai tahun 2023," kata Presiden.