Bandarlampung, (Antara Lampung) - Para petani tanaman perkebunan cokelat (Kakao) pada sejumlah desa di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung sedang bergembira, karena menikmati masa panen yang disertai harga tertinggi dalam sebulan terakhir.
"Sekarang cokelat sedang panen, harganya juga tinggi, saya baru saja menjual kemarin Rp27.000/Kg," kata petani cokelat di Desa Kampungbaru, Kecamatan Margapunduh, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, Junaidi (46), di Kampungbaru, Selasa.
Petani dengan dua orang anak itu mengaku kini memiliki kebun cokelat yang sebagian besar sudah berbuah seluas lebih kurang satu hektare (Ha).
Dari kebunnya seluas itu, kata Junaidi lebih lanjut, setiap pekan bisa memanen sekitar 20Kg, atau sebulan empat kali panen dengan total hasil sekitar 80 hingga 100Kg biji cokelat kering yang siap dijual.
Dia menjelaskan, harga cokelat yang berlaku sejak Mei hingga menjelang pertengahan bulan Juni 2014 ini adalah yang termahal selama dia mengurus kebun cokelat.
"Sebelumnya kami petani di sini pernah mengalami harga biji cokelat paling tinggi adalah Rp25.000/Kg, dan sekarang Rp27.000/Kg, ini harga paling tinggi yang pernah kami rasakan," ujarnya.
Pada tahun 2013 lalu harga coklat yang semula berkisar antara Rp15.000 hingga Rp20.000/Kg, berangsur-angsur anjlok hingga ke sekitar Rp5.000/Kg.
Namun harga itu naik perlahan-lahan sejak awal tahun 2014, dan kini mencapai puncaknya.
"Kami mengharapkan harga ini masih bisa naik lagi, atau paling tidak bertahan," katanya lagi.
Kegembiraan akan mahalnya harga biji cokelat itu juga dibenarkan oleh salah seorang petani setempat lainnya, yang juga pedagang pengumpul hasil bumi, Edi (45).
"Harga cokelat sekarang mahal, makanya banyak petani yang menyesal kalau tidak merawat kebun cokelatnya dengan baik," katanya.
Baik Junaidi maupun Edi mengakui bahwa jika dilihat dari biaya perawatan, ongkos petik, pupuk, dan lain-lain, idelanya harga cokelat bisa menguntugkan para petani bila harganya Rp25.000/Kg ke atas.
"Kalau harga cokelat di atas Rp25.000 itu petani baru bisa menikmati untung yang lumayan, kalau di bawah itu baru bisa menutupi biaya produksi, termasuk biaya pembelian pupuk Urea (penyubur tanaman), dan pupuk TSP (untuk buah)," kata Junaidi lagi.
Mahalnya harga cokelat di perdesaan Lampung itu antara lain karena tingkat permintaan meningkat, juga karena banyak pedagang dari kota yang datang ke desa-desa untuk membeli buah cokelat hasil panen para petani itu.
Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra tanaman perkebunan cokelat di Indonesia, dengan sentra antara lain di Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, Waykanan, dan Kabupaten Lampung Barat.
Sesuai data terakhir di Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Lampung menunjukkan, sampai dengan akhir tahun 2012, jumlah tanaman cokelat di daerah ini tercatat seluas 53.832 hektare.
Luas itu terbagi dalam tiga kelompok, yakni tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 22.823 hektare, lalu tanaman menghasilkan (TM) seluas 29.994 hektare, dan seluas 1.015 hektare merupakan tanaman rusak (TR).