Dispar Riau mendukung lokomotif peninggalan Jepang jadi objek wisata

id Festival Equator Riau,lokomotif peninggalan Jepang,pariwisata Riau

Dispar Riau mendukung lokomotif peninggalan Jepang jadi objek wisata

Festival Equator di situs bangkai lokomotif peninggalan Jepang di Desa Lipat Kain Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau, Minggu (27/10/2019). (ANTARA/HO-Dispar Riau)

"Peninggalan sejarah ini tentunya memiliki cerita dan daya tarik untuk dikunjungi wisatawan, baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara. Untuk itu Dinas Pariwisata juga turut mendukung kegiatan ini agar Festival Equator dapat diminati wisatawan," ka
Pekanbaru (ANTARA) - Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Riau mendukung pengembangan bangkai lokomotif peninggalan penjajah Jepang di Kabupaten Kampar menjadi objek wisata di Riau melalui penyelenggaraan Festival Equator.

"Peninggalan sejarah ini tentunya memiliki cerita dan daya tarik untuk dikunjungi wisatawan, baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara. Untuk itu Dinas Pariwisata juga turut mendukung kegiatan ini agar Festival Equator dapat diminati wisatawan," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Riau Raja Yoserizal. di Pekanbaru, Senin.

Ia menjelaskan, lokomotif tua yang kini berada di tengah kebun karet warga di Desa Lipat Kain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, itu dinilai merupakan salah satu warisan benda bersejarah yang ada di Riau.
Baca juga: Festival Perahu Naga Kampar Riau diikuti atlet dayung 11 negara

Lokomotif tersebut merupakan sisa zaman penjajahan Jepang di Indonesia di Tahun 1942 hingga 1945. Jepang saat itu membangun rel kereta api sepanjang 220 kilometer dari Kota Pekanbaru menuju ke Lipat Kain, Kabupaten Kampar, kemudian menuju ke Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.

Pembangunan jalur kereta api itu mengorbankan ribuan nyawa rakyat Indonesia dan sebagian lagi orang Eropa. Bangkai lokomotif itu masih berdiri meski kondisinya sudah banyak keropos, warnanya hitam kusam berkarat dan ditumbuhi lumut.

"Kampar kiri juga memiliki peninggalan sejarah lainnya, di antaranya adalah makam Syekh Burhanuddin yang membawa peradaban Islam, Istana kerajaan Gunung Sahilan dan peninggalan lokomotif Jepang ini," katanya.

Karena itu, Yoserizal menyambut baik Festival Equator yang digelar oleh komunitas anak muda, yakni Bengkel Seni Rantau Kampar Kiri. Sebabnya, biasanya di lokomotif tua itu sepi pengunjung dan hanya pegiat wisata sejarah yang mau datang.

Lipat kain memang dikenal sebagai desa yang dilintasi garis khatulistiwa. Kondisi geografis itulah yang menjadi pemantik perhelatan Festival Equator digelar mulai tanggal 26 hingga 27 Oktober 2019. Komunitas Bengkel Seni Rantau Kampar menginisiasi Festival Equator pada Minggu (27/10) yang dihadiri oleh ratusan orang yang mayoritas adalah wisatawan dari Riau.

Lokomotif tua tersebut menjadi pusat dari Festival Equator yang diisi sejumlah kegiatan, yakni lomba kacau kalamai, lagelaran seni budaya tradisi, karnaval, lomba fashion show mewarnai, pelatihan kuliner dan lomba memasak asam pedas.

Pada festival ini, kegiatan yang paling menyedot pengunjung adalah atraksi lomba kacau kalamai. Puluhan ibu-ibu dari desa Lipat Kain Selatan dan desa sekitarnya menjadi peserta lomba ini.

"Kita berharap dengan diadakannya event pariwisata ini akan mampu membuat banyak orang memperhatikan situs sejarah ini dan juga diharapkan nantinya situs ini akan lebih terjaga," kata Ketua Bengkel Seni Rantau Kampar Dodi Rasyid Amin.
Baca juga: Pemprov Riau kembangkan pariwisata halal

Ia mengatakan festival tersebut sengaja digelar di situs Lokomotif Jepang untuk melestarikan situs tersebut yang selama ini kurang diperhatikan.
Peninggalan tersebut selama ini kondisinya memprihatinkan karena banyaknya bagian-bagian yang dirusak orang tidak bertanggung jawab.

Sementara itu. seorang pengunjung festival dari Kota Pekanbaru Syarifah Azizah mengatakan, Festival Equator sangat memberikan edukasi kepada pengunjung yang datang. Pengunjung jadi mengetahui sejarah peninggalan lokomotif Jepang tersebut, sekaligus menikmati lomba kacau kalamai dan pelatihan memasak asam pedas.

"Lomba kacau kalamai memiliki kearifan lokal yang belum banyak diketahui anak-anak mileneal. Selain itu pelatihan memasak asam pedas juga memiliki unsur edukasi. Asam pedas disini diolah dengan berbagai macam resep menu," katanya.

Menurut dia, festival di lokomotif Jepang itu harus lebih dipromosikan lagi menjelang iven digelar.

"Saya harap kegiatan ini bisa dipromosikan lebih kencang lagi. Agar masyarakat tau jauh-jauh hari sebelum festival dilaksanakan dan bisa ikut hadir pada acara ini," ujarnya.