Jakarta (ANTARA Lampung) - Ternyata seluruh anggota DPRD Musi Banyuasin (Muba) yang berjumlah 48 orang mendapatkan uang dari Bupati Musi Banyuasin Pahri Azhari dan istrinya Lucianty dengan nilai total Rp5,5 miliar.
Dalam surat dakwaan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah kabupaten Muba Syamsuddin Fei dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten Muba Faisyar yang dibacakan pada 3 September 2015 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang disebutkan empat unsur pimpinan DPRD Muba dan delapan Ketua Fraksi meminta uang Rp20 miliar kepada pemerintah kabupaten Muba, namun baru sempat diberikan sejumlah Rp5,5 miliar.
"Setelah seluruh anggota DPRD kabupaten Muba menerima uang dengan total jumlah Rp2,65 miliar seluruh anggota DPRD itu melakukan rapat pembahasan RAPBD kabupaten Muba 2015 dengan hasil akan memberikan persetujuan Raperda APBD TA 2015 menjadi Perda Kabupaten Muba pada 4 April 2015," demikian disampaikan dalam surat dakwaan.
Awal pemberian uang tersebut adalah saat Riamon Iskandar, Darwin AH, Islan Hanura dan Aidil Fitri selaku unsur pimpinan DPRD Kabupaten Muba bersama 8 Ketua Fraksi yaitu Ujang Amin (Fraksi PAN); Bambang Kariyanto (Fraksi PDIP); Jaini (Fraksi Golkar); Adam Munandar (Fraksi Gerindra); Parlindungan Harahap (Fraksi PKB); Depy Irawan (Fraksi Nasional Demokrat); Iin Pebrianto (Fraksi Demokrat) dan Dear Fauzul Azim (Fraksi PKS) memutuskan akan meminta uang sebesar Rp20 miliar kepada Pemerintah Kabupaten Muba guna kelancaran pembahasan dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Tahun Anggaran (TA) 2015 dan memberikan persetujuan terhadap Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Kepala Daerah Kabupaten Muba TA 2014".
Perhitungannya adalah 1 persen dari belanja modal dalam Rancangan APBD TA 2015 sebesar Rp2 triliun sebagaimana yang dilakukan anggota DPRD Kabupaten Muba pada pembahasan dan pengesahan APBD TA 2014 serta menyepakati Bambang Kariyanto sebagai koordinator untuk menyampaikan kesepakatan tersebut kepada Pahri Azhari melalui Syamsuddin Fei dan Faisyar.
Atas permintaan itu, pada awal Februari dilakukan pertemuan antara Syamsuddin Fei, Faisyar, Bambang Karyanto, Bupati Muba Pahri Azhari dan istrinya Lucianty untuk menyampaikan kesepakatan permintaan uang sejumlah Rp20 miliar yang kemudian Lucianty menyanggupinya.
Namun karena mengacu kepada pemberian uang dalam rangka pembahasan APBD TA 2014 yaitu 1 persen dari belanja modal yang totalnya adalah Rp1,2 triliun, maka jumlah uang yang akan diberikan kepada anggota DPRD Kabupaten Muba hanya sebesar Rp13 miliar.
Selanjutnya di rumah Bambang Kariyanto, dilakukan pertemuan antara Bambang, Adam Munandar dan Darwin AH untuk membahas kesanggupan Lucianty, namun karena belum tercapai kesepakatan, pembahasan berlanjut di dua lokasi lain yang dihadiri oleh Syamsuddin Fei dan Faisyar hingga mencapai kesepakatan uang yang akan diberikan kepada anggota DPRD kabupaten Muba adalah Rp17,55 miliar yang dibulatkan menjadi Rp17,5 miliar dengan rincian.
Sebanyak 33 anggota DPRD masing-masing mendapat Rp350 juta menjadi Rp11,55 miliar. Delapan ketua fraksi masing-masing mendapat Rp450 juta menjadi Rp3,6 miliar. Tiga Wakil Ketua DPR masing-masing memperoleh Rp550 juta totalnya Rp1,65 miliar dan seorang ketua DPRD mendapatkan Rp750 juta.
Syamsuddin Fei dan Faisyar selanjutnya menyampaikan hal itu kepada Pahri Azhari dan Lucianty pada 9 Februari 2015 di dalam pendopo/rumah dinas Bupati Kabupaten Muba.
Seusai menyampaikan hal itu, Pahri dan Lucianty bertemu dengan Bambang Kariyanto di tempat yang sama dan saat itu Lucianty mengatakan kepada Bambang Kariyanto bahwa dirinya akan menjamin uang yang akan diberikan kepada anggota DPRD Kabupaten Muba dan dapat diambil pada hari Jumat yang kemudian ditegaskan pula oleh Pahri Azhari yang mengatakan kepada Bambang Kariyanto ¿uangnya menjadi tanggungjawab Ayuk, gimana dengan kawan-kawan DPR¿ dan dijawab Bambang Kariyanto "yang lain aman-aman saja kecuali Pimpinan."
