Jakarta (ANTARA) - Komisi IX DPR RI kembali memanggil jajaran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Senin, untuk membahas polemik pemberhentian mantan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto dari keanggotaan organisasi kedokteran.
"Rapat kita undangannya untuk membahas tugas pokok dan fungsi IDI," kata Pimpinan Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh dalam Rapat Dengar Pendapat DPR RI yang disiarkan secara langsung dari YouTube DPR RI dan diikuti dari Jakarta.
Dalam agenda tersebut hadir Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi beserta jajaran dan sejumlah Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia di antaranya Romli Atmasasmita, Budi Sampurna dan Herkutanto.
Baca juga: MKEK memutuskan berhentikan dr. Terawan dari keanggotaan IDI
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengatakan tupoksi IDI adalah melindungi, memberdayakan dan mendukung anggota untuk mempertinggi derajat kesehatan rakyat Indonesia. "Terkait kasus Terawan, beliau sudah memenuhi unsur tersebut," katanya.
Ia mengatakan tindakan terapi atau pengobatan terhadap stroke iskemik kronik yang dikenal sebagai Brain Washing (BW) atau Brain Spa (BS), melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA) yang dilakukan Terawan sebagai bentuk mempertinggi derajat kesehatan rakyat Indonesia.
"Bila tujuan IDI men-support dan melindungi anggota, ini ada 2.500 dokter muda yang tidak lolos uji kompetensi dan bakal menganggur. Kemudian IDI memecat anggotanya," katanya.
Ia mengatakan IDI seharusnya memberi dukungan kepada Terawan agar metode DSA bisa diterima masyarakat. "Harusnya IDI beri dukungan ke Terawan agar DSA bisa diterima dan itu menyelamatkan, kenapa justru tidak diperbolehkan," katanya.
Baca juga: Pemberhentian Terawan bahayakan masa depan kedokteran
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyorot tanggapan beragam masyarakat terkait rekomendasi pemberhentian Terawan dari IDI.
"DSA-nya Terawan sudah menghasilkan doktor, sudah secara keilmuan, saintifik. Mau gunakan keilmuan apa lagi?. Menurut IDI itu belum didasari keilmuan. Kalau begitu didesertasikan, jangan diungkap ke publik bahwa ini belum memenuhi kaidah keilmuan," katanya.
Ia mengatakan harusnya IDI menggunakan dasar keilmuan untuk menjawab penolakan metode DSA Terawan. "Kalau dibawa ke ranah etik, saya khawatir dokter di Indonesia gak akan ada yang berani lagi," ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengkritisi rekomendasi dugaan pelanggaran etik kedokteran yang dilayangkan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI untuk pemberhentian Terawan.
Salah satunya adalah mempromosikan diri secara berlebihan terhadap Brain Washing melalui metode DSA yang dianggap belum memiliki kajian ilmiah berbasis data kedokteran. "Yang mengiklankan itu Wakil Ketua Komisi IX dan saya serta beberapa pejabat negara, bukan Terawan. Tunjukkan ke saya iklan yang katanya salah," katanya.
Saleh juga mengkritisi pernyataan IDI yang menyebut Vaksin Nusantara sebagai produk yang belum sempurna penelitiannya. "Saya tanya, vaksin COVID-19 di Indonesia yang sudah sempurna penelitiannya apa?. Bukankah semua vaksin yang masuk menggunakan izin darurat yang dipakai dalam keadaan emergency. Artinya semua vaksin belum ada yang sempurna," katanya.
Sebelumnya, Pengurus Ikatan Dokter Indonesia tak menghadiri undangan Komisi IX DPR RI pada Selasa (29/3) karena seluruh pengurus IDI tengah menjalani agenda Muktamar XXXI di Aceh.
Baca juga: Anggota DPR pertanyakan pemecatan dr Terawan
Baca juga: Kemenkes bantu proses mediasi IDI dan Terawan