Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Berkaitan kondisi kelistrikan di Provinsi Lampung yang dinilai mengalami krisis dan bila dibiarkan tanpa solusi jangka pendek akan berakibat lebih buruk, General Manager PT PLN Distribusi Lampung Irwansyah membenarkan kondisi itu.
Irwansyah, dalam rakor membahas permasalahan kelistrikan yang digelar bersama Pemprov Lampung itu menjelaskan, saat ini kondisi pasokan listrik di Lampung masih minim, sehingga perlu ada antisipasi.
Namun dia mengatakan, defisit kelistrikan di daerah ini mulai berkurang, meskipun pemadaman bergilir masih tetap terjadi.
Sebelumnya masyarakat Lampung pengguna listrik PLN, kata dia, merasakan pemadaman bergilir terjadi dua kali dalam sehari dengan durasi 3 jam.
Kini, menurutnya, pemadaman diprediksi berlangsung empat hari sekali dengan durasi hanya satu jam.
Menurutnya, daerah Lampung mengalami defisit listrik hingga 220 Megawatt (MW), karena ada perbaikan sejumlah pembangkit listrik. Namun pada Kamis (26/11) pembangkit PLTU Sebalang dan PLTU Tarahan sudah beroperasi lagi, sehingga defisit listrik di Lampung tinggal 18 MW dari total beban puncak 865 MW.
Irwansyah menegaskan pemadaman listrik di Lampung itu masih akan terus terjadi hingga perbaikan pembangkit listrik rampung dilaksanakan pada Januari 2016, seperti pembangkit listrik yang mengalami kerusakan yaitu PLTU Tarahan, selain dampak musim kemarau dan adanya perawatan pembangkit dan peralatan yang ada.
Pada Agustus 2015 ini, di Provinsi Lampung terdapat 1.696.826 pelanggan listrik PLN di daerah ini, dengan pendapatan sebesar Rp261,2 miliar per bulan. Pelanggan rumah tangga mencapai 1.621.315 atau sebanyak 95,5 persen dari total pelanggan di seluruh Lampung.
Hingga September 2015, jumlah pelanggan PLN Lampung mencapai 1,7 juta pelanggan. Jumlah ini naik sekitar 1 juta pelanggan dari 2014 yang mencapai 1,6 juta pelanggan dengan pertambahan daya mencapai 30 MW.
PLN Distribusi Lampung mencatat, hingga 29 Oktober 2015, jumlah pelanggan rumah tangga subsidi berdaya 450 VA dan 900 VA di Lampung mencapai 1.486.125 pelanggan.
Pemadaman bergilir aliran listrik di Provinsi Lampung, menurut PT PLN berlangsung sejak 25 September 2015, karena defisit daya listrik sangat besar antara siang dan malam hari sekitar 80 megawatt, sehingga dilakukan pengurangan beban dengan pemadaman bergilir.
Penyebab defisit daya listrik di daerah ini adalah berkurang kemampuan daya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batutegi dan PLTA Way Besai, karena debit air berkurang akibat kemarau panjang.
Selain itu, transfer daya listrik dari sistem Sumatera Bagian Selatan juga berkurang.
Pada saat normal transfer daya listrik siang hari berkisar 200--250 MW, namun saat ini rata-rata yang bisa ditransfer hanya berkisar 146--208 MW, dan saat malam dalam kondisi normal, transfer daya listrik bisa mencapai 342 MW namun saat ini yang bisa ditransfer hanya berkisar 228--290 MW. Kondisi tersebut menimbulkan defisit daya listrik, sehingga kami memberlakukan pemadaman bergilir.
PLN Lampung menjelaskan, penyebab transfer daya listrik yang berkurang itu, yaitu PLTA yang ada tidak optimal karena musim kemarau berkepanjangan, pembangkit listrik tenaga gas tidak optimal karena kabut asap yang terjadi di Sumatera Bagian Tengah dan Selatan menyebabkan filter inlet mengalami gangguan yang berakibat penurunan daya mampu pembangkit, serta beberapa pembangkit gas mengalami gangguan.
