Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Ketua Umum Pengprov Persatuan Olahraga Biliar (POBSI) Lampung, Hartarto Lojaya, mengatakan, Pemerintah Kota Bandarlampung di Provinsi Lampung bersama dan DPRD setempat diminta meninjau ulang dan merevisi peraturan daerah yang menyatakan biliar merupakan hiburan, bukan cabang olahraga.
"Kalau memang biliar bukan olahraga, kenapa masuk dalam katagori dan cabang olahraga yang dipertandingkan pada Pekan Olahraga Nasional dan kejuaraan Asia," ujarnya, di Bandarlampung, Selasa.
Menurut dia, penutupan rumah biliar di bulan Ramadan telah menyalahi undang-undang, bahkan pemerintah setempat memberlakukan pajak selain pajak usaha.
"Pemerintah seharusnya sesuai UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional wajib menyediakan sarana olahraga termasuk biliar, golf, dan boling, tetapi saat ini ketiga cabang olahraga itu masih dikatagorikan sebagai hiburan," kata dia lagi.
Apalagi, ia menyebutkan, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 52/PUU-IX/2012 tanggal 18 Juli 2012 bahwa golf, biliar, dan boling bukanlah permainan yang masuk dalam katagori hiburan sehingga tidak dikenakan pajak hiburan.
"Ketiga cabang olahraga tersebut merupakan salah satu olahraga berprestasi, sehingga perlu terus didukung, bukannya malah didiskriminasikan seperti itu," kata dia.
Selama ini, menurut Hartarto, ketiga cabang olahraga itu telah didiskriminasikan karena selalu dipungut pajaknya oleh pemerintah setempat sehingga hal tersebut dinilai menyalahi aturan hukum yang berlaku.
"Saya berharap pihak legislatif dan eksekutif dapat merevisi peraturan daerah yang menyatakan ketiga cabang olahraga ini dalam katagori permainan atau hiburan sehingga ditarik retribusinya," ujar dia pula.
Pada dasarnya, menurut dia, tidak menjadi permasalahan tetapi penutupan rumah bialiar saat Ramadhan dinilai tidaklah pas.
"Apalagi di provinsi ini, ada atlet biliar yang harus bertanding membawa nama harum daerah pada PON mendatang," kata dia lagi.
Berdasarkan putusan MK tersebut, golf, biliar, dan boling dalam pasal 42 ayat 2 huruf g UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
"Pada pasal tersebut saat ini sudah tidak dapat lagi menjadi acuan untuk menarik pajak atau retribusi hiburan dari ketiga cabang olahraga tersebut, tapi penarikan pajak usahanya yang 10 persen itu tidak menjadi soal," ujar dia lagi.
Menurut Hartarto, dengan keputusan itu, secara tidak langsung dapat memacu pengusaha rumah biliar dalam meningkatkan pembinaan terhadap atlet-atletnya, sehingga bisa meningkatkan prestasi pada ajang olahhaga nasional dan internasional.
"Dasar pengenaan pajak daerah seharusnya tidak dapat dilakukan hanya karena adanya kebutuhan pembangunan semata sehingga mencari organisasi atau orang yang dapat membayar saja, tetapi harus sesuai aturan yang berlaku," kata salah satu anggota DPRD Provinsi Lampung itu pula.
Dia juga menjelaskan dengan penutupan rumah biliar saat bulan Ramadan, merupakan salah satu upaya menghambat peningkatan prestasi atlet biliar di daerah ini.
Karena itu, Hartarto meminta, pihak pemerintah kota setempat bersama DPRD-nya dapat segera merevisi dan mencabut keputusan untuk menutup operasional sarana olahraga masyarakat yang menjadi salah satu andalan di PON mendatang, setiap kali bulan puasa berlangsung.ANT