Pertemuan
Pertemuan selanjutnya dihadiri oleh Bambang, Adam, Syamsuddin dan Faisyar dengan Bambang minta agar diberikan uang panjar sebesar Rp2,65 dari Rp17,5 miliar dengan mengatakan, "untuk pelaksanaan rapat anggaran supaya diketok palu, mereka minta DP dulu sebesar Rp2,56 M. Tolong pak Fei dan Faisyar bagaimana caranya, mereka itu meminta DP."
Syamsuddin selanjutnya menyampaikan itu kepada Lucianty dan Lucianty pun menyerahkan uang sebesar Rp2,65 miliar ke dua tas dan kemudian menyerahkan uang itu ke Bambang Kariyanto dan Adam Munandar di rumah Syamsuddin dengan disaksikan oleh Faisyar.
Uang itu pun selanjutnya dibagikan kepada seluruh anggota DPRD kabupaten Muba dengan jumlah bervariasi yaitu empat pimpinan DPRD masing-masing berjumlah Rp100 juta, delapan orang pimpinan fraksi masing-masing berjumlah Rp75 juta dan 33 anggota DPRD lain berjumlah Rp50 juta.
Tapi Islan Hanura selaku salah satu pimpinan DPRD Kabupaten Muba berencana membatalkan agenda tersebut, sehingga Faishyar, Bambang Kariyanto, Adam Munandar, Darwin AH dan Islan Hanura menemui Islan Hanura di Hotel Ariesta Palembang. Islan ternyata meminta Rp400 juta kepada Pemerintah Kabupaten Muba melalui Bambang namun hanya disanggupi Rp200 juta.
Atas permintaan Islan itu, Bambang dan Syamsuddin menemui Pahri Azhari dan Lucianty untuk melaporkannya. Lucianty kemudian memerintahkan Bambang dan Syamsuddin mengambil Rp200 juta di SPBU milik Lucianty, dan langsung diserahkan ke Islan di belakang Hotel Swarna Dwipa Palembang dengan memindahkannya ke mobil Islan. Beberapa saat kemudian Riamon Iskandar, Aidil Fitri, dan Darwin AH selaku pimpinan DPRD Kabupaten Muba memasuki mobil Islan Hanura.
Pada 4 April 2015 akhirnya dilakukan penandatanganan berita acara bersama antara Pimpinan DPRD Kabupaten Muba dengan Bupati Kabupaten Muba tentang persetujuan Raperda APBD TA 2015 menjadi Perda Kabupaten Muba.
Pahri sendiri sudah mengirimkan surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Muba perihal penjadwalan rapat paripurna pembahasan LKPJ Bupati Muba TA 2014, tapi tidak pernah terlaksana karena tidak pernah quorum disebabkan Pemkab Muba belum memenuhi sisa uang dari sebesar Rp17,5 miliar.
Setelah LKPJ Bupati Kabupaten Muba TA 2014 diserahkan, pimpinan DPRD Muba menagih sisa uang dengan mengatakan bahwa beberapa anggota DPRD Kabupaten Muba akan mengajukan hak interpelasi terkait LKPJ Bupati Kabupaten Muba TA 2014 yang terlambat diajukan.
Syamsuddin pun melaporkan hal itu ke Pahri sambil menunjukkan catatan rekapitulasi belanja yang berisi tagihan kepada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar 3 persen dari belanja modal. Syamsuddin menyampaikan untuk dana yang jumlahnya kecil sudah ditagih kepada SKPD sedangkan untuk jumlah dana yang besar yaitu dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (PUBM) dan Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya (PUCK) belum tertagih.
Atas laporan itu, Pahri memerintahkan untuk membanggil Kepala Dinas PUBM Andri Sophan dan Kepala Dinas PUCK Zainal Arifin untuk membantu mengumpulkan dana dengan mengatakan, "Pak Andri dan Pak Zainal tolong dibantu untuk DPRD itu, kumpulkan ke Pak Fei. Paling lambat hari Jumat."
Adapun rekapitulasi dana dari para SKPD Pemkab Muba yang sudah diterima Faisyar dengan sepengetahuan Syamsuddin Fei dan Pahri Azhari adalah sebesar Rp478 juta.
Sedangkan dana dari Dinas PUBM baru diserahkan pada 19 Juni 2015 yang seluruhnya mencapai Rp2 miliar dan dana dari Dinas PUCK mencapai Rp500 juta ditambah dana dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp25 juta dan uang Faisyar sejumlah Rp35 juta sehingga totalnya mencapai Rp2,56 miliar yang dibawa ke rumah Syamsuddin. Syamsuddin dan Faisyar kemudian bersama-sama ke rumah Bambang yang sudah menunggu penyerahan sisa uang Beberapa saat kemudian datang petugas KPK mengamankan Syamsuddin Fei, Faisyar, Bambang Kariyanto serta Adam Munandar berikut uang sejumlah Rp2,559 miliar.
Syamsuddin dan Faisyar didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara 1--5 tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.