"Urban Farming" tak sekadar memanfaatkan lahan kosong, lingkungan pun lebih indah bersih

id Urban Farming,Pertanian kota,Jakarta Timur,Cipinang,Sudin KPKP Jakarta Timur

"Urban Farming" tak sekadar memanfaatkan lahan kosong, lingkungan pun lebih indah bersih

Lokasi pertanian kota Trasa Balong (Sentra Sayur Bawah Kolong) yang berada di kolong jembatan layang Cipinang. ANTARA/Yogi Rachman

Urban Farming tak hanya membuat lingkungan menjadi lebih hijau dan indah

Jakarta (ANTARA) - Matahari senja bersinar cukup hangat di tengah bisingnya jalanan ibu kota ketika Murtani (58) sibuk menyirami tanaman sayur-sayuran di lokasi yang tak biasa untuk bercocok tanam itu.

"Trasa Balong" (Sentra Sayur Bawah Kolong), begitulah warga RW 08 Cipinang, Jakarta Timur, menyebut lahan kosong di bawah kolong jembatan layang yang kini digunakan sebagai tempat bercocok tanam yang lazim disebut sebagai pertanian kota (urban farming)

Beragam jenis tanaman sayur ditanam di lahan dengan luas kurang lebih 100 meter persegi, seperti kangkung, kol, brokoli, hingga cabai. Bahkan di sini juga ada kolam sebagai tempat budidaya ikan mujair.

Beratapkan beton jalan tebal sebagai penghubung antara kawasan Cipinang menuju Jatinegara, Murtani sehari-harinya bekerja merawat tanaman mulai dari pagi saat fajar menyingsing dan juga ketika sore hari menjelang.

Dalam merawat tanaman di "Trasa Balong", Murtani mengaku juga mendapatkan bantuan dari personel Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang juga dikerahkan langsung oleh pihak kelurahan Cipinang.

Pria yang akrab disapa Pak Tani itu mengisahkan bahwa kehadiran "Trasa Balong" merupakan atas inisiatif dari warga di lingkungan RW 08 yang ingin mengubah lahan kosong di bawah jembatan layang Cipinang yang saat itu baru selesai dikerjakan.

"Kita manfaatkan aja kalau misalnya lahan ini kosong nanti bisa dimanfaatkan orang lain untuk bangun gubuk segala macam. Kalau ini kan lebih terawat," kata Murtani.

Swadaya warga
Murtani mengungkapkan bahwa seluruh biaya perawatan tanaman seperti membeli pupuk, insektisida, hingga bibit semuanya merupakan hasil swadaya masyarakat tanpa mengandalkan biaya dari pemerintah kota.

Konsep dari warga untuk warga benar-benar diterapkan dalam tata kelola "Trasa Balong". Seluruh hasil panen tanaman sayur yang ditanam di lahan ini seluruhnya diberikan kepada warga dan mereka yang membutuhkan.

Murtani, salah satu warga RW 08 Cipinang, Jakarta Timur yang mengelola lahan kosong di bawah jembatan layang untuk ditanami aneka sayur. ANTARA/Yogi Rachman

"Hasilnya buat warga, PKK (pemberdayaan kesejahteraan keluarga) Kelurahan, Jumantik (juru pemantau jentik), dan lansia. Hasilnya tidak dijual karena sudah kesepakatan soalnya kita untuk bantu warga," ujar Murtani.

Dalam sekali panen tanaman sayur kangkung misalnya, dia mengatakan hasilnya bisa didapatkan kurang lebih sebanyak 30 kg yang seluruhnya dibagikan kepada warga dan mereka yang membutuhkan.

Tentu saja swadaya ini sedikitnya meringankan beban pengeluaran masyarakat yang tak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli sayuran di pasar.

Meskipun Murtani mengatakan bahwa dirinya tidak menerima bayaran sepeserpun atas jasanya dalam merawat tanaman di kolong jembatan layang ini.