Penyebab lainnya adalah adanya pemeliharaan beberapa pembangkit, di antaranya PLTU Bukit Asam 1 dan 2, dan PLTG Keramasan 2 dan 3.
Penyebab berikutnya adalah beberapa pembangkit mengalami gangguan, di antaranya PLTU IPP Banjarsari 1, dan PLTG Talang Duku 2, Borang 1 dan 2, Indralaya, dan Gunung Megang.
Daya mampu pembangkit Lampung dan transfer dari Sumatera Selatan dalam kondisi normal rata-rata sekitar 865 MW, dipasok oleh pembangkit sebesar 540 MW dan transfer 325 MW, dengan beban puncak tertinggi yang pernah tercapai 854 MW sehingga terdapat surplus 11 MW.
Agar pasokan listrik Lampung handal, maka perlu tersedia cadangan minimal sebesar pembangkit terbesar di Lampung, yaitu 100 MW dan untuk mencapai keandalan yang cukup maka dibutuhkan cadangan pembangkit sebesar 30 persen dari beban puncak atau sekitar 256 MW.
Kondisi defisit daya listrik di Lampung itu, terjadi pengurangan beban pagi, siang, dan malam, untuk menjaga kestabilan sistem sehingga tidak terjadi "black out" atau pemadaman total.
PLN Lampung dalam jangka pendek mengupayakan mempercepat perbaikan pembangkit yang terganggu dan mempercepat proses pemeliharaan.
Karena itu, PT PLN Lampung mengimbau pelanggan agar menggunakan listrik dengan hemat dan seperlunya untuk menjaga kestabilan pasokan listrik terutama pada saat beban puncak pukul 17.00--22.00 WIB.
Pemprov Lampung telah mendorong pembangunan pembangkit listrik baru, dengan prakiraan daya total mencapai 1.261 MW, dan mulai berjalan sejak 2013 hingga tahun 2021 mendatang, yaitu PLTU Tarahan (sudah berjalan), PLTG Sribawono, Semangka, Way Ratai, dan PLTP (panas bumi) Ulubelu 3 dan 4 sebesar 110 MW yang ditargetkan beroperasi tahun 2016--2017 (selain Ulubelu 1 dan 2 yang sudah berjalan).
Apalagi, Provinsi Lampung memiliki potensi energi panas bumi sebesar 2.867 Megawatt equivalent (MWe) atau 10 persen dari potensi nasional.
Lampung termasuk provinsi ketiga terbesar memiliki potensi panas bumi di Indonesia, dan terbesar nomor tiga secara nasional setelah Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Kondisi defisit daya listrik di Lampung, antara lain dipengaruhi pertumbuhan konsumsi Listrik di daerah ini yang tertinggi di Sumatera, yaitu sebesar 7,76 persen pada tahun 2015 dibandingkan di Sumatera umumnya yang mencapai 5,1 persen.
Pertumbuhan konsumsi listrik itu belum diimbangi dengan penambahan daya listrik dan pembangunan pembangkit listrik baru.
Suplai listrik Provinsi Lampung sekitar 36 persen berasal dari transfer (sistem interkoneksi Jawa-Sumatera) yang rentan gangguan atau tidak handal, dan selebihnya dipasok dari pembangkit di daerah ini.
Rencana pembangunan pembangkit di Provinsi Lampung berdasarkan RUPTL 2015--2024 dengan penambahan kapasitas sebesar sedikitnya 961 MW.
Pada 2016, PLN Lampung memproyeksikan menambah 255 MW, yaitu penambahan daya sebesar 200 MW bakal didapatkan dari pasokan PLTU Sebalang dan pengoperasian mobile power plant masing-masing sebesar 100 MW. Sumber lainnya dipasok dari PLTP Ulubelu 3 dan 4 sebesar 55x2 MW.
