Hakim Itong jalani sidang perdana kasus suap di PN Tipikor Surabaya

id Hakim Itong ,Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi,itong suap, itong gratifikasi,suap

Hakim Itong jalani sidang perdana kasus suap di PN Tipikor Surabaya

Sidang terdakwa Hakim Itong di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya yang dilakukan secara dalam jaringan, Selasa (21/6). ANTARA/ Marul

Sidoarjo (ANTARA) -
Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaeni Hidayat menjalani sidang perdana sebagai terdakwa perkara dugaan tindak pidana gratifikasi suap di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa.
 
Terdakwa menjalani persidangan dalam kasus yang sama bersama dengan terdakwa lainnya, yakni M. Hamdan selaku Panitera Pengganti dan Hendro Kasiono, pengacara, dalam berkas terpisah.
 
Ketiga terdakwa dituduh terlibat perkara gratifikasi suap terkait dengan pembubaran PT Soyu Giri Primamedika (SGP).
 
"Tahap pertama diberikan Rp260 juta, tahap berikutnya menjelang putusan, diberikan Rp140 juta," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Yunarwanto saat membacakan dakwaan, Selasa.


Total jumlah uang yang diterima terdakwa Itong dalam perkara ini, menurut dakwaan jaksa, adalah sebesar Rp400 juta.

Dalam perkara ini terdakwa Itong telah menerima uang tersebut dalam jumlah bertahap.

Menanggapi dakwaan jaksa, Itong mengelak dan menyatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU KPK tersebut. Selain mengajukan eksepsi, Itong juga menyatakan keberatan atas persidangan yang dilakukan secara dalam jaringan.



Itong mengatakan selain alasan suasana Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng yang tidak kondusif untuk sidang dalam jaringan, alasan teknis juga membuatnya tidak bisa menangkap suara dengan jelas persidangan.

"Saya mohon (persidangan) offline (tatap muka), suasana di Medaeng tidak mendukung secara online (daring)," katanya.

Kesepakatan

Dalam perkara ini, KPK menjelaskan Itong selaku hakim tunggal PN Surabaya menyidangkan perkara permohonan pembubaran PT SGP yang diwakili Hendro sebagai kuasa hukum perusahaan itu.

Dalam penanganan perkara itu, KPK menduga ada kesepakatan antara Hendro dan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim.

KPK juga menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara itu berkisar Rp1,3 miliar, dimulai dari tingkat putusan pengadilan negeri hingga tingkat putusan Mahkamah Agung (MA). Sebagai langkah awal realisasi uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan, lalu meminta, agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.

Untuk memastikan persidangan perkaranya berjalan sesuai dengan harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan menggunakan istilah "upeti" demi menyamarkan maksud dari pemberian uang.

KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamdan diduga selalu dilaporkan Hamdan kepada Itong. KPK pun menyebutkan putusan yang diinginkan Hendro adalah agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.

Sebagai pemberi, Hendro didakwa dengan dakwaan kesatu Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 13 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai penerima, Itong dan Hamdan didakwa dengan dakwaan kesatu Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 11 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selanjutnya sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan mendengarkan nota keberatan dari terdakwa.