Di masa pandemi, langkah inovasi digitalisasi adalah kewajiban bagi UMKM

id digitalisasi,inovasi,umkm,e-commerce

Di masa pandemi, langkah inovasi digitalisasi adalah kewajiban bagi UMKM

Pasar Sehat Sabilulungan Cicalengka juga menjadi salah satu pasar tradisional yang terus menggerakan perekonomian daerah di tengah pandemi melalui digitalisasi dengan berkolaborasi bersama Tokopedia. (ANTARA/HO/Tokopedia)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan langkah inovasi untuk digitalisasi di saat seperti ini memang sudah jadi kewajiban dilakukan oleh para pelaku UMKM karena selama pandemi berlangsung, transaksi luring dipastikan akan terhambat.

"Meskipun memiliki keunikan dan pasar tersendiri, selama pandemi masih berlangsung, transaksi offline tidak akan bisa lancar seperti sedia kala," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, permasalahan yang ada adalah banyak UMKM di daerah yang kerap tidak mengerti soal digitalisasi.

Ia menyatakan bahwa berbagai asosiasi juga telah rajin untuk membuat pelatihan, tetapi tentu saja tidak dapat menjangkau semuanya.

"Selain pemerintah, kalau ada perusahaan digital swasta yang bisa bantu tentu akan lebih baik,” katanya.

Sementara itu, CEO Qasir (perusahaan ekosistem digital) Michael Williem mengatakan kunci dari kesuksesan UMKM yang bisa bertahan bahkan melakukan ekspansi di era pandemi COVID-19 adalah mau beradaptasi dan membuka diri untuk berinovasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya.

"Kesadaran akan pentingnya go-digital juga sudah mulai marak dilakukan para pelaku UMKM baik pemain lama ataupun pemain baru yang mencoba peruntungan berusaha di tengah pandemi. Hal tersebut terlihat dari jumlah pengguna yang meningkat hingga lima kali lipat selama periode awal pandemi hingga saat ini dengan transaksi tercatat yang sebelumnya hanya di sekitar Rp 200 miliar menjadi lebih dari Rp 1 triliun," kata Michael.

Hingga kuartal pertama 2021, merchant Qasir didominasi oleh 76 persen usahawan di sektor kuliner, 16 persen pengusaha fesyen dan sekitar 8 persen di bisnis salon dan kecantikan. Adapun lokasi terbanyak usahawan Qasir terbesar saat ini di area Jawa Barat 31 persen, Jawa Timur 26 persen, dan 21 persen masing-masing di area Jabodetabek dan Jawa Tengah.

Michael melanjutkan, pelaku UKM perlu mawas diri terhadap makna go-digital karena istilah itu dinilai bukan cuma soal iklan di media sosial dan marketplace, tapi mencakup keseluruhan strategi bisnis.

Ia mengemukakan, ada empat strategi penting yang harus dilakukan yaitu kreatif membuat produk, berdaya saing tinggi seperti menggunakan bahan baku yang berkualitas, harga yang kompetitif karena persaingan di arena digital sangat ketat, serta pelayanan terbaik yang menitikberatkan pada kepuasan pelanggan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira mengatakan pandemi akan membuat adanya gelombang UKM baru yang bermunculan karena banyak pekerja dari sektor formal yang terkena PHK. Momen ini, kata Bhima, bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan ekosistem kewirausahaan nasional.

Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mendesak pemerintah mempercepat pembentukan ekosistem digital untuk membantu pengembangan pelaku UMKM sehingga bisa mengejar berbagai raksasa perusahaan e-commerce yang di antaranya ada yang telah melakukan merger.

Menurut Amin, fenomena mergernya platform digital raksasa seperti Gojek dan Tokopedia membuat digitalisasi UMKM menjadi mendesak dan memerlukan langkah taktis strategis.

Ia menyebut sejumlah faktor yang membuat pelaku UMKM kesulitan untuk terjun ke platform digital. Pertama, banyak pelaku UMKM yang masih belum melek digital sehingga mereka kesulitan menggunakan fitur-fitur di berbagai platform yang ada.

"Kedua, banyaknya pelaku UMKM yang kesulitan mengakses internet sehingga menghambat proses digitalisasi UMKM. Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebut, ada 63 persen pelaku UMKM yang mengaku kesulitan bekerja dari rumah karena kurangnya akses internet," paparnya.

Selain itu, ujar dia, pandemi membuat jutaan UMKM terpuruk sehingga mereka kesulitan modal untuk bangkit, dan dari sekitar 57 juta pelaku UMKM, hanya 12 juta UMKM yang terlayani lembaga keuangan formal secara layak, serta 15 juta pelaku UMKM sudah terlayani namun belum layak, dan sisanya belum terlayani.