Konflik Rusia-Ukraina berpotensi naikkan harga pangan nasional

id OJK,konflik,Rusia,Ukraina,APBN,PDB

Konflik Rusia-Ukraina berpotensi naikkan harga pangan nasional

Tangkapan layar Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agus Edi Siregar (kiri atas) dalam webinar, Jumat (4/3/2022). ANTARA/Sanya Dinda.

Jakarta (ANTARA) - Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agus Edi Siregar mengatakan konflik antara Rusia dengan Ukraina berpotensi meningkatkan harga pangan di dalam negeri.

Hal tersebut dikarenakan Ukraina menjadi salah satu negara utama yang mengekspor gandum ke Indonesia dimana gandum dan turunannya menyumbang 8,5 persen dari total makanan Indonesia.

"Harga komoditas yang terus naik setelah konflik ini akan mengurangi potensi produksi pangan global sehingga harga pangan mungkin naik lebih lanjut," kata Agus dalam webinar Lab 45 "Konflik Rusia-Ukraina dan Risiko Ekonomi Politik bagi Indonesia" yang dipantau di Jakarta, Jumat.

Selain komoditas pangan, harga energi juga berpotensi naik sehingga pemerintah sedang memperdalam potensi dampak serta kebijakan dalam negeri yang akan diambil.

Ia mengatakan pemerintah akan berupaya tidak menaikkan administered price atau harga-harga yang diatur pemerintah, meskipun pada 2023 defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diharapkan kembali kurang dari 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kalau inflasi sudah terjadi karena harga pangan naik diharapkan pemerintah tidak menaikkan harga administered price, tapi ini menjadi dilema," ucapnya.

Apabila Rusia dan Ukraina bisa lebih cepat menemukan kesepakatan, kemungkinan dampak konflik kedua negara terhadap harga bahan pangan dan energi tidak akan berkepanjangan.

Menurut Agus, konflik kedua negara akan meningkatkan volatilitas di pasar keuangan, yang akan direspons oleh bank sentral global dengan tidak terlalu agresif meningkatkan suku bunga acuan.

"Kalau volatilitas pasar keuangan meningkat, risiko stagflasi akan mendorong bank sentral menjadi lebih akomodatif dan tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga. Ini mengurangi shock yang akan terjadi," ucapnya.

Sementara sektor perdagangan Indonesia tidak akan terlalu dipengaruhi konflik kedua negara, tetapi Indonesia berpotensi mendapatkan surplus neraca dagang dari peningkatan harga komoditas, yang mana berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.