Polisi buru tiga tersangka perdagangan organ tubuh

id polda sumut, mabes polri, medan, ginjal, perdagangan orang

Polisi buru tiga tersangka perdagangan organ tubuh

Kantor Kepolisian Daerah Sumatera Utara. (ANTARA/HO-Polda Sumut)

Medan (ANTARA) - Kepolisian Daerah Sumatera Utara memburu tiga tersangka terduga pelaku perdagangan organ tubuh berupa ginjal yang masuk daftar pencarian orang (DPO).

"Dalam perkara ini, kami tetapkan empat orang menjadi tersangka, yakni pria berinisial EC, AT, AD, dan MM," ujar Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sumut Kompol Wahyu Ismoyo di Medan, Sabtu.

Ia mengatakan keberadaan EC informasinya ada di India yang berperan sebagai kordinator, AD posisi terakhir di Jakarta sebagai penghubung dan yang telah ditangkap MM  berperan menjadi penghubung dan memfasilitasi korban pria berinisial RA.

Ia melanjutkan Polda Sumut masih melakukan pengembangan yang bekerja sama dengan Tim Badan Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Mabes Polri dalam memburu terduga tiga pelaku tersebut.

"Adanya informasi ini, mudah-mudahan ada iktikad warga sekitar yang mengetahui informasi terkait ini, jadi kami sebagai aparatur penegak hukum akan menindak," ucap Wahyu.

Dia mengatakan kasus organ ginjal sepanjang 2023 baru pertama ditemukan di jajaran wilayah hukum Polda Sumut.

"Kami melarang warga jangan komersil organ tubuh, selain itu kepada masyarakat maupun pemerintah setempat agar memberikan informasi hal yang sama," tuturnya.

Sebelumnya Tim Mabes Polri dan Polda Sumut menangkap terduga pelaku MM di Medan pada 6 Desember 2023, setelah RA yang merupakan warga Kabupaten Kudus  diamankan di di Bandar Udara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara menuju India pada 5 Desember 2023.

Dari hasil penyelidikan, RA mengaku menjual ginjal ini karena memerlukan uang untuk berobat saudaranya yang sedang sakit.

Singkatnya, korban bersepakat dengan EC yang sebelumnya berkenalan melalui sosial media. Setelah itu, RA dan EC bersepakat dengan harga Rp175 juta, tapi korban masih mendapatkan Rp10 juta.

Atas dasar itu, MM dijerat Pasal 2 juncto Pasal 10 Undang-undang RI nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan ancaman tiga tahun hingga 15 tahun penjara serta denda Rp 600 juta.