Presiden IPC mengaku "emosional" jelang penutupan Paralimpiade Tokyo 2020
Jakarta (ANTARA) - Presiden Komite Paralimpiade Internasional (IPC) Andrew Parsons mengatakan bahwa dia merasa "emosional" menjelang penutupan Paralimpiade Tokyo, yang diadakan di tengah pandemi global.
Dalam temu media menjelang berakhirnya Paralimpiade yang digelar setelah penundaan satu tahun karena krisis kesehatan global, Minggu, Andrew Parsons mengatakan "tidak percaya" bahwa para atlet dapat mempersiapkan diri untuk pertandingan yang berlangsung 13 hari dan mencatatkan prestasi mengesankan di Tokyo.
"Tentu saja sekarang, pada hari terakhir, kami mulai berpikir apa yang akan terjadi jika pertandingan dibatalkan. Dan banyak pikiran muncul di benak kami," kata Parsons, dikutip dari Kyodo.
"Semua malam tanpa tidur, semua momen sulit, semua keputusan sulit yang dibuat."
"Ada banyak waktu ketika kami berpikir pertandingan ini tidak bisa terjadi bahkan sebelum penundaan, dan setelah penundaan, tetapi dari pihak Jepang, kami selalu mendapat dukungan."
Paralimpiade, yang dibuka pada 24 Agustus, sekitar dua pekan setelah penutupan Olimpiade Tokyo, menampilkan sekitar 4.400 atlet dari seluruh dunia, jumlah terbanyak, bersaing dalam 22 cabang olahraga.
Sementara Paralimpiade Tokyo diadakan tanpa penonton untuk mencegah penyebaran virus, Parsons mengatakan masyarakat Jepang "akhirnya benar-benar menerima pertandingan."
Presiden panitia penyelenggara Tokyo Games, Seiko Hashimoto, mengatakan Paralimpiade akan ditutup tanpa menghadapi "masalah besar." Namun, dia mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh timnya.
"Saya pikir tugas yang kita hadapi adalah bagaimana sejarah akan mengevaluasi permainan ini," kata Hashimoto dalam kesempatan yang sama.
"Tirai pertandingan akan ditutup, tapi selama panitia ada, kita harus menyampaikan nilai pertandingan kepada banyak orang menuju transformasi masyarakat, sehingga penyelenggaraan akan mendapatkan evaluasi yang baik. Saya pikir masih banyak hal yang harus kita lakukan."
Sementara Paralimpiade diadakan secara tertutup di semua tempat yang berlokasi di Tokyo dan tiga prefektur sekitarnya, menurut Hashimoto, sekitar 14.000 siswa yang berpartisipasi dalam program edukasi yang didukung pemerintah menonton kompetisi secara langsung.
Dalam temu media menjelang berakhirnya Paralimpiade yang digelar setelah penundaan satu tahun karena krisis kesehatan global, Minggu, Andrew Parsons mengatakan "tidak percaya" bahwa para atlet dapat mempersiapkan diri untuk pertandingan yang berlangsung 13 hari dan mencatatkan prestasi mengesankan di Tokyo.
"Tentu saja sekarang, pada hari terakhir, kami mulai berpikir apa yang akan terjadi jika pertandingan dibatalkan. Dan banyak pikiran muncul di benak kami," kata Parsons, dikutip dari Kyodo.
"Semua malam tanpa tidur, semua momen sulit, semua keputusan sulit yang dibuat."
"Ada banyak waktu ketika kami berpikir pertandingan ini tidak bisa terjadi bahkan sebelum penundaan, dan setelah penundaan, tetapi dari pihak Jepang, kami selalu mendapat dukungan."
Paralimpiade, yang dibuka pada 24 Agustus, sekitar dua pekan setelah penutupan Olimpiade Tokyo, menampilkan sekitar 4.400 atlet dari seluruh dunia, jumlah terbanyak, bersaing dalam 22 cabang olahraga.
Sementara Paralimpiade Tokyo diadakan tanpa penonton untuk mencegah penyebaran virus, Parsons mengatakan masyarakat Jepang "akhirnya benar-benar menerima pertandingan."
Presiden panitia penyelenggara Tokyo Games, Seiko Hashimoto, mengatakan Paralimpiade akan ditutup tanpa menghadapi "masalah besar." Namun, dia mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh timnya.
"Saya pikir tugas yang kita hadapi adalah bagaimana sejarah akan mengevaluasi permainan ini," kata Hashimoto dalam kesempatan yang sama.
"Tirai pertandingan akan ditutup, tapi selama panitia ada, kita harus menyampaikan nilai pertandingan kepada banyak orang menuju transformasi masyarakat, sehingga penyelenggaraan akan mendapatkan evaluasi yang baik. Saya pikir masih banyak hal yang harus kita lakukan."
Sementara Paralimpiade diadakan secara tertutup di semua tempat yang berlokasi di Tokyo dan tiga prefektur sekitarnya, menurut Hashimoto, sekitar 14.000 siswa yang berpartisipasi dalam program edukasi yang didukung pemerintah menonton kompetisi secara langsung.