Kecintaannya terhadap tanaman dan juga keinginan kuat untuk membantu sesama yang membutuhkan menjadi pemuas batinnya diluar urusan materi.

Berkat jasanya pula yang membuat pemandangan di bawah kolong jembatan layang yang biasanya tak terurus menjadi lebih indah dengan adanya "Trasa Balong".

Tidak sedikit masyarakat sekitar atau pengendara melintas yang menjadikannya sebagai objek untuk berfoto dengan latar pemandangan hijaunya tanaman.

"Kalau main aja enggak apa-apa, asal jangan sampai merusak," ujar Murtani.

Dalam beberapa kesempatan, Murtani mengatakan bahwa Trasa Balong juga pernah mendapatkan penghargaan saat mengikuti lomba pertanian kota di tingkat Provinsi DKI Jakarta.

Gaya hidup
Banyak manfaat yang bisa dirasakan dari pertanian kota yang tak hanya sekadar mengubah lahan kosong untuk ditanami aneka macam tumbuhan seperti sayur dan buah-buahan.

Berlokasi tak jauh dari "Trasa Balong", sebuah taman hijau berdiri indah berdampingan dengan rel kereta api. Warga RW 08 Cipinang menyebutnya sebagai "Samrel Garden" karena lokasinya yang berada di samping rel kereta api.

Eflin Herman merupakan inisiator dari berdirinya "Samrel Garden" pada Mei 2020. Berawal dari kepeduliannya terhadap lingkungan di tempat tinggalnya yang saat itu tidak teratur karena banyak warga yang membuang sampah di lahan kosong milik PT KAI yang tak jauh dari rumahnya.

Eflin menceritakan bahwa saat itu kondisi sampah dan sisa puing-puing yang dibuang warga di lokasi tersebut sangat memprihatinkan dan juga menimbulkan pemandangan kumuh yang tak sedap dipandang.

Setelah berkoordinasi dengan pihak kelurahan, Eflin kemudian meminta izin untuk mengelola lahan kosong itu untuk dijadikan penghijauan dengan ditanami aneka macam sayur dan buah.

Pihak kelurahan pun menyetujui ide tersebut dan kemudian berkomunikasi dengan pihak PT KAI mengenai pemanfaatan lahan kosong untuk penghijauan tersebut.

Setelah izin diberikan, Eflin mengatakan bahwa untuk membersihkan sampah dan puing-puing di lahan tersebut menjadi pekerjaan yang sangat melelahkan.

"Selama dua setengah bulan PPSU itu kerja di sini membersihkan dengan menurunkan sebanyak 12 personel," tutur Eflin.

Setelah lahan dibersihkan dari sampah-sampah dan sisa puing yang menggunung, barulah ia mulai menanaminya dengan aneka jenis sayur mayur dan juga buah.

Hingga kini "Samrel Garden" memiliki sekitar 50 jenis tanaman buah dan sayur seperti markisa, cabai, pare, mentimun, singkong dan masih banyak lagi yang lainnya.

Bahkan di sini juga ada kolam budidaya ikan lele, mujair, nila dan juga koi yang semuanya dirawat dengan baik oleh Eflin dan juga petugas PPSU yang ikut membantu.

Eflin menjelaskan bahwa tanah di "Samrel Garden" ini terbilang cukup bagus untuk ditanami dengan berbagai macam sayuran. Kondisi itu sedikit berbeda dibandingkan dengan tanah di "Trasa Balong" yang tidak semua jenis sayuran dapat ditanam.

Meski demikian dia tidak bisa asal menanam tanaman. Hal ini berdasarkan permintaan langsung dari PT KAI yang mengirimkan beberapa persyaratan dalam memanfaatkan lahan kosong itu sebagai sarana penghijauan.

"Mereka minta yang penting tanaman tinggi seperti nangka, mangga jangan dekat gardu. Kalau yang semusim boleh, kayak singkong dan tidak boleh dekat gardu mereka," kata wanita asal Padang itu.

