Catatan Akhir Tahun - Krisis Listrik Terus Mengancam Lampung

id Defisit Listrik di Lampung, PLN Lampung, Bappeda Lampung, Krisis Listrik di Lampung, Byar-Pet PLN Lampung

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Krisis listrik di Provinsi Lampung telah terjadi di tahun 2015, dan diprediksi masih terus berlanjut di tahun mendatang.

Setelah pemadaman bergilir aliran listrik yang berlangsung mulai September 2015 berangsur mereda, menjelang akhir tahun ini masyarakat kembali berkeluh-kesah, bahkan marah-marah dan "mengumpat", karena lagi-lagi menjadi korban "mati lampu" (biarpet).

Ungkapan keluh kesah bahkan caci maki kepada jajaran PLN Lampung itu pun "diumbar" warga di media sosial.

Sejumlah warga pengguna listrik PT PLN di wilayah Lampung terutama di Kota Bandarlampung saat ini kembali mengeluhkan dan mempertanyakan pemadaman aliran listrik yang terjadi lagi, justru dengan waktu tidak beraturan dalam beberapa hari menjelang Natal 2015 ini.

Menurut sejumlah konsumen listrik PT PLN di Bandarlampung itu, pemadaman aliran listrik dengan waktu tidak beraturan, bahkan dalam sehari bisa terjadi lebih dari satu kali pemadaman dengan jangka waktu berjam-jam itu, dinilai sangat merugikan kepentingan masyarakat dan mengganggu aktivitas warga sehari-hari.

Yanto, penjahit di kawasan Sukarame, Bandarlampung mengeluhkan setiap kali terjadi pemadaman aliran listrik PLN itu, dia terpaksa harus menutup tempat usaha jahitannya dan ia pulang ke rumah untuk menunggu aliran listrik hidup lagi.

"Ternyata dalam sehari, mati lampu bisa beberapa kali terjadi, akhirnya merepotkan dan merugikan kami," ujarnya, seraya mengeluhkan akibat pemadaman aliran listrik itu usahanya terganggu dan konsumen jahitannya juga kecewa karena akan terlambat menyelesaikan pekerjaan order jahitannya.

Keluhan serupa diungkapkan pengelola usaha fotokopi di sejumlah tempat di Bandarlampung. Menurut mereka, saat aliran listrik padam, kendati tersedia generator listrik cadangan, tetap tidak bisa mengoperasikan mesin fotokopi yang ada karena tegangan dan arus listriknya tidak stabil akan berakibat menimbulkan kerusakan pada peralatan tersebut.

Pemadaman aliran listrik juga dikeluhkan warga masyarakat umumnya yang menjadi terganggu, terutama kalangan ibu rumah tangga dan warga kebanyakan. Aktivitas mereka memasak, mencuci dengan mesin cuci, menggosok baju dan menyalakan mesin air menjadi terganggu.

Apalagi pemadaman aliran listrik saat ini cenderung tidak beraturan dan dalam sehari bisa lebih dari satu kali mengalami pemadaman bergilir.

Berkaitan pemadaman aliran listrik itu, pihak PT PLN Distribusi Lampung melalui jaringan media sosial twitter, menyampaikan, "Mohon maaf, saat ini di wilayah Lampung ada gangguan jaringan kelistrikan dan sedang dalam penanganan oleh petugas."

Tidak dijelaskan secara rinci pemasalahan gangguan jaringan kelistrikan itu dimana dan sejak kapan, serta bagaimana penanganannya.

Selain di Bandarlampung, keluhan atas pemadaman aliran listrik ini juga disampaikan warga di sejumlah tempat lain di kabupaten/kota di daerah ini. Mereka berharap segera ada langkah untuk mengatasi pemadaman yang dinilai sangat merugikan kepentingan masyarakat.

General Manager (GM) PLN Distribusi Lampung, Irwansyah, melalui Deputi Manajer Operasional PLN Lampung, Agus Alhasewi, menyampaikan alasan adanya defisit daya listrik di Lampung sampai 150 MW saat ini, akibat terganggu sistem operasi PLTU Tarahan 4 Lampung Selatan dan PLTP Ulubelu di Tanggamus Lampung, sehingga kembali terjadi pemadaman aliran listrik di daerah ini.