Dalam hitungan PLN, pada 2016, total pasokan daya yang dapat dihasilkan mencapai 1.100 MW. Proyeksi tersebut didapat dari suplai pembangkit lokal sebesar 775 MW, dan transfer dari Sumsel sebesar 325 MW. Total daya ini diproyeksikan bakal menutupi kebutuhan daya pada beban puncak yang diramal bakal mencapai 893 MW.
Namun, penambahan daya juga selalu beriringan dengan penambahan jumlah pelanggan, artinya ketersediaan daya bakal berbanding dengan tingkat kebutuhan daya yang terus meningkat. Saling berkejaran, dan biasanya, ketersediaan daya listrik tak akan mampu mengimbangi peningkatan permintaan daya listrik baru untuk industri maupun rumah tangga dan keperluan lainnya di tengah masyarakat yang terus bertumbuh dan berkembang yang makin besar memerlukan dukungan energi listrik.
Provinsi Lampung perlu menyusun rencana strategis pembangunan pembangkit listrik dan kecukupan energi di daerah ini ke depan, dengan langkah nyata yang harus dirancang dan dijalankan secepatnya.
Kondisi Mengkhawatirkan
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Bandarlampung (UBL) Ida Bagus Ilham Malik, menilai pemadaman listrik di beberapa daerah, termasuk di Provinsi Lampung, sudah semakin mengkhawatirkan.
Masyarakat sudah kehilangan harapan pada PT PLN agar listrik tak pernah lagi padam bergilir. PT PLN sendiri seolah tak mampu berbuat apa-apa, sehingga persoalan pemadaman akhirnya menjadi cerita bersambung. Bukan cerita kolosal sebagaimana di sebuah drama.
Mahasiswa PhD di Faculty of Environmental Engineering, Kitakyushu University, melalui Beasiswa Monbukagakusho, Ketua 1 PPI Jepang itu menyatakan, Indonesia, melalui PT PLN, mati-matian menyediakan cadangan energi listrik agar tetap stabil. Hingga kini, Indonesia hanya punya cadangan 10 persen dari total pembangkit. PLTU (uap) berkontribusi pada 46,7 persen suplai energi, PLTGU (gas) 19,3 persen, PLTD (diesel) 11,6 persen, PLTA (air) 9,9 persen, PLTP (panas bumi) 2,6 persen, dan EBT (energi terbarukan) 0,5 persen.
Saat ini, menurutnya, Indonesia berharap pada banyak investasi dan bantuan asing untuk membangun pembangkit listrik. Pembangkit listrik itu adalah PLTU dengan bahan bakar batu bara. Karena batu bara yang akan menjadi sumber energinya, maka jangan heran jika Tiongkok/China yang yang diandalkan. Sebab, Tiongkok/China adalah negara ekonomi kuat yang dibangun dengan sokongan energi yang berasal dari batu bara dengan mengabaikan dampak buruknya pada lingkungan.
Dia menyatakan, negara yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) bersepakat untuk menghentikan pembangunan pembangkit berbahan bakar batu bara dengan menggunakan anggaran negara. Kecuali Tiongkok/China. Selain itu, Jepang dan Amerika Serikat juga bersepakat untuk menghentikan bantuan ke negara berkembang untuk alokasi bantuan pembangunan pembangkit energi listrik batu bara.
Kesepakatan ini, ujar dia lagi, akan mereka tandatangani pada UN Climate Change Meeting pada 30 November--11 Desember 2015.
Saat ini, menurut Ilham, Indonesia dalam posisi yang serba salah. Meskipun bukannya tak ada jalan keluar. Karena suplai energi listrik sangat terbatas, sementara kebutuhannya sedemikian tinggi, akhirnya Indonesia mengabaikan faktor keberlanjutan pembangunan dengan membangun pembangkit energi ramah lingkungan, yaitu dengan menggenjot pembangunan PLTU batu bara. Padahal posisi Indonesia adalah negara dengan cadangan batu bara 16 terbesar (0,5 persen cadangan dunia). Namun untuk ekspor Indonesia menempati urutan ke-2 sebagai eksportir, dan urutan ke-6 sebagai produsen.