Eflin juga sangat memperhatikan lokasi tanaman yang ditanam di "Samrel Garden" agar tidak membahayakan perjalanan kereta api yang melintas, baik KRL (commuter line) jurusan Bekasi-Jakarta hingga kereta jarak jauh.

Dalam sekali panen, "Samrel Garden" mampu menghasilkan puluhan kilogram sayur mayur yang hasilnya cukup untuk dibagikan kepada 40 orang warga dan mereka yang membutuhkan.


"Ada yang bilang kenapa enggak dijual aja. Saya bilang maaf enggak deh. Kalau ada tim PKK yang ke sini kasih pupuk silakan, tapi saya tidak minta uang," ujar Eflin yang juga harus merogoh kocek pribadi untuk biaya perawatan tanaman sebesar Rp500 ribu per bulan.

Karena pemandangannya yang asri dan hijau, lokasi ini juga sering dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai tempat berkumpul mengadakan acara seperti ulang tahun dan reuni.

Edy Suharnas selaku ketua RT setempat mengatakan saat ini warga sudah meninggalkan kebiasaan lama yang membuang sampah sembarangan semenjak ada kegiatan bertanam ini.

Hal itu juga tak lepas dari dukungan pihak RT, RW dan juga kelurahan yang rutin memberikan pendampingan kepada warga untuk menjaga lingkungan tetap bersih.

"Ini untuk pembelajaran bagi warga yang kurang peduli penghijauan supaya mereka tertarik karena ini kan juga program pemerintah," ujar Edy selaku ketua RT 04 yang juga memiliki beberapa tanaman yang ditanam di pinggir rel kereta itu.

Solusi
Agus Rochimat selaku Kepala Seksi Ketahanan Pangan dan Pertanian Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Timur menyebut bahwa tren pertanian kota di wilayahnya meningkat.

Meski belum ada data pasti mengenai jumlah pemanfaatan lahan kosong sebagai pertanian kota, namun inisiatif yang dilakukan warga tersebut menjadi salah satu solusi di tengah masa sulit akibat pandemi COVID-19 dalam setahun terakhir ini.

Kehadiran pertanian kota yang kebanyakan merupakan hasil swadaya masyarakat membuktikan bahwa lahan sempit di tengah perkotaan pun dapat disulap menjadi ladang tanaman yang hasilnya bisa dimanfaatkan sendiri oleh warga.

"Intinya kegiatan urban farming ini kalau dikelola dengan profesional itu menguntungkan bagi warga sendiri," kata Agus Rochimat.

Menurut Agus, hasil panen dari tanaman yang ditanam di lahan pertanian kota membuat warga tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli sayuran dan buah-buahan.

"Mereka kasih gratis ke warga sekitar sehingga itu juga mengurangi biaya atau beban pengeluaran rumah tangga," katanya.


Sudin KPKP Jakarta Timur juga memberikan pendampingan kepada warga yang ingin mendalami kegiatan pertanian kota melalui pelatihan yang digelar secara daring mengingat masih dalam suasana pandemi.

"Kita juga lakukan terus bimbingan teknis melalui Zoom terkait 'urban farming' dengan adanya teknologi lebih efisien," ujarnya.

Dengan adanya metode tanam seperti pertanian kota, lahan yang sempit pun bisa diubah menjadi ladang tanaman yang hasilnya dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Setidaknya warga RW 08 Cipinang Jakarta Timur sudah membuktikan hal tersebut. Tidak hanya lingkungan yang menjadi lebih hijau dan indah, namun dampaknya juga dapat mengubah kebiasaan masyarakat untuk lebih sadar dalam menjaga kebersihan.
Baca juga: Pangan lokal bisa jadi solusi atasi kerentanan sistem pangan akibat pandemi dan perubahan iklim
Baca juga: "Kampung Buah Jasindo" kampung tematik baru hadir di Jakarta Selatan