BMKG: Waspadai dampak La Nina di Lampung

id kepala bmkg lampung, sugiono, la nina, musim hujan, cuaca ekstrim

BMKG: Waspadai dampak La Nina di Lampung

Kepala Stasiun Meteorologi Maritim BMKG Lampung, Sugiono (FOTO: ANTARA Lampung/istimewa)

...meningkatnya suhu muka laut di perairan Indonesia ini menyebabkan semakin intensifnya proses penguapan dan pembentukan awan yang menyebabkan terjadinya banyak hujan
Bandarlampung  (ANTARA Lampung) - Kepala Stasiun Meteorologi Maritim BMKG Lampung, Sugiono mengatakan tahun 2016, wilayah Indonesia tidak terkecuali Provinsi Lampung hampir tidak mengalami musim kemarau bahkan cenderung timbul cuaca ekstrem atau penyimpangan iklim akibat La Nina.

"Curah hujan dengan intensitas tinggi disertai angin kencang telah memicu terjadinya sejumlah bencana banjir, tanah longsor dan terjangan angin kencang dan puting beliung yang melanda di beberapa daerah," kata dia, di Bandarlampung, Kamis.

Meskipun demikian, menurut dia, curah hujan pada musim kemarau juga banyak memberi keuntungan bagi masyarakat dan petani yang pada tahun sebelumnya mengalami paceklik.

"Penyimpangan iklim dapat memicu terjadinya cuaca ekstrem di musim kemarau ini tidak lepas dari beberapa faktor pengendali curah hujan seperti memanasnya suhu muka laut di perairan Indonesia juga sekitar wilayah Lampung," ujarnya.

Ia menyebutkan, meningkatnya suhu muka laut di perairan Indonesia ini menyebabkan semakin intensifnya proses penguapan dan pembentukan awan yang menyebabkan terjadinya banyak hujan.

Selain suhu permukaan laut, ia melanjutkan, kondisi cuaca ekstrem di sebagian besar wilayah Indonesia akhir-akhir ini terjadi akibat adanya fenomena faktor global La Nina.

"La Nina menyebabkan penumpukan massa udara yang banyak mengandung uap air di atmosfir Indonesia, sehingga potensi terbentuknya awan hujan menjadi semakin tinggi. Akibatnya pada bulan-bulan pertengahan 2016 yang seharusnya berlangsung musim kemarau kini justru turun hujan deras di berbagai daerah," kata dia menjelaskan.

Ia juga mengatakan, La Nina merupakan suatu kondisi di mana terjadi penurunan suhu muka laut di kawasan Timur Ekuator di Lautan Pasifik.

La Nina merupakan kebalikan dari El Nino yang merupakan fenomena meningkatnya suhu muka laut di perairan Samudera Pasifik yang berdampak kepada terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di Indonesia.

"Sebagai kebalikan fenomena alam El Nino, maka saat berlangsungnya La Nina suhu muka laut di perairan Samudera Pasifik akan berubah menjadi dingin. Mendinginnya suhu muka laut ini akan menimbulkan tekanan udara yang tinggi," ujarnya.

Sugiono menjelaskan, ketika sebagian besar wilayah Indonesia memasuki musim kemarau, namun faktanya hujan masih saja tetap turun secara sporadis di berbagai daerah. Kejadian ini menjadikan periode kemarau 2016 dinamakan sebagai kemarau basah.

Berdasarkan data curah hujan hasil pemantauan BMKG di berbagai daerah menunjukkan bahwa curah hujan sepanjang Mei hingga September 2016 di atas 50 mm per hari.

"Ini berarti hampir sebagian besar wilayah Indonesia mengalami curah hujan dengan frekuensi yang terus meningkat," ujarnya.

Terkait dengan aktivitas La Nina, maka prediksi BMKG menunjukkan bahwa cuaca ekstrem masih akan berlangsung dan melanda sebagian besar wilayah Indonesia hingga akhir 2016 bahkan hingga awal 2017.

Dari data dan fakta ilmiah di atas makin mengokohkan sebuah kesimpulan mengenai kehadiran La Nina di tahun ini, sehingga segala upaya dalam menghadapai kehadiran cuaca ekstrem dampak La Nina perlu dipersiapkan sedini mungkin.

Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam dampak cuaca ekstrem yang mungkin dapat terjadi di daerahnya.

"Mengingat La Nina akan bersamaan juga dengan musim hujan kita perlu mewaspadai potensi banjir. Pada kondisi hujan ini memang bisa memicu banjir. Namun perlu diingat, bahwa hujan bukan satu-satunya penyebab banjir," kata dia.

Jadi daerah- daerah yang daerah serapannya minim akan terkena dampak yang lebih besar. Misalkan kota-kota besar yang tingkat pembangunannya tinggi, daerah resapan airnya sudah banyak tertutup gedung-gedung harus ekstra mewaspadai banjir, karena daerah resapannya saja kurang dari 20 persen. Demikian pula daerah yang kemiringannya cukup terjal harus mewaspadai longsor. (Ant)