Penyidik KPK periksa tersangka korupsi proyek pembangunan jalan di Kaltim

id KPK,Korupsi,korupsi proyek jalan Kaltim,korupsi pembangunan jalan kaltim,korupsi proyek,proyek jalan

Penyidik KPK periksa tersangka korupsi proyek pembangunan jalan di Kaltim

Ilustrasi - Foto udara suasana proyek pembangunan terowongan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (20/9/2024). Pembangunan terowongan untuk mengatasi kemacetan lalulintas yang menghubungkan jalan Sultan Alimuddin menuju jalan Kakap tersebut telah mencapai 55 persen dan diproyeksikan akan rampung pada 2025 mendatang. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/agr

Pemeriksaan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Samarinda atas nama RF
Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, kembali memeriksa Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional Kaltim Tipe B Rachmat Fadjar (RF) dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Kalimantan Timur.

"Pemeriksaan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Samarinda atas nama RF," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Pemeriksaan dilakukan di Rutan Samarinda karena Rachmat Fadjar saat ini sedang menjalani penahanan sebagai bagian dari proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda pada Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

Sebelumnya, penyidik KPK juga telah memeriksa Rachmat Fadjar pada 31 Oktober 2024. Saat ini penyidik mendalami soal penerimaan uang oleh yang bersangkutan pada proyek pembangunan jalan di Kalimantan Timur dan penerimaan lainnya.



Namun, pihak KPK belum memberikan penjelasan lebih lanjut soal nominal uang yang diterimanya dan apakah ada penerimaan berupa barang oleh tersangka.

Pada Sabtu, 25 November 2023, Penyidik KPK menahan dan menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi berupa suap dalam proyek pengadaan jalan di Kalimantan Timur itu.

Lima orang tersangka tersebut ialah Direktur CV Bajasari Nono Mulyanto (NM), pemilik PT Fajar Pasir Lestari Abdul Nanang Ramis (ANR), staf PT Fajar Pasir Lestari Hendra Sugiarto (HS), Kepala Satuan Kerja Balau Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur Tipe B Rahmat Fadjar (RF), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada pelaksanaan jalan nasional wilayah Kalimantan Timur Raido Sinaga (RS).

Konstruksi perkara dugaan korupsi tersebut berawal saat RF ditunjuk sebagai Kepala Satuan Kerja BBPJN Kalimantan Timur Tipe B dan RS sebagai PPK dalam proyek tersebut.

Agar dapat dimenangkan dalam proyek tersebut, NM, ANR, dan HS melakukan pendekatan komunikasi yang rutin kepada RS dengan janji dan kesepakatan adanya pemberian sejumlah uang.

Atas tawaran tersebut, RS menyampaikan kepada RF dan RF menyetujui kesepakatan itu. Selanjutnya, RF memerintahkan RS untuk memenangkan perusahaan NM, ANR, dan HS, diantaranya dengan memodifikasi dan memanipulasi beberapa barang yang ada di aplikasi katalog elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP).

Untuk besaran pembagian uang, RF mendapatkan 7 persen dan RS mendapatkan 3 persen sesuai dengan nilai proyek.

Adapun dalam katalog elektronik dianggarkan dana yang bersumber dari APBN untuk pengadaan jalan nasional wilayah I di Kalimantan Timur, di antaranya peningkatan Jalan Simpang Batu-Laburan dengan nilai Rp49,7 miliar dan preservasi Jalan Kerang-Lolo-Kuaro dengan nilai Rp1,1 miliar.

Selanjutnya sekitar Mei 2023, NM, ANR, dan HS memulai pemberian uang secara bertahap bertempat di Kantor BBPJN Wilayah 1 Kalimantan Timur mencapai sejumlah Rp1,4 miliar.

KPK telah mengamankan barang bukti berupa uang tunai sekitar Rp525 juta sebagai sisa dari nilai Rp1,4 miliar.

Tersangka NM, ANR, dan HS sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tersangka RF dan RS sebagai pihak penerima disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.