Produksi terancam turun, petani Lampung perlu bantuan agri input

id petani lampung, agri input, produksi menurun, harga gabah

Produksi terancam turun, petani Lampung perlu bantuan agri input

Ilustrasi salah satu areal persawahan di Lampung (ANTARA/HO)

Bandarlampung (ANTARA) -
Datangnya musim kemarau diramalkan akan berdampak terhadap produksi padi petani di Lampung, hal itu terlihat dari mulai turunnya volume produksi saat ini dibanding panen tahun lalu.

Salah satu petani padi di Lampung Timur, Wayan saat dihubungi dari Bandarlampung, Senin, mengatakan produksi padi tahun ini tidak sebagus tahun lalu akibat musim kemarau dan penyakit. 

Petani juga terancam tidak dapat bercocok tanam di musim tanam selanjutnya akibat minimnya pasokan air. Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan saluran irigasi di sekitar lahan persawahannya, namun sudah 10 tahun tidak teraliri air.

Sawah-sawah tersebut kemudian mengandalkan pengairan dari sebuah sumur yang mampu menampung air hujan, namun di musim ini airnya tidak tersedot pompa akibat terlalu dalam. 

"Melihat situasinya, tahun ini mungkin terancam gagal panen,” kata Wayan.

Dia mengharapkan ada bantuan sarana produksi atau agri input agar panen petani tak bertambah turun.

Bantuan sumur bor dari pemerintah, lanjutnya, sangat dibutuhkan untuk membantu pengairan karena kemampuan petani terbatas. Salah satunya mengenai kedalaman sumur yang telah ditetapkan dalam peraturan.

Berdasarkan pengalamannya, panennya tahun ini hanya menghasilkan 6 ton per hektare (ha) dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 7,2 ton per ha. Produksi di lahannya tersebut tergolong lebih baik dibanding petani lainnya yang produksinya lebih rendah akibat serangan hama dan penyakit. Selain itu, petani juga kesulitan memperoleh pupuk subsidi saat diperlukan.

Hal serupa juga dirasakan Wahyudi, salah seorang petani lainnya di Lampung Timur.  Dia menyebutkan hasil panennya tahun ini hanya 4,8 ton per ha. Sedangkan tahun lalu dia menghasilkan 5,5-6 ton per ha. Meski demikian, penurunan produksi tersebut tertolong oleh kenaikan harga gabah sehingga dia mampu mengantongi Rp26 juta per ha pada panen tahun ini. Sedangkan tahun lalu dia hanya memperoleh sekitar Rp19 juta per ha.

Wahyudi menjelaskan, penurunan produksi menjadi ancaman serius bagi usaha tani karena petani juga sedang menghadapi tingginya modal untuk tanam, seperti mahalnya harga pupuk dan pestisida. Penurunan produksi menyebabkan pengeluaran untuk modal tanam belum sebanding dengan hasilnya. 

"Kami berharap kalau bisa produksi bisa meningkat, harga juga bagus sehingga kami bisa sejahtera," ungkapnya.

Dia berharap adanya ketersediaan pupuk untuk membantu petani meningkatkan produktivitasnya. 

Wahyudi khawatir jika pupuk sulit diperoleh maka kebutuhan tanaman tidak terpenuhi, sehingga produksi berpotensi makin turun