Denpasar (ANTARA) - Teater Bumi Bali dengan didukung 49 pemain dari berbagai kalangan mementaskan karya bertajuk "Detik-Detik Proklamasi" serangkaian ajang Festival Seni Bali Jani (FSBJ) 2019 di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar.
"Detik-Detik Proklamasi ini, bukan didukung oleh aktor profesional, melainkan aktor serabutan yang memiliki latar belakang berbeda," kata Abu Bakar, selaku sutradara, disela-sela pementasan tersebut, Rabu malam.
Garapan "Detik-detik Proklamasi" didukung sebanyak 49 aktor dari berbagai kalangan. Ada yang berasal pedagang, pegawai asuransi, tukang sulap, presenter, ibu rumah tangga, pembantu, guru, siswa SDS, SMP, SMA/SMK dan mahasiswa serta profesi lainnya.
Mereka juga bukan berasal dari satu wilayah di Kota Denpasar. Ada yang dari Jimbaran, Tabanan, Bangli dan daerah lain di Bali. Meski profesinya berbeda, namun dalam garapan ini mereka berhasil membentuk diri dengan gaya tim teater yang solid.
"Teater 'Detik-Detik Proklamasi' ini juga lahir dari proses mengarap teater yang terbalik. Jika naskah dibuat terlebih dahulu, maka dalam teater ini naskah dibuat kemudian atau setelah proses itu dilakukan. Dalam proses itu, sutradara dapat menangkap peristiwa-peristiwa yang tak tampak, sehingga lebih leluasa berekspresi," ujar Abu Bakar
Tokoh utama yaitu I Soekarno dimainkan oleh seorang pengacara. Demikian pula tokoh-tokoh lain yang dibawakan oleh orang yang bukan ahlinya. Walau demikian, mereka membawakan tokoh itu dengan baik.
"Saya berangkat dari potensi dan ambisi pemain itu lalu mengolahnya. Saya lebih menekankan untuk menikmati proses berteater. Soal hasil akhir, apa yang tersaji di pentas, itu tak lagi terlalu penting," ucap pencetus Monolog ini.
Teater Bumi Bali ini menerapkan konsep pentas yang berbeda dari biasanya yang menggunakan istilan kolatif. Ibarat lukisan kolase dari mosaik yang terserak dipinggiran arus utama sejarah, seperti termuat dalam buku-buku sejarah secara resmi.
"Ia menerapkan konsep interpretasi dalam kontek dekonstruktif (mempertanyakan/membungkar kembali) tesis atas pemahaman sejarah ini. Hal itu terjadi dalam adegan Soekarno seorang manusia romantis. Kami menampilkan tokoh yang kontra pada sejarah itu. Sebab, konflik itu menjadi titik bakar dan menarik," ucapnya.
Tentang pilihan naskah, Abu Bakar sudah lama ingin pentaskan teater itu, yaitu sekitar tiga tahun lalu, tetapi belum menemukan momentum yang tepat.
"Saya pernah berkeinginan untuk menjadikan "Detik-detik Proklamasi" ini ditampilkan pada opening sebuah acara dulu, tetapi tiba-tiba muncul kembali ketika ada even Festival Seni Bali Jani, sehingga saya ingin mengangkatnya kembali," kata Abu Bakar.