Bangka Barat (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan menjadikan tradisi Rebo Kasan Tolak Bala sebagai agenda tahunan pariwisata guna meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah penghasil lada putih terbaik dunia itu.
"Saya meminta masyarakat untuk mempertahankan dan menjaga tradisi Rebo Kasan, karena menjadi daya tarik khususnya bagi wisatawan," kata Gubernur Kepulauan Babel Erzaldi Rosman Djohan saat menghadiri ritual adat Rebo Kasan di Desa Nyatoh, Kabupaten Bangka Barat, Rabu.
Ia mengatakan ke depannya, kegiatan Rebo Kasan Tolak Bala akan dijadikan agenda tahunan dan dikemas dengan baik sehingga menarik bagi kunjungan wisatawan.
"Pemprov ke depannya akan membantu pembangunan pengembangan kawasan pelaksanaan adat Rebo Kasan untuk menjadi kawasan wisata dan menjadikannya sebagai kawasan 1.000 bagan untuk paket wisata bermalam di atas bagan tersebut," ujarnya.
Baca juga: Empat kegiatan pariwisata Babel lolos "CoE Wonderful Indonesia" 2020
Menurut dia, untuk mewujudkan hal itu diperlukan kesadaran masyarakat setempat, salah satunya dengan mengurangi penggunaan barang berbahan plastik, karena dapat mencemari lingkungan dan merusak keindahan alam di pantai daerah itu.
"Kita berharap masyarakat untuk tidak lagi menggunakan plastik untuk wadah makanan dan lainnya, sehingga dapat mengurangi volume sampah plastik yang sudah cukup mengkhawatirkan kelestarian lingkungan ini," katanya.
Baca juga: Kunjungan wisatawan ke Babel Juli naik 9,06 persen
Tradisi Rebo Kasan yang diadakan setiap tahun dan diselenggarakan bertepatan dengan Rabu terakhir pada Safar, merupakan tradisi wujud syukur atas hasil laut yang dilakukan turun temurun, sejak nenek moyang, oleh sebagian masyarakat Bangka. Tradisi itu sekaligus untuk meminta keselamatan dan perlindungan dari berbagai musibah.
Selain di Desa Air Nyatoh, tradisi Rebo Kasan juga dilakukan oleh masyarakat Desa Cupat, Kecamatan Parittiga, Bangka Barat dan masyarakat Desa Air Anyir, Kabupaten Bangka.
Perayaan Rebo Kasan ditandai dengan mencabut dua helai daun kelapa yang disebut dengan Ketupat Lepas, simbol bahwa bencana sudah dibuang. Selain prosesi, pada kegiatan itu juga diselenggarakan pertunjukan seni tradisi masyarakat setempat.
Baca juga: Membentang harapan penetapan taman wisata alam Jering Menduyung Babel