Harga TBS kelapa sawit di Aceh turun jadi Rp1.500/kg

id Aceh,Apkasindo,Berita Aceh,Harga Minyak Kelapa Sawit,Pemprov Aceh

Harga TBS kelapa sawit di Aceh turun jadi Rp1.500/kg

Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit saat panen di Desa Jalin, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Senin (23/8/2021). (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Ini merupakan harga TBS yang paling rendah dari beberapa bulan terakhir, kata Sekretaris Apkasindo Aceh Fadhli Ali

Banda Aceh (ANTARA) - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh menyebutkan, harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani di daerah itu turun menjadi Rp1.500 dari sebelumnya Rp2.490 per kilogram (kg).

“Ini merupakan harga TBS yang paling rendah dari beberapa bulan terakhir,” kata Sekretaris Apkasindo Aceh Fadhli Ali di Banda Aceh, Selasa.

Ia menjelaskan dalam dua bulan terakhir, harga TBS kelapa sawit di tingkat petani Aceh mencapai Rp2.200/kg untuk wilayah barat selatan Aceh, sedangkan untuk wilayah pesisir timur Aceh mencapai Rp2.490/kg.

Namun sekarang, kata dia, harga TBS kelapa sawit di tingkat petani terus fluktuatif di Aceh, bahkan hampir mencapai angka Rp1.000/kg.

“Sementara harga minyak sawit mentah (CPO) per hari ini Rp10.850/kg atau mengalami kenaikan dibandingkan pekan lalu yang hanya Rp10.460/kg,” katanya.

Secara umum, Fadhli menilai, rendahnya harga TBS kelapa sawit ini akibat tertekannya harga ekspor CPO karena turunnya permintaan CPO dari India, serta beberapa negara Eropa lain yang menjadi tujuan ekspor CPO Indonesia.

“Kita tahu bahwa India adalah salah satu negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia. Pada tahun 2022 India negara pengimpor CPO terbanyak dari Indonesia,” ujarnya.

Belum lagi, kata Fadhli, beberapa negara juga memiliki banyak pilihan minyak nabati seperti minyak jagung, bunga matahari, kedelai, hingga minyak canola. Dan kondisi saat ini, minyak nabati tersebut menjadi pilihan masyarakat di luar negeri karena harganya juga cukup murah di tengah produksi yang juga bagus.

Apalagi, lanjut dia, minyak nabati tersebut merupakan barang substitusi atau pengganti. Jadi ketika tidak ada minyak sawit maka masyarakat di negara-negara luar bisa menggunakan minyak jagung, bunga matahari dan beberapa minyak lain sebagai pengganti.

“Harga barang substitusi ini juga lagi murah, makanya harga CPO juga murah. Mengapa harga barang substitusi itu murah karena produksi mereka juga banyak,” katanya.

Faktor lain, kata Fadhli, mengapa harga CPO di Indonesia murah juga karena parlemen di Uni Eropa telah menyetujui undang-undang larangan impor barang hasil deforestasi, yang di dalamnya memasukkan kelapa sawit sebagai komoditi berbahaya dan memiliki korelasi terhadap deforestasi atau kerusakan hutan.

“Dengan disahkan undang-undang deforestasi ini maka menghambat minyak sawit tidak leluasa masuk ke negara mereka, dan nyatanya memang minyak sawit ini lebih murah dibandingkan berbagai minyak lainnya,” ujarnya.