Jakarta (ANTARA) - Pakar Hubungan Internasional Synergy Policies Marzuki Darusman menilai konflik Rusia-Ukraina yang terjadi saat ini dapat mempengaruhi Myanmar dalam mengimplementasikan Konsensus Lima Poin (Five-Point Consensus).
Marzuki dalam diskusi daring yang bertajuk “Speaking-Up: ASEAN Reactions to the Ukraine Crisis” di Jakarta, Selasa malam, menyebutkan tiga dampak yang berpotensi mempengaruhi situasi politik di wilayah Asia Tenggara, yakni pertama hubungan antara junta Myanmar dengan Rusia.
“Dampak dari krisis ini dapat memperkuat junta di Myanmar yang saat ini bisa memasuki ruang antara Barat dan Timur dan memiliki peran di politik global,” katanya.
Karena itu, lanjut dia, junta akan mendapatkan kepercayaan diri akan posisinya di Myanmar yang dapat memicu masuknya pasukan dari luar ke dalam konflik internal.
“Kedua, Junta Myanmar dapat mempengaruhi hubungan antarnegara ASEAN dan berdampak pada implementasi Konsensus Lima Poin,” katanya.
Ketiga, krisis di Myanmar akan berkepanjangan, sehingga dibutuhkan kewaspadaan dari seluruh negara anggota ASEAN untuk menggencarkan proses dan resolusi perdamaian.
Marzuki mengatakan Junta Myanmar sudah menyatakan sikapnya yang terang-terangan membela Rusia dalam konflik dengan Ukraina.
Dalam pernyataannya, Junta Myanmar berterima kasih kepada Rusia karena menjadikannya saat ini sebagai angkatan terbesar dan terkuat di Asia Tenggara.
Kemudian, Junta Myanmar juga menjustifikasi serangan Rusia lantaran negara itu merupakan negara adikuasa (superpower).
“Saya boleh bilang ini bukan suatu pernyataan seperti negara ASEAN. Kami tidak menglorifikasi superpower. ASEAN sudah meraih pencapaian luar biasa 50 tahun perdamaian,” ujar mantan Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar itu.
Dalam kesempatan sama, pakar Politik Luar Negeri Universitas Pertahanan Indonesia Makarim Wibisono mengatakan di antara anggota ASEAN terdapat perbedaan pandangan terkait konflik Rusia-Ukraina yang harus menjadi perhatian.
“Singapura sudah menyatakan posisinya untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, sementara itu Junta Myanmar mendukung Rusia. Vietnam menginginkan adanya dialog. Indonesia, Malaysia dan Filipina mendukung adanya resolusi,” ujarnya.
Sebelumnya, pada 26 Februari 2022, para menteri luar negeri ASEAN telah mengeluarkan pernyataan bersama terkait konflik Rusia-Ukraina.
Para Menlu ASEAN menyatakan sangat prihatin atas perkembangan situasi dan permusuhan bersenjata di Ukraina.
“Kami menyerukan kepada semua pihak terkait untuk menahan diri secara maksimal dan melakukan upaya maksimal untuk melakukan dialog melalui semua saluran, termasuk sarana diplomatik untuk mengatasi situasi, untuk meredakan ketegangan, dan untuk mencari penyelesaian damai sesuai dengan hukum internasional, prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara,” kata para Menlu ASEAN.
Para Menlu ASEAN percaya bahwa masih ada ruang untuk dialog damai untuk mencegah situasi agar tidak lepas kendali.
“Demi kedamaian, keamanan, dan kerukunan eksistensi bersama untuk menang, itu adalah tanggung jawab semua pihak untuk menegakkan prinsip saling menghormati kedaulatan, keutuhan wilayah dan persamaan hak semua bangsa,” katanya.