Sekarang, katanya lagi, beberapa daerah seringkali mengalami pemadaman aliran listrik secara bergilir. Sampai saat ini program 10.000 MW atau 35.000 MW entah kapan terealisasi. Meskipun terealisasi, Indonesia tetap harus hati-hati karena batu baranya berkalori rendah, sehingga pencemarannya cukup berat, peralatannya juga tidak mampu mengolah secara baik sehingga menimbulkan banyak emisi dan limbah.
"Lambatnya realisasi pemenuhan energi listrik mengingatkan saya pada pepatah: biar lambat asal tidak selamat. Kenapa? Karena yang hendak dibangun ini adalah PLTU dengan potensi pencemar terbesar," ujar dia pula.
Masyarakat pun harap-harap cemas dibuatnya. Karena pilihan kebijakan membangun PLTU ini, dari negara yang abai pada lingkungan pula, di satu sisi suplainya kita butuhkan, tapi di sisi lain ada pencemar yang mengintai masa depan negara dan bahkan dunia.
Dia berharap semangat Revolusi Mental pemerintahan saat ini, berwujud pula dalam penyediaan energi. Prinsipnya adalah; cepat segera bangun pembangkit listrik ramah lingkungan.
Menurut dia, pasangan Jokowi-JK yang kini berkuasa, harus menjawab tantangan ini, sebagaimana yang sudah mereka tuangkan dalam visi misi dan komitmen mereka di kala memerintah. Sembari menunggu pemerintah berbuat, izinkan saya untuk mengatakan bahwa PT PLN sungguh terlalu. Pemadaman listrik bergilir ini sangat menyiksa masyarakat.
Akademisi dari Universitas Saburai Lampung, Dr Jauhari M Zailani MSc juga mengingatkan agar semua pihak segera bergerak mencarikan solusi kondisi krisis listrik di daerah ini.
"Jangan sampai kita semua, khususnya jajaran pemerintahan dan pihak PLN di Lampung justru menjadi terkaget-kaget melihat laju perkembangan masyarakat dan pembangunan yang ternyata memerlukan dukungan daya listrik yang lebih besar dari diperkirakan," ujar mantan Dekan FISIP Universitas Bandarlampung itu pula.
Jauhari mengingatkan agar PT PLN segera mencari solusi terbaik mengatasi krisisi listrik itu, didukung birokrasi pemerintahan daerah ini yang juga aktif dan kreatif mendorong adanya solusi itu. Pihak swasta dan dunia usaha juga harus memberi kontribusi di dalamnya.
Pakar energi geothermal (panas bumi) dari Lampung Prof Suharno mengingatkan, sesungguhnya Provinsi Lampung memiliki sumber energi alternatif yang berlimpah bila dikembangkan dengan baik dipastikan tidak akan mengalami krisis energi listrik seperti dialami sekarang ini.
"Potensi energi listrik di Lampung cukup besar, termasuk dari energi panas bumi yang barus sebagian kecil saja dikelola di Ulubelu Kabupaten Tanggamus. Selebihnya masih banyak potensi yang belum terkelola dengan baik," ujar Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung (Unila) itu pula.
Menurut Prof Suharno, kapan lagi pengelolaan potensi energi di Lampung itu akan dikembangkan bila tidak dimulai dari sekarang, karena dipastikan ke depan kebutuhan energi listrik akan semakin besar dan ancaman krisis energi listrik akan sulit diatasi bila tidak direncanakan alternatif solusinya sejak saat ini.
"Jangan sampai Lampung mengalami krisis energi di tengah kelimpahan sumber energi di sekitarnya yang dibiarkan tak dikelola sebagaimana mestinya," ujar Prof Suharno lagi.
Lampung memang perlu bergerak mencarikan solusi segera mengatasi krisis energi listrik yang semakin mengkhawatirkan saat ini.
Krisis Listrik di Lampung Perlu Solusi (2)
"Jangan sampai Lampung mengalami krisis energi di tengah kelimpahan sumber energi di sekitarnya yang dibiarkan tak dikelola sebagaimana mestinya," ujar Prof Suharno lagi.