Komut Citilink tegaskan pergantian dirut tidak terkait pemeriksaan di Kejagung

id citilink,dirut citilink

Komut Citilink tegaskan pergantian dirut tidak terkait pemeriksaan di Kejagung

Pesawat maskapai Citilink. (ANTARA/HO-Citilink)

Perubahan susunan pengurus perusahaan merupakan langkah strategis, khususnya dalam menjadikan Citilink sebagai maskapai yang lebih inovatif di tengah tantangan pandemi COVID-19 yang berlangsung saat ini
Jakarta (ANTARA) - Komisaris Utama Citilink Prasetio membantah kabar yang beredar bahwa pergantian Direktur Utama (Dirut) Citilink karena terkait pemeriksaan di Kejaksaan Agung dalam kasus pengadaan pesawat ATR 72-600.

"Pergantian jajaran komisaris dan direksi BUMN adalah hal biasa. Pergantian pengurus adalah hal yang lumrah, tour of duty biasa," kata Prasetio di Jakarta, Jumat.

Pada Kamis (17/2) Maskapai penerbangan Citilink melakukan perubahan susunan pengurus Perusahaan berdasarkan Keputusan Pemegang Saham di Luar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dalam jajaran pengurus perusahaan yang baru tersebut Dewa Kadek Rai diangkat sebagai Direktur Utama Citilink yang sebelumnya dijabat Juliandra Nurtjahjo.

Perubahan susunan pengurus perusahaan merupakan langkah strategis, khususnya dalam menjadikan Citilink sebagai maskapai yang lebih inovatif di tengah tantangan pandemi COVID-19 yang berlangsung saat ini.

"Jajaran direksi dan komisaris yang telah menyelesaikan masa tugasnya, telah memberikan kontribusi terbaik yang telah diberikan kepada perusahaan sehingga dapat terus tumbuh sebagai salah satu maskapai terkemuka di Indonesia bahkan di tengah tantangan pandemi yang berdampak luar biasa bagi industri penerbangan,” kata Prasetio dalam keterangannya.

Sebelumnya, beredar kabar bahwa pergantian Juliandra terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 di tahun 2013. Sedangkan Juliandra baru menjabat sebagai orang nomor satu Citilink pada 2017.

Seperti diketahui pada 11 Januari 2022 lalu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melaporkan adanya dugaan tindak korupsi di Garuda Indonesia. Erick mengatakan, bukti audit investigasi yang diserahkan ke Kejaksaan Agung karena leasing ada indikasi korupsi dengan merk yang berbeda.

"Garuda ini sedang tahap restrukturisasi tetapi yang kita sudah ketahui juga secara data-data valid memang dalam proses pengadaan pesawat terbangnya, leasingnya itu ada indikasi korupsi dengan merk yang berbeda-beda,” ujarnya.

Erick menyatakan, yang disampaikan Jaksa Agung adalah ATR 72-600 dan pihaknya sudah menyerahkan bukti audit investigasi.

"Jadi bukan tuduhan karena kita sudah bukan eranya saling menuduh tetapi masih ada fakta yang diberikan,” tambahnya.

Erick Thohir mengungkapkan, kasus korupsi itu terjadi di bawah kepemimpinan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia berinisial ES. Hal itu berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Untuk (pembelian) ATR 72-600 ini di tahun 2013. Jadi kalau yang ATR ini masih inisial ES dari hasil laporan audit investigasi," katanya.