Anas Urbaningrum Minta Sumpah Kutukan

id Vonis Anas Urbaningrum

Jakarta (ANTARA Lampung) - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta adanya sumpah Mubahalah (kutukan/melaknat-red) seusai dijatuhi vonis di pengadilan Tindak pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

"Mohon jika diperkenankan, di ujung persidangan yang terhormat, tim jaksa penuntut umum dan juga majelis hakim yang mulia melakukan mubahalah. Mubahalah itu adalah sumpah kutukan. Mohon izin, saya meyakini substansi tentang pembelaan saya sebagai terdakwa," kata Anas Urbaningrum di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/9).

Dalam sidang tersebut, hakim memvonis Anas dengan 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 3 bulan kurungan.

"Tentu penuntut umum juga punya keyakinan di dalam menulis dan menyampaikan tuntutan. Majelis tentu sudah mempertimbangkan dengan selengkap mungkin dan itu diputus berdasar keyakinan majelis. Karena sebagai terdakwa saya yakin, penuntut umum yakin, majelis juga yakin, mohon diizinkan di forum yang terhormat ini majelis persidangan yang terhormat ini untuk melakukan mubahalah. Siapa yang salah, itulah yang sanggup menerima kutukan," tambah Anas.

Mubahalah dalam agama Islam adalah memohon kutukan kepada Allah untuk dijatuhkan kepada orang yang berdosa.

Namun ketua majelis hakim Haswandi mengacuhkan permintaan Anas tersebut.

"Ya, dengan adanya putusan ini, maka persidangan perkara atas nama terdakwa Anas Urbaningrum selesai dan persidangan dinyatakan tertutup," kata hakim Haswandi.

Anas terhadap vonis ini meminta waktu pikir-pikir selama 7 hari.

"(Putusan) ini memang tentang terdakwa, tentang Anas, tapi tentu saya harus berbicara, berdiskusi, terutama dengan keluarga. Karena itu, mohon diijinkan untuk waktu berkonsultasi, untuk waktu berbicara, untuk waktu istikharoh, sampai waktu seminggu," kata Anas.

Anas pun mengaku bahwa putusan terhadap dirinya tidak adil.

"Saya berpendapat putusan tidak adil karena tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan yang lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan," tambah Anas.

Vonis tersebut berdasarkan pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah.

Serta dakwaan kedua dari pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tentang perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari perbuatan tindak pidana.