Pada kondisi normal, PLTU Tarahan 4 bisa menghasilkan daya listrik sebesar 69 MW, namun saat ini hanya 15 MW. Sedangkan PLTP Ulubelu dari 50 MW kondisi normal, kini hanya bisa menghasilkan daya listrik 30 MW.

Selain itu, PLTU Tarahan 3 juga dalam masa pemeliharaan, sehingga operasionalnya terganggu. Dalam kondisi normal, PLTU Tarahan 3 mampu menyuplai daya listrik 80 MW.

Sambil menunggu permasalahan itu teratasi, pihak PLN Lampung akan berupaya menunda dulu pemeliharaan pembangkit PLTU Tarahan 3 yang saat ini tengah berlangsung, sehingga diharapkan bisa menambah ketersediaan daya listrik pada malam puncak Natal 2015 dan Tahun Baru 2016 nanti.

Beban puncak pemakaian daya listrik di Lampung berkisar 840--850 MW, diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang malam Tahun Baru 2016, berkisar 30 MW dari beban puncak saat ini.

Deputi Manager Humas dan Hukum PT PLN Distribusi Lampung, I Ketut Dharpa menjelaskan pula, pada Minggu (20/12) malam, sistem penghantar di Bukit Kemuning, Lampung Utara, dan Baturaja, Sumatera Selatan, tengah mengalami gangguan, sehingga menimbulkan "black out" (pemadaman total).

Gangguan transmisi tersebut juga mengakibatkan padam beberapa pembangkit besar, yaitu PLTU Tarahan 4, PLTU Sebalang II serta PLTP Ulubelu 1 dan 2.

Belum diketahui penyebab pastinya, namun diduga gangguan tersebut akibat tertimpa pohon tumbang.

Selain itu, pihak PLN Lampung menyatakan, sistem pembangkit PLTA Batutegi juga belum dapat dioperasikan karena mengalami kebanjiran akibat hujan deras yang turun dalam beberapa hari ini. Dalam kondisi normal, sistem ini bisa menghasilkan daya listrik sebesar 28 MW.

"Kami berupaya agar saat puncak malam Natal dan Tahun Baru tidak ada pemadaman, sehingga tidak mengganggu ibadah Natal dan perayaan pergantian tahun," ujar Ketut Dharpa pula.

            Konsumen "Marah"
Kondisi pemadaman aliran listrik yang kembali terjadi di Lampung itu, tidak hanya menimbulkan keluh kesah, tapi juga umpatan dan kemarahan mereka.

Keluh kesah warga Lampung menghadapi kondisi listrik "biarpet" itu, antara lain dicurahkan di media sosial. Salah satu warga Bandarlampung menyampaikan, "Aku deh gak mau caci maki, cuma mau tanya aja, dengan keadaan yang byaaar peet setiap waktu melebihi orang minum obat atau makan yang setiap harinya hanya 3x sehari, untuk memadamkan listrik PLN malah lebih dari 4x sehari, dan setiap padam dengan tempo melebihi 3--4 jam apa gak over dosis tuh kami... Bikin konsumen mabuk gak karuan..."

Warga itu meneruskan keluhannya, "Tiap bulan TDL sudah naik, kalau terlambat bayar kena denda, 2--3 bulan tidak bayar langsung diputus hubungan listrik di rumah konsumen. PLN merasa dirugikan alasannya. Konsumen menerima diperlakukan demikian. Pasang baru lagi...Tapi bila konsumen yang dirugikan apa PLN mau bertanggungjawab. Dengan alat-alat elektronik pada rusak, pekerjaan banyak yang gagal total atau ditunda karena padam listrik, tentu konsumen sangat dirugikan ... Gimana solusinya PLN?".

Dia mempertanyakan, konsumen harus menuntut kemana kalau dalam kerugian seperti ini? Wajarkah kalau caci maki yang kluar dari diri konsumen?, katanya lagi.

