Bandarlampung (ANTARA) - Daging ayam ras dan bawang merah menjadi dua komoditas utama yang menyumbang kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH) di sejumlah daerah pada minggu ke-4 di bulan Oktober 2024.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang diselenggarakan secara virtual.
Rakor mingguan ini juga turut diikuti Pemkab Lampung Selatan melalui aplikasi zoom meeting dari ruang Kabag Perekonomian, Setdakab setempat, Senin (28/10/24).
Berdasarkan data, Amalia menyampaikan, kenaikan harga daging ayam ras dan bawang merah disusul oleh cabai merah dan cabai rawit memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap peningkatan IPH di berbagai daerah.
“Secara nasional jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan IPH lebih banyak dari pada yang mengalami penurunan IPH,” ungkapnya dalam paparan.
Amalia juga menyampaikan, andil terbesar kenaikan IPH di Pulau Sumatera di dominasi oleh komoditas daging ayam ras, bawang merah dan cabai merah. Kemudian, di Pulau Jawa di dominasi oleh cabai rawit, bawang merah dan daging ayam ras.
Sementara itu, di luar Pulau Sumatera dan Pulau Jawa juga didominasi oleh daging ayam ras, cabai merah dan bawang merah.
“Harga bawang merah sampai dengan minggu ke-4 bulan Oktober 2024 naik sebesar 7,81 persen dibanding September 2024. Secara rata-rata harga bawang merah sebesar Rp30.489 perkilogram,” kata Amalia.
Sementara itu, menurut Menteri Dalam Negeri RI, Muhammad Tito Karnavian, inflasi masih menjadi hal yang paling krusial di negara Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap, angka inflasi tetap berada dalam range yang telah ditetapkan, yaitu 2,5 persen ±1 persen.
Melalui berbagai strategi yang telah diterapkan, Tito Karnavian, mengucapkan terima kasih kepada daerah dan stakeholder terkait, karena angka inflasi telah terkendali di angka 1,84 persen dari sebelumnya di angka 5,95 persen pada September 2022.
“Kita pernah naik di angka yang sangat tinggi, di angka 6 persen. Belajar dari Covid-19, kita harus lebih detail di daerah. Data dari BPS menjadi kunci, membuat kita bergerak, melakukan intervensi. Semua turun ke lapangan, melihat perkembangan pasar, sehingga akhirnya (IPH) bisa ditekan,” imbuh Tito Karnavian.
(Kerjasama)