KPK sita sejumlah dokumen dari istri tersangka mantan Dirjen Kemendagri

id ARDIAN NOERVIANTO,KPK,SUAP DANA PEN,KEMENDAGRI

KPK sita sejumlah dokumen dari istri tersangka mantan Dirjen Kemendagri

Tersangka mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri M. Ardian Noervianto (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/5/2022). M. Ardian menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengajuan pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah Tahun 2021. ANTARA FOTO/Reno Esnir/YU

KPK memeriksa Lisnawati sebagai saksi untuk tersangka Ardian dan kawan-kawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat, memeriksa saksi aparatur sipil negara (ASN) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Lisnawati Anisahak Chan untuk menyita beberapa dokumen.

Lisnawati merupakan istri dari tersangka mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto (MAN).

"Hadir dan tim penyidik melakukan penyitaan beberapa dokumen yang terkait dengan perkara ini," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.

KPK memeriksa Lisnawati sebagai saksi untuk tersangka Ardian dan kawan-kawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021.

Selain Ardian, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Bupati Kolaka Timur Sulawesi Tenggara nonaktif Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara Laode M. Syukur Akbar (LMSA).

KPK menjelaskan bahwa tersangka Ardian memiliki tugas, antara lain, menjalankan bentuk investasi langsung pemerintah berupa pinjaman PEN 2021 dari pemerintah pusat kepada pemda melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Investasi tersebut berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai dengan kebutuhan daerah.

Pada bulan Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode M. Syukur agar dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode M. Syukur, Andi Merya juga meminta bantuan L.M. Rusdianto Emba yang juga mengenal baik tersangka Ardian.

Selanjutnya, pada bulan Mei 2021, Laode M. Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta. Andy Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta Ardian mengawal dan mendukung proses permohonan pinjaman dana tersebut.

KPK menduga tersangka Ardian meminta kompensasi atas perannya dengan meminta sejumlah uang senilai  tiga persen dari nilai pengajuan pinjaman dengan perincian satu persen untuk penerbitan pertimbangan dari Kemendagri, satu persen untuk penilaian awal dari Kemenkeu, dan satu persen untuk penandatanganan nota kesepahaman antara PT SMI dan Pemkab Kolaka Timur.

Andi Merya memenuhi keinginan Ardian dan mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M. Syukur. Pemberian uang sebagai tahap awal kompensasi itu juga diketahui L.M. Rusdianto Emba.

KPK menduga tersangka Ardian menerima 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta, dan Laode M. Syukur menerima Rp500 juta.

Tersangka Ardian juga diduga aktif memantau penyerahannya meskipun saat itu dia sedang melaksanakan isolasi mandiri dengan selalu berkomunikasi terhadap beberapa orang kepercayaan yang sudah dikenalkan dengan Laode M. Syukur.

KPK menyebut permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.