Sebelumnya, berkaitan kondisi kelistrikan di Provinsi Lampung yang dinilai mengalami krisis dan bila dibiarkan tanpa solusi jangka pendek akan berakibat lebih buruk, General Manager PT PLN Distribusi Lampung Irwansyah membenarkan kondisi itu.

Irwansyah, dalam rakor membahas permasalahan kelistrikan yang digelar bersama Pemprov Lampung beberapa waktu lalu itu, menjelaskan saat ini kondisi pasokan listrik di Lampung memang masih minim, sehingga perlu ada antisipasi.

Menurutnya, daerah Lampung sebelumnya mengalami defisit listrik hingga 220 Megawatt (MW), karena ada perbaikan sejumlah pembangkit listrik. Namun sejak Kamis (26/11), pembangkit PLTU Sebalang dan PLTU Tarahan sudah beroperasi lagi, sehingga defisit listrik di Lampung tinggal 18 MW dari total beban puncak 865 MW.

Irwansyah menegaskan pemadaman listrik di Lampung itu masih akan terus terjadi hingga perbaikan pembangkit listrik rampung dilaksanakan pada Januari 2016, seperti pembangkit listrik yang mengalami kerusakan, yaitu PLTU Tarahan, selain dampak musim kemarau dan adanya perawatan pembangkit dan peralatan yang ada.

Pada Agustus 2015 lalu, di Provinsi Lampung terdapat 1.696.826 pelanggan listrik PLN di daerah ini, dengan pendapatan sebesar Rp261,2 miliar per bulan. Pelanggan rumah tangga mencapai 1.621.315 atau sebanyak 95,5 persen dari total pelanggan di seluruh Lampung.

Hingga September 2015, jumlah pelanggan PLN Lampung mencapai 1,7 juta pelanggan. Jumlah ini naik sekitar 1 juta pelanggan dari 2014 yang mencapai 1,6 juta pelanggan dengan pertambahan daya mencapai 30 MW.

PLN Distribusi Lampung mencatat, hingga 29 Oktober 2015, jumlah pelanggan rumah tangga subsidi berdaya 450 VA dan 900 VA di Lampung mencapai 1.486.125 pelanggan.

Pemadaman bergilir aliran listrik di Provinsi Lampung yang terjadi saat masih kemarau lalu, menurut PT PLN berlangsung sejak 25 September 2015, karena defisit daya listrik sangat besar antara siang dan malam hari sekitar 80 megawatt, sehingga dilakukan pengurangan beban dengan pemadaman bergilir.

Penyebab defisit daya listrik di daerah ini adalah berkurang kemampuan daya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batutegi dan PLTA Way Besai, karena debit air berkurang akibat kemarau panjang. Selain itu, transfer daya listrik dari sistem Sumatera Bagian Selatan juga berkurang.

Pada saat normal transfer daya listrik siang hari berkisar 200--250 MW, namun saat ini rata-rata yang bisa ditransfer hanya berkisar 146--208 MW, dan saat malam dalam kondisi normal, transfer daya listrik bisa mencapai 342 MW namun saat ini yang bisa ditransfer hanya berkisar 228--290 MW. Kondisi tersebut menimbulkan defisit daya listrik, sehingga kami memberlakukan pemadaman bergilir.

PLN Lampung menjelaskan, penyebab transfer daya listrik yang berkurang itu, yaitu PLTA yang ada tidak optimal karena musim kemarau berkepanjangan, pembangkit listrik tenaga gas tidak optimal karena kabut asap yang terjadi di Sumatera Bagian Tengah dan Selatan menyebabkan filter inlet mengalami gangguan yang berakibat penurunan daya mampu pembangkit, serta beberapa pembangkit gas mengalami gangguan.

Penyebab lainnya adalah adanya pemeliharaan beberapa pembangkit, di antaranya PLTU Bukit Asam 1 dan 2, dan PLTG Keramasan 2 dan 3 di Palembang, Sumatera Selatan.

Penyebab berikutnya adalah beberapa pembangkit mengalami gangguan, di antaranya PLTU IPP Banjarsari 1, dan PLTG Talang Duku 2, Borang 1 dan 2, Indralaya, dan Gunung Megang.

Daya mampu pembangkit Lampung dan transfer dari Sumatera Selatan dalam kondisi normal rata-rata sekitar 865 MW, dipasok oleh pembangkit sebesar 540 MW dan transfer 325 MW, dengan beban puncak tertinggi yang pernah tercapai 854 MW sehingga terdapat surplus 11 MW.

Agar pasokan listrik Lampung handal, maka perlu tersedia cadangan minimal sebesar pembangkit terbesar di Lampung, yaitu 100 MW dan untuk mencapai keandalan yang cukup maka dibutuhkan cadangan pembangkit sebesar 30 persen dari beban puncak atau sekitar 256 MW.

Kondisi defisit daya listrik di Lampung itu, terjadi pengurangan beban pagi, siang, dan malam, untuk menjaga kestabilan sistem sehingga tidak terjadi "black out" atau pemadaman total.

PLN Lampung dalam jangka pendek mengupayakan mempercepat perbaikan pembangkit yang terganggu dan mempercepat proses pemeliharaan.

Karena itu, PT PLN Lampung mengimbau pelanggan agar menggunakan listrik dengan hemat dan seperlunya untuk menjaga kestabilan pasokan listrik terutama pada saat beban puncak pukul 17.00--22.00 WIB.

Namun ketika musim hujan tiba, bukan berarti permasalahan defisit daya listrik itu pun berakhir, bahkan dituding konsumen saat ini malah makin menjadi dan parah pemadaman aliran listrik terjadi.

Konsumen berharap semua pihak mencarikan solusi segera permasalahan listrik di daerah ini.

           Solusi Pembangkit Baru
Menghadapi permasalahan kelistrikan itu, Pemprov bersama DPRD Lampung juga tidak tinggal diam, apalagi ancaman krisis daya listrik di Lampung itu kalau dibiarkan akan berdampak buruk kemana-mana.

Pihak legislatif dan eksekutif di Lampung itu telah mendorong pembangunan pembangkit listrik baru, dengan prakiraan daya total mencapai 1.261 MW, dan mulai berjalan sejak 2013 hingga tahun 2021 mendatang, yaitu PLTU Tarahan (sudah berjalan), PLTG Sribawono, Semangka, Way Ratai, dan PLTP (panas bumi) Ulubelu 3 dan 4 sebesar 110 MW yang ditargetkan beroperasi tahun 2016--2017 (selain Ulubelu 1 dan 2 yang sudah berjalan).

Apalagi, Provinsi Lampung memiliki potensi energi panas bumi sebesar 2.867 Megawatt equivalent (MWe) atau 10 persen dari potensi nasional.

Lampung termasuk provinsi ketiga terbesar memiliki potensi panas bumi di Indonesia, dan terbesar nomor tiga secara nasional setelah Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Kondisi defisit daya listrik di Lampung, antara lain dipengaruhi pertumbuhan konsumsi Listrik di daerah ini yang tertinggi di Sumatera, yaitu sebesar 7,76 persen pada tahun 2015 dibandingkan di Sumatera umumnya yang mencapai 5,1 persen.

Pertumbuhan konsumsi listrik itu belum diimbangi dengan penambahan daya listrik dan pembangunan pembangkit listrik baru.

Suplai listrik Provinsi Lampung sekitar 36 persen berasal dari transfer (sistem interkoneksi Jawa-Sumatera) yang rentan gangguan atau tidak handal, dan selebihnya dipasok dari pembangkit di daerah ini.

Rencana pembangunan pembangkit di Provinsi Lampung berdasarkan RUPTL 2015--2024 dengan penambahan kapasitas sebesar sedikitnya 961 MW.

Pada 2016, PLN Lampung memproyeksikan menambah 255 MW, yaitu penambahan daya sebesar 200 MW bakal didapatkan dari pasokan PLTU Sebalang dan pengoperasian mobile power plant masing-masing sebesar 100 MW. Sumber lainnya dipasok dari PLTP Ulubelu 3 dan 4 sebesar 55x2 MW.

Dalam hitungan PLN, pada 2016, total pasokan daya yang dapat dihasilkan mencapai 1.100 MW. Proyeksi tersebut didapat dari suplai pembangkit lokal sebesar 775 MW, dan transfer dari Sumsel sebesar 325 MW. Total daya ini diproyeksikan bakal menutupi kebutuhan daya pada beban puncak yang diramal bakal mencapai 893 MW.

Namun, penambahan daya juga selalu beriringan dengan penambahan jumlah pelanggan, artinya ketersediaan daya bakal berbanding dengan tingkat kebutuhan daya yang terus meningkat. Saling berkejaran, dan biasanya, ketersediaan daya listrik tak akan mampu mengimbangi peningkatan permintaan daya listrik baru untuk industri maupun rumah tangga dan keperluan lainnya di tengah masyarakat yang terus bertumbuh dan berkembang yang makin besar memerlukan dukungan energi listrik.

Di Kota Bandarlampung saja, sejumlah hotel baru dibangun dan telah beroperasi, pasti memerlukan dukungan daya listrik yang memadai.

Tapi, beberapa pengelola hotel berbintang itu mengaku, dalam kondisi daya listrik defisit di Lampung ini, pihaknya hanya mendapatkan layanan listrik dari PLN pada pagi, siang hingga sore hari. Selebihnya, pada malam hari, mereka harus menggunakan pembangkit listrik cadangan (diesel) sendiri. Kekuatan pembangkit listrik alternatif ini tentunya tak sama dengan milik PLN.

Karena itu, sejumlah pihak mengingatkan Pemerintah Provinsi Lampung perlu segera menyusun rencana strategis pembangunan pembangkit listrik dan kecukupan energi di daerah ini ke depan, dengan langkah nyata yang harus dirancang dan dijalankan secepatnya.

Akademisi dari Universitas Saburai Bandarlampung, Dr Jauhari M Zailani MSc juga mengingatkan agar semua pihak segera bergerak mencarikan solusi kondisi krisis listrik di daerah ini.

"Jangan sampai kita semua, khususnya jajaran pemerintahan dan pihak PLN di Lampung justru menjadi terkaget-kaget melihat laju perkembangan masyarakat dan pembangunan yang ternyata memerlukan dukungan daya listrik yang lebih besar dari diperkirakan," ujar mantan Dekan FISIP Universitas Bandarlampung itu pula.

Jauhari mengingatkan agar PT PLN segera mencari solusi terbaik mengatasi krisisi listrik itu, didukung birokrasi pemerintahan daerah ini yang juga aktif dan kreatif mendorong adanya solusi itu. Pihak swasta dan dunia usaha juga harus memberi kontribusi di dalamnya.

Pakar energi geothermal (panas bumi) dari Lampung Prof Suharno mengingatkan lagi, sesungguhnya Provinsi Lampung memiliki sumber energi alternatif yang berlimpah dan bila dikembangkan dengan baik dipastikan tidak akan mengalami krisis energi listrik seperti dialami sekarang ini.

"Potensi energi listrik di Lampung cukup besar, termasuk dari energi panas bumi yang barus sebagian kecil saja dikelola di Ulubelu Kabupaten Tanggamus. Selebihnya masih banyak potensi yang belum terkelola dengan baik," ujar Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung (Unila) itu pula.

Menurut Prof Suharno, kapan lagi pengelolaan potensi energi di Lampung itu akan dikembangkan bila tidak dimulai dari sekarang, karena dipastikan ke depan kebutuhan energi listrik akan semakin besar dan ancaman krisis energi listrik akan sulit diatasi bila tidak direncanakan alternatif solusinya sejak saat ini.

"Jangan sampai Lampung mengalami krisis energi di tengah kelimpahan sumber energi di sekitarnya yang dibiarkan tak dikelola sebagaimana mestinya," ujar Prof Suharno lagi. Menurutnya, peran pemerintah dan swasta atau investor sangat diperlukan untuk mewujudkannya.

PT PLN di Lampung juga mengklaim telah memiliki alternatif solusi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang untuk mengatasi ancaman krisis daya listrik di daerah ini.

Karena itu, Pemprov bersama DPRD Lampung juga perlu terus mendorong realisasi pembangunan pembangkit listrik baru di Lampung, untuk mendukung upaya PT PLN